"Hah!" Ian terkesima mendengar perkataan Fafa. Benar-benar gadis penuh kejutan.
"Mau nggak?"
"Boleh!"
Fafa tersenyum senang mendengar Ian tidak menolak, malah mengiyakan. Fafa segera mengunci kursi roda Ian.
"Sudah, aku buka sendiri saja!" Ian langsung membuka pakaian yang dikenakan, kemudian menggantinya dengan piyama walau hanya atasan saja. Fafa mengambilkan sikat gigi yang sudah diolesi dengan pasta gigi di atasnya, kemudian menyerahkan kepada Ian.
"Bikin kopi, jelas sudah ngga bisa tidur gue, mau?""Iya," jawan Reynan singkat.David langsung menuju ke dapur. Sedangkan Reynan sendiri masih duduk dengan malas di kursi kerja David. Reynan menghela napas kasar dan memejamkan mata. 'Semakin rumit saja,' batinnya. Reynan langsung berinisiatif mengirim chat di group chat Pria Tampan dan Sukses untuk bertemu dan membicarakan semuanya nanti siang. Group chat yang isinya mereka berempat, keusilan David saja membuat group dengan nama demikian.Reynan melamun, ingatannya kembali kala ia menolak menjadi CEO di AA Corp. Bagaimana mungkin dia tidak menolak, dia hanya tidak ingin persahabatan yang dibina sejak masih kecil itu hancur. Dengan elegan Ian memaparkan data berbagai test yang telah mereka bertiga lalui tanpa disadari oleh ketiganya. Ian hanya ingin sahabatnya menempati posisi sesuai kemampuan. Lihatlah hasilnya sekarang! AA Corp terus tumbuh perlahan dengan berbagai cab
Ian dan Fafa masuk ke ruang kerja Dokter Thomas. Fafa terkejut karena melihat ada lima laki-laki duduk mengitari meja. 'Lima orang ini memakai jas putih, tentu saja mereka dokter. Lalu untuk apa mereka disini?' batin Fafa.Fafa merasakan degup jantungnya menggila. 'Ada apa ini!' batin Fafa dengan begidik ngeri. Seumur hidup Fafa, jangankan lima dokter, satu dokter saja sudah membuatnya ngeri. Dia tidak sadar jika sudah meremas lengan suaminya. Ian menyadari kengerian Fafa, tersenyum kecil."Silahkan Tuan Muda," ujar Dokter Thomas. Ian mengangguk.Fafa terkejut dan tanpa sadar bergumam, " Tuan Muda." Semua yang di dalam ruangan itu tersenyum kecil melihat ekspresi terkejut Nyonya Muda yang tampak begitu menggemaskan."Silahkan Nyonya Muda," lanjut Dokter Thomas."Ah i-iya terima kasih dokter," jawab Fafa tergagap saat menyaksikan Dokter Thomas sendiri yang menarik kursi untuknya."Ja
"San, kamu pindah ke sini!" Ikhsan menoleh menatap Ian dan melongo."Iya Kak.""Kamu dan istriku tinggal di sini. Besok paman yang urus semua."Ikhsan masih mengumpulkan pemahamannya. 'Pindah ke sini? Jadi aku dan kakak tinggal di rumah ini!' batin Ikhsan. Dia langsung mengangguk tanda paham."Iya Kak, tapi keputusan tetap sama kak Fa.""Hhmm."Keduanya kembali pada aktifitas masing-masing, hingga kedatangan Fafa memecah keheningan ruang tengah. Fafa langsung duduk di samping Ian."By, ayo sarapan!" ajak Fafa."Hhmm.""Dik, sudah sarapan?" tanya Fafa."Sudah Kak, tadi sama pak Anto dan bulek."Fafa langsung mendekatkan kursi roda di sebelah sofa. Dia langsung memeluk tubuh Ian, perlahan Ian menggeser tubuhnya ke arah kursi roda. Setelah dirasa nyaman, Fafa langsung melepas kunci kursi ro
"Ian, aku minta ma-," kalimat Frans terputus."Frans, aku tidak peduli perasaanmu. It's your business." Frans mengangguk.Ian langsung menggerakkan kursi rodanya keluar dari kamar tamu. Dia berpapasan dengan Fafa yang hendak mengetuk pintu ruang kerja Ian. Fafa mendengar suara pintu di tutup langsung menoleh."By!""Eh, Kak Frans." Frans tersenyum tipis dan mengangguk."By, kudapan dan kopi mau taruh di mana?""Ian, gue masuk dulu," pamit Frans sembari memegang bahu Ian dan tersenyum ke arah Fafa."Kudapan apa?""Tadi Fa bikin croissant.""Croissant?""Iya, By mau coba?""Naik!"Fafa yang sudah mulai hapal kebiasaan Ian, sudah mulai tidak canggung lagi. Dia langsung naik ke atas kursi roda Ian. Segera saja Ian melajukan kursi roda ke ruang tengah. Dia melihat tidak ada nampan di atas meja."Di mana?""Masih di dapur, By." Ian mengangguk.Di dapur, Ian melihat Tini sedang me
"Maaf Kak Dav ...," ujar Fafa."Kenapa?""Cuci tangan dulu!""Aku udah lapar," rengek David. Fafa tersenyum tipis."Baik. Kakak tunggu di sini saja."Fafa langsung mengambil baskom berisi air. "Ini Kak," ujar Fafa."Makasih, Dik!" ujar David. Fafa mengangguk.Ian langsung melotot mendengar ucapan David. 'Ni orang bener-bener minta di hajar!' batin Ian. David tertawa terbahak melihat reaksi Ian. Hobi baru David sekarang adalah menggoda Ian. Fafa langsung mendekati Ian. Dia langsung mengambil piring."By," panggil Fafa seraya menunjukkan piring yang dipegangnya. Ian menggangguk."Sedikit saja nasinya, Sayang."David berdehem mendengar Ian memanggil Fafa dengan kata sayang. Sejak kapan Ian bucin begitu. 'Tapi kalau melihat cara Fafa memperlakukan Ian seperti itu, memang benar kata mami kalau Ian laki-laki terberuntung dan setimpal dengan hidupnya selama ini yang kesepian. Menang banyak Ian,' batin David.
Brut! brut!Fafa berusaha melepaskan dekapan Ian, sedangkan Ian sendiri sibuk membekap hidung Fafa. Keduanya berpandangan. Sejurus kemudian tertawa terbahak."Bau, Sayang. Tutup hidungnya."Ian terus berusaha menutup hidung Fafa. Karena takut jatuh, Fafa memaksa turun dari atas kursi roda. Fafa tertawa terpingkal-pingkal, hingga langsung duduk di lantai. Ian menyaksikan itu-takjub. Ternyata yang membuat istrinya tertawa adalah hal-hal sederhana, walaupun di sini Ian yang tampaknya dipermalukan. Bahkan Ian tidak menyangka jika hanya dengan dirinya buang angin, bisa membuat Fafa bisa tertawa seperti itu. Dia berfikir, Fafa akan menunjukkan ekspresi tidak suka. Ternyata justru tertawa, entah apa yang dianggap lucu oleh gadisnya. Setelah tawanya mulai mereda. Perlahan Fafa mendekati Ian, mengendus area bawah Ian."Nggak bau, By. Berarti bukan BAB, ini hanya kentut aja," ucap Fafa tersenyum geli."Kentut?" tanya Ian."Kentut sama dengan buang ang
"By ... By ...! seru Fafa panik.Fafa terus memanggil Ian sembari menangis. Ian semakin tidak tega melihatnya, langsung berpura-pura gelagapan dan tangannya berusaha memegang badan Fafa. Dia merasakan Ian mencengkeram lengannya. Fafa langsung membantu Ian menggeser badan ke atas. Bagaimana bisa Fafa melupakan fakta jika Ian tidak bisa mengendalikan bagian pantatnya tegak menopang tubuh bagian atas."By ...! Syukurlah." Fafa langsung memeluk erat Ian dengan sisa-sisa tangisannya. Dia lupa dengan kondisi tubuhnya. 'Ah, begini rasanya dipeluk dari depanHangat dan aagghh luar biasa. Hai kau yang di bawah sana, cepatlah bagun dan mengganaslah!' batin Ian senang.Sore ini acara mandi terlama yang pernah dilakukan Ian. Bagaimana tidak lama? Mandi bersama istri. Ingatkan Ian untuk wajib memasukkan kegiatan ini di list harian. 'Jul, aku harus memberimu bonus. Tahapan terapi-mu, membuatku menang banyak mulai sekarang,' batin Ian puas. Ian sudah membayang
"Kak, Kak Fa!" panggil Ikhsan."Sudah jangan menangis, Sayang. Habiskan makananmu!" perintah Ian, sesaat setelah menghapus air mata Fafa.Ketiganya makan malam dalam diam. Ikhsan merasa bersalah dengan ucapannya tadi. Dia harus melakukan itu, agar Fafa tidak terlalu kepikiran. Bagaimana pun dia laki-laki, jika sekarang harus tinggal sendiri di Kediri tidak ada masalah. Ikhsan sadar cepat atau lambat dia pasti segera berpisah dengan Fafa. Apalagi kakaknya sekarang berstatus istri.Selesai makan malam, Ian memanggil Rusdi dan Tini untuk segera datang ke rumah utama. Ian berencana membicarakan masalah ini dengan mereka karena posisi Rusdi kerabat dan wali Ikhsan. Di sinilah sekarang, mereka berkumpul dan duduk di sofa ruang tengah. Ian memerintahkan Tini membuat minuman hangat dan membawa camilan."Paman, aku ingin membicarakan soal Fafa dan Ikhsan yang besok sore balik. Sayang, bicaralah!" pinta Ian lembut.Semua pandangan mata tertuju pada Fafa. Hati Faf