Share

Bab 23 - Tight Merried

 

Hari itu tiba, dari dimana aku melihat diriku dengan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, menatap diri pada cermin rias dengan seribu pertanyaan.

Untuk apa semua ini?

Bertanya apakah ini begitu penting untuk kehidupan dimana Liera hanya gadis biasa, yang hanya memikirkan belajar dengan baik, masuk ke dalam perguruan tinggi sesuai harapan, dan berbagi cerita dengan orang terdekat.

Tapi? Seakan takdir berkata ‘kau berbeda dengan yang lain’ seakan Liera memang harus menghadapi takdir yang tidak bisa diharapkan dan tidak sedikitpun terlintas dalam pikirannya.

Menikah?

Dirinya rias dengan penuh kehati-hati, padahal acara ini begitu tertutup dan biasa dikatakan hanya kedua belah pihak saudara yang hadir, lalu hanya beberapa orang yang ada di sana, salah satunya sahabat Liera. Yaitu Asyla Moun, karena Liera ingin sahabatnya ada disisinya untuk melewati semuanya.

Awalnya memang sulit untuk dimengerti oleh Asyla dan dia juga begitu terkejut mendengar kabar sahabatnya akan menikah diam-diam, seakan pernikahan itu hanya untuk tujuan lain, Mina malah berpikir jika Liera hamil tapi setelah perdebatan antara keduanya, Asyla setuju untuk datang dan merasakan segalanya.

Tadi malam Liera menerima surat dari Julian, mungkin kedengarannya aneh saat Julian mengirimkan surat itu pada dirinya di hari menjelang pernikahan mereka, tapi surat itu begitu membuat Liera tidak bisa berpikir dengan baik.

Bagaimana tidak? Julian mengirimkan foto dirinya dengan seorang gadis dan isi suratnya tertulis jika mereka adalah pasangan kekasih.

Liera tentu saja bersedih, kenapa harus dia yang terlibat. Jika Julian sendiri sudah memiliki kekasih, bukan seharusnya Julian mencoba membujuk ayahnya dan mengatakan segalanya?

Bagaimanapun dia juga seorang wanita dan belum lagi Liera akan menjadi istrinya, tidak seharusnya Julian seperti itu walau dia memiliki kekasih.

“kau terlihat tidak bahagia?” ucap sang penata rias.

Liera menatap ke arah cermin, melihat kearah sang penata rias dengan senyum yang dipaksa, mungkin orang yang diperintahkan oleh Ibunya juga terbawa orang suasana Liera yang tidak begitu senang.

“aku hanya gugup.” ucap Liera singkat, tidak mungkin dia mengatakan jika dirinya tidak bahagia. “aku tidak tahu harus menunjukkan perasaanku untuk saat ini, dan bahkan ketika berjalan nanti.”

Satu hal juga yang membuat Liera bahagia hari ini, karena Ayahnya akan menghadiri pernikahannya untuk membawanya nanti ke altar. Ini pertama kalinya dia bertemu dan merupakan hal bersejarah karena ayah hadir untuk menghadiri pernikahannya.

Liera belum bertemu dengan ayahnya sejak kemarin kedatangannya, Merry sendiri yang melarangnya untuk bertemu apalagi menjemputnya di bandara,padahal banyak sekali hal yang ingin sekali Liera tanyakan dan tentu saja mengenal sosok ayahnya yang tidak pernah ditemui selama bertahun-tahun lamanya.

Saat Liera sedang sibuk menatap keluar arah jendela sambil menunggu ayahnya menjemput dirinya, Merrybmasuk kedalam ruangan itu dengan pakaian yang seragam dengan punya kakaknya.

merry memberikan buket bunga mawar putih kearah putrinya.

“Liera, ingatlah walau kau sudah menjadi seorang istri, kamu tetaplah putriku, jadi kerumah ini selalu terbuka untukmu dan kapanpun kamu ingin kembali.” ucap Merry , hal ini sudah dia pikirkan sejak Liera memutuskan untuk setuju menikah, dia menatap putri dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, menatap Liera seperti ini tidak memungkiri dirinya bahagia dan bahkan Merry sendiri tidak menunjukan jika dia sedih.

“Terimakasih Ibu, aku akan selalu menghubungi diwaktu luang”

Merry mengangguk, dia mencium kening putri selama 5 detik, memberikan ucapan sayang pada pangkal kepalanya, “putriku sudah dewasa, semoga kamu bahagia.”

Liera tersenyum, tidak bisa berbohong jika Liera ingin mengatakan bahwa dia ingin selalu menjadi putri kecilnya tapi kali ini satu langkah besar melewati lingkaran aman adalah pilihannya saat ini, jadi Liera harus kuat dalam keputusannya.

“Aku pasti akan merindukanmu.” Merry menahan air matanya, entah kenapa perasaan bersalah menjadi lebih dominan saat ini dan belum lagi jika Liera adalah hal tidak bisa Merry lepaskan dalam kehidupannya.

“aku juga, aku pasti sangat merindukan Ibu dan Kakak.”

Kedua wanita itu yang sedang bertukar perasaan nya saat ini tanpa sadar jika dibalik pintu itu ada seseorang yang juga ingin menemui putrinya, namun dia memilih untuk diam, dia tidak mampu mengganggu mereka. Siapa lagi jika bukan ayahnya Liera dan Keira.

Jam sudah menunjukan pukul 08.30 pagi, dan sebentar lagi acara akan segera dimulai, di halaman sebuah Vila Terlihat beberapa orang sudah berdatangan, ya ini adalah Vila yang akan menjadi tempat tinggal Liera dan Julian. Tuan Grew sendiri yang menghadiahkan tempat ini untuk mereka berdua.

Dia belum melangkah keluar setelah Ibunya pergi, karena setelah sang ibu pergi tak lama sang ayah memasuki kamar itu dengan pakaian rapinya. Ayahnya begitu berbeda dari yang Liera bayangkan.

“Ayah?”

Christian terdiam, ini pertama kalinya dia mendengar putri keduanya memanggilnya, dia tidak pernah berpikir akan menemui ketika Liera sudah dewasa atau mungkin waktu yang berjalan begitu cepat, Christian tahu kenapa Keira dan Liera begitu berbeda. Karena dirinya-lah yang membuat keduanya berpisah.

“aku tidak pernah membayangkan akan berdiri di depanmu, bertemu karena sebuah peristiwa seperti ini, aku pikir aku selalu ingin mengunjungi putriku tapi hingga saat ini aku tidak pernah melaksanakan itu, kamu putri yang tidak mengenal sosok ayahmu dan tumbuh tanpa kasih sayang dariku, tapi hari ini aku ingin mengatakan jika aku bahagia melihatmu, kau tidak pernah membenciku dan menerima kehadiranku.”

“terimakasih, aku senang setidaknya kita bisa bertemu sekarang, aku juga senang Kakak dirawat oleh ayah dengan baik disana.”

Christian menggenggam tangan putrinya, mengalungkan lengannya dan melangkah meninggalkan ruangan ini bersama.

“apa pria itu mencintaimu?” tanya Christian, pertanyaan ini memang tujuan utama dirinya membela diri untuk datang kesini, karena dia tidak berharap Liera merasakan apa yang dirinya dan Merry terjadi di masa lalu.

“kita saling mencintai.” ucap Liera, dia tidak ingin sang ayah mengetahui perjanjian antara ibunya dengan Tuan Grew, jadi sekali lagi skenario Liera digunakan untuk menutupi segalanya.

Christian hanya diam, dia menatap Liera dari sudut pandang disampingnya. Jika ucapannya berbohong tapi matanya gadis itu menjelaskan segalanya, walau kenyataan dirinya tidak begitu dekat dengan Liera tapi ikatan tetaplah ikatan. Karena Liera masih putrinya dan Christian bisa merasa kegelisahannya.

Dari cara Liera menatap para tamu dan juga sahabatnya. Ada sebuah perasaan rumit bercampur dengan gugupnya, karena secara langsung Liera melakukan kontak langsung dengan Julian, pria itu sedang berdiri didepan altar, dengan senyuman palsu.

“Ayah, terimakasih.” entah kenapa Liera ingin mengatakan itu sebelum tangannya diberikan pada Julian, suasana menjadi lebih emosional untuk Liera rasakan, dibangku paling dekat ada sang Ibu, sang kakak dan sahabatnya.

Dan hal yang paling ditunggu semua orang, menyaksikan sebuah ikrar yang akan segera menyatukan kedua orang dalam ikatan pernikahan dan sebuah janji seumur hidup, semua orang disana menggunakan keheningan ini untuk mengabadikan momen yang tak terlupakan untuk segalanya.

Baik Liera maupun Julian, keduanya mengikuti segala hal yang dikatakan oleh pendeta, mengucapkan setiap kalimat yang memikir makna kata sendiri dan tidak sembarangan orang mampu memenuhinya untuk sekali dalam seumur hidupnya.

Kegugupan semakin memuncak ketika semua berteriak memerintah kedua pasangan itu untuk berciuman setelah bertukar cincin, tentu saja ini hal sebenarnya Liera hindari, karena dirinya tidak tahu cara berciuman.

“Liera, dengarkan aku.” bisik Julian saat dia menarik Liera, melingkarkan tangannya pada pinggang rampingnya. “biarkan aku yang mengambil alih.”

Liera mengangguk mengerti, di jarak sedekat ini mana mungkin dia bisa mengucapkan kalimat apalagi Julian yang begitu dekat dengannya.

Julian memiringkan wajahnya, menyatukan kedua benda kenyal itu yang diiringi sorakan gembira daripada undangan, itu hanya menempel tidak ada yang ingin melakukan hal lain dan segera berakhir dalam 5 detik.

Kedua pasangan itu turun ke altar untuk menyambut segala ucapan dari para tamu, memasang wajah bahagia sesuai yang sudah disepakati sebelumnya.

“Liera, aku senang atas pernikahanmu.” ucap Asyla, dia memeluk sahabatnya dengan perasaan yang membuatnya ingin menangis, bagaimana tidak? Asyla tidak bisa lagi mengajak Liera berbelanja dan pergi ketempat yang biasa mereka datangi.

“Asyla, jangan menatapku seperti ini, kita masih bisa bertemu di sekolah.” tanpa berpikir panjang Liera memberikan buket mawar itu pada sahabatnya, tidak tahu kenapa Liera berpikir mungkin saja Asyla akan segera menyusul dirinya.

“Why? No Liera! Aku masih harus menunggu sampai aku bisa bertemu dengan John Venn.”

“mau aku beritahu rahasia?”

“katalah Liera, aku tidak suka jika kau mengatakan seperti itu!”

“baiklah, pria—,” Liera berbisik di telinga asyla dan mengatakan 

“kau tahu jika John Venn adalah sahabat Julian.”

“What? You Lie?”

“No Asyla! Kau lihat meja disana? Pria yang bersama Han itu adalah John Venn, aku sendiri yang melihat dirinya tado berbicara dengan Julian.”

Betapa senang Asyla sekaligus gugup, bisa bertemu dengan idolanya secara tidak sengaja seperti ini, tiba-tiba Asyla menatap buket bunga yang ada di tangannya, dan tanpa sadar tersenyum sendiri.

“Asyla?”

“Asyla?” 

“Asyla!!”

“Ya! Bisakah kau tidak berteriak padaku, aku sedang menatap masa depanku.” ucap Asyla, pandangan terus mengarah pada pria berjas hitam dengan masker yang menutupi wajahnya. 

“Liera, apakah ini mimpi, dia.benar-benar sangat tampan.”

“sudah! Berhenti menatapnya kau membuat dirinya tidak nyaman, bagaimana jika kita melihat makan, beberapa hari yang lalu aku menjalani diet, kali ini aku ingin memuaskan perutku.”

Asyla yang sebenarnya tidak rela hanya bisa pasrah ketika Liera menyeretnya menjauh dari sang Idol. “Liera, jika kau bukan sahabatku mungkin aku sudah menolaknya.”

Pesta berjalan dengan baik, sampai sesi memasuki pesta dansa dimulai. Semua undangan yang mayoritas untuk menikah segera mengisi lantai dansa dengan pasangannya, tentu saja hanya ada beberapa yang memilih untuk tetap duduk, salah satunya Asyla dan John yang duduk tidak berjauhan.

Pusat dansa dimiliki oleh kedua pasangan yang baru menikah, baik Liera dan Julian keduanya melewati sesi dansa ini dengan sedikit canggung, padahal sebelumnya mereka sudah berlatih bersama tapi tetap saja rasanya canggung jika sudah sedekat ini, karena sepanjang tarian keduanya harus saling menatap.

“mau berdansa denganku?” Asyla menatap pria yang berdiri di hadapannya, dia sedikit terkejut karena John sendirilah yang menawarkan diri, belum lagi Asyla begitu tegang saat pria itu mengeluarkan tangannya, rasanya seperti sebuah halunya menjadi kenyataan.

Dengan tangan gemetar dan gugup luar biasa Asyla mengulurkan tangannya untuk menaruhnya pada tangan John, sebisa mungkin Asyla memperlihatkan dirinya untuk tidak berteriak saat ini padahal dalam hatinya dia menjerit sekencang-kencangnya.

Keduanya berjalan ke lantai dansa, mengikuti yang lainnya ketika musik diputar kembali. Asyla sekali lagi dibuat gemetar saat John meletakkan tangannya di pinggangnya dan menuntun dirinya untuk meletakan kedua tangannya di bahunya, jika Asyla tahu akan berdansa mungkin dia akan memilih untuk memakai gaun yang tidak terlalu panjang.

“A-aku, tidak bisa menari.” setelah menyesal menginjak sepatu John, akhirnya Asyla buka suara jika dia tidak pernah berdansa.

Pria dihadapannya tersenyum, wajah tegang Mina begitu lucu untuknya, belum lagi Asyla seakan berhati-hati setiap menatapnya “tenanglah, aku bisa mengajarimu.”

Pesta pernikahan itu berjalan dengan baik sesuai skenario yang sudah dituliskan diatas kertas perjanjian, semua orang memang tidak menyadari jika segalanya hanya kepura-pura untuk membuatnya menjadi kenyataan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status