Share

Bab 22 - Black?

Hitam dan putih, dua warna yang memiliki arti tersendiri.

Keduanya merupakan warna dasar, warna yang jika dicampurkan dengan warna lain tidak akan bisa kembali menjadi putih atau hitam, kedua warna itu juga suatu lambang dari sifat seseorang sesuai pandangan orang lain.

Tapi kali ini menurut Liera warna hitam dan putih adalah perbedaan dirinya dengan kehidupannya saat ini, banyak sekali hal yang tidak bisa dirinya mengerti dalam waktu cepat dan hal asing yang terasa sulit diterima.

Salah satu contohnya, ketika sang Ibu bertanya apakah dirinya siapa menjadi sebuah tumpuan untuk kehidupan barunya?

Jangan-kan untuk menjadi tumpuan, Liera terkadang juga masih butuh tumpuan sang Ibu, lalu kini dia yang harus menjadi tumpuan untuk seseorang itu, pria yang bukan mengenainya dengan baik dan bukan pria yang ingin Liera menjadikan tumpuannya.

Selama pelajaran berlangsung dan seiring berjalannya waktu, ucapan demi ucapan dari Nyonya pemilik butik mengganggu Liera setiap detiknya, itu bukan ucapan bisa yang memiliki sebuah makna kata yang tidak semuanya mengerti, perkataan itu bagaikan tamparan keras untuk Liera saat ini.

-- flashback on --

Saat Liera sedang menunggu Julian memilihkan gaun untuknya, Nyonya pemilik batik itu menghampirinya dan menceritakan asal usul kenapa gaun pengantin itu tidak boleh dia kenakan.

“berapa usiamu?” tanyanya, dia membawa Liera duduk di sofa besar dan bergayakan klasik itu.

“18 tahun.” Liera sedikit menegang, Julian tidak memberikan tahu Liera harus berkata apa pada Nyonya karena Julian memang tidak memberitahu Liera harus berkata apa di setiap ucapannya.

“setelah hampir 5 tahun, aku pikir tidak ada lagi yang memperhatikan gaun itu.” ucapnya, matanya menatap pada patung gaun yang Liera inginkan, gaun itu berdiri di cerahnya sinar matahari dan di pusat titik terang ruangan ini. 

“gaun ini—,”

Lisa menaikan satu alisnya, dia tidak ingin langsung bertanya dan hanya mengikuti setiap hal yang Nyonya itu lakukan.

“itu adalah gaunku, gaun yang kubuat untuk putriku.” terlihat jelas betapa sedihnya nyonya itu saat mengatakan kata ‘putriku’ seakan di dalam gaun itu memang ada kenangan. 

“tapi hingga saat ini dia tidak pernah memakainya.”

Liera semakin tidak mengerti, jika tujuannya membuat untuk putrinya lalu kenapa tidak bisa dipakai olehnya, mungkinkah putrinya tidak suka?

“aku tidak terlalu diinginkan gaun itu, Nyonya.” ucap Liera, dia tidak membuat siapapun tidak nyaman.

“kamu salah, seharusnya saat pertama kali kesini kamu tidak boleh melihat gaun itu.” 

“kenapa? Itu gaun yang indah.” ucap Leira dengan jujur, memang sangat indah bahkan itu terlalu indah untuk dirinya gunakan.

“karena siapapun yang melihat saat pertama kali kesini, itu berarti pernikahanmu tidak akan pernah bahagia.”

Liera merasa sedih, perkataan mewakili perasaan dan kecemasaan saat ini, tapi sebisa mungkin Liera menipis hal yang masih begitu mitos di telinganya.

“karena saat putriku akan menikah, dia kehilangan kekasihnya saat menjalani tugasnya, karena kehancurannya, putriku mengakhiri hidupnya setelah menggenggam gaun itu.” ucap Nyonya itu.

Nyonya itu menatap Liera, gadis itu merasa kehancuran di matanya hingga tidak berani menatapnya lebih lama, itu benar-benar hal asing yang membuat Liera takut, dia bahkan tidak mau melihat gaun itu apalagi berdekatan.

-- flashback off --

“Liera?” panggil Asyla, dia terus memanggil nama Liera beberapa kali, sahabat akhir-akhir lebih aneh dari sebelumnya, belum lagi Liera lebih sering melupakan tugasnya dan tidak pernah mengajak Asyla untuk mengerjakan tugas bersama.

“Liera? Kalau kamu sakit, aku bisa mengantarmu ke UKS” ucap Asyla lagi.

“maaf Asyla, aku mengabaikanmu lagi, banyak hal akhir-akhir mengganggu pikiranku” ucap Liera, dia mencoba tidak memikirkan hal itu, mungkin saat ini Liera hanya harus menunggu jika semua itu tidak nyata.

“aku sudah mengatakan beberapa kali, jika Liera mau. Asyla akan mendengarkan semuanya.”

Liera berpikir, mungkinkah dia harus bertanya pada Asyla? Tapikan sahabatnya tidak mengerti soal pernikahan tapi sahabat begitu menyukai n***l berbau pernikahan dan perjodohan.

“apakah kamu percaya pada sebuah kisah dibalik gaun pengantin? Kaya jika kita melihatnya nasib pemilik gaun dahulu bisa terjadi pada kita?”

“pertanyaanmu begitu sulit Liera! Mana mungkin aku mengerti tentang seperti ini!” ucap Asyla, karena itu benar gadis itu hanya gadis yang begitu menyukai n***l romance dan tidak tertarik pada hal lainnya.

“sudahlah lupakan saja, berbicara denganmu hanya menambah pikiranku saja” Liera memilih bersifat tidak peduli, semakin dia pikirkan itu malah semakin membuat penasaran dan ingin menemui Nyonya itu, Liera memutuskan mengambil pensil dan mencatat hal yang seharusnya seorang pelajar lakukan.

“Kau marah padaku?” ucap Asyla dengan kencang, tentu saja hal itu mengundang seluruh ruangan melihat ke arahnya, dan membuat Liera dan Asyla jadi pusat perhatian.

“jika kalian masih ingin melanjutkan pembicaran itu, pintu selalu terbuka untuk kalian.” ucap Ibu Guru yang sedang membuka halaman buku.

“Maaf Bu, saya tidak akan mengulanginya.” ucap Asyla, dia membungkukkan tubuhnya kepada semua orang.

Sampai waktunya pulang—Liera menghubungi sang Ibu dan mengatakan jika dia akan mampir untuk membeli buku.

Karena pernikahan ini tidak melarang Liera untuk melanjutkan kuliah, jadi gadis itu memutuskan untuk menentukan jurusan apa yang akan diambil nanti, karena sebentar lagi ujian akan dimulai dan pendaftaran akan buka, Liera harus segera menemukan jurusan yang diminati.

Dia menutup seragamnya dengan sweater yang dia bawa, karena terkadang musim tidak bisa diprediksi.

Liera pergi ke toko buku yang tidak jauh dari halte, karena biasanya Liera pulang menggunakan halte itu, dia memasuki toko buku yang memiliki cafe di dalamnya. Kebetulan sekali Liera juga melewati makan siangnya tadi.

“Akh!” Dia melihat petunjuk arah dari ponselnya sampai memperhatikan jalannya, dia menabrak seseorang yang jelas lebih tinggi darinya.

Liera mengusap kehingnya, rasanya begitu sakit bertabrak seperti ini, dia mengangkat kehingnya dan kenapa sosok yang tinggi dihadapannya.

Pria di hadapannya tersenyum pada Liera, dia mengerahkan ponsel milik Liera yang hampir jatuh. 

“kau hampir menabrak rak buku jika aku tidak berdiri disini, tolong perhatikan langkah anda Nona,” ucapnya.

Liera diam, dia pikir pria itu akan memarahinya karena tidak memperhatikan langkahnya.

“Ah--maaf, Tuan.” Liera buru-buru menunduk dan hal yang tak terduga malah semakin membuat Liera malu karena dirinya malah menabrakkan kepalanya pada dada bidang pria itu. 

“Akh! Sakit.”

Terdengar tertawa ringan keluar dari pria itu, dia tidak menyangka akan bertemu gadis yang begitu lucu, sampai rasanya dia ingin membuat gadis itu tetap berada didekatnya.

“kamu baik-baik saja?” tanyanya, pria itu menggenggam tangan Liera tanpa sadar, dia terlihat kening gadis itu terluka karena ransel yang dia gunakan sedikit kasar.

“Y—Tidak, aku baik, maaf sebelumnya dan terimakasih.”

Liera merasa malu, dia segera membalik tubuh dan meninggalkan pria itu, berjalan ke tempat yang dipenuhi pengetahuan tentang jurusan dan perkuliahan.

“Tung—,” pria itu tidak sempat mengatakan jika keningnya terluka.

Setelah lima belas menit mencari, akhirnya Liera memutuskan untuk membeli makanan untuk mengisi perutnya, dia duduk di sudut ruangan di cafe, menikmati hamburger dan minumannya dengan lahap.

Pria yang mengikutinya tanpa Liera sadari menarik salah satu kursi di hadapannya, tentu Liera terkejut karena dia pikir tidak akan bertemu dengannya lagi.

“apa aku mengganggumu?” tanyanya, dia juga membawa minuman.

Tapikan di cafe ini begitu banyak kursi kosong kenapa harus mengambil disini?

Liera menggelengkan kepalanya, dia tidak minat lagi melanjutkan makannya rasanya Liera tidak ingin makan bersama orang lain.

“kenapa? Makan saja aku tidak akan memintanya.”

“aku sudah selesai.” Liera merapikan barangnya lalu memasukkannya kedalam tas, di hanya mengambil minumannya.

“Tunggu!” pria itu menahan tangan Liera, membuat mau tidak mau Liera menghentikan langkahnya saat itu juga.

“apa mau anda?” ucap Liera, dia mencoba mengusir rasa takutnya, dia juga menatap mata itu dengan sedikit keberanian.

“keningmu terluka, aku hanya ingin memberikan ini.”

Liera terdiam saat pria itu meletakkan hansaplast pada keningnya, ini hal asing sekaligus membuat Liera gugup, dia tidak tahu jika keningnya terluka dan pria itu menyadarinya.

“hati-hati, di luar hujan.”

Liera tentu menatap kearah jendela, dia tidak menyadari jika diluar hujan, dan lebih meresahkan dirinya dia lupa membawa payung hari ini. “terimakasih.”

Liera memutuskan meninggalkan pria itu lagi, dia takut jika seseorang kiriman ayah Julian melihat dirinya bersama pria lain.

Namun baru saja akan menutupi kepalanya dengan tas, pria tadi menutupi tubuhnya dengan payungnya, Liera terdiam. Dia bahkan menolongnya saat ini dan mengantar Liera sampai pada halte.

“bawalah ini, aku masih miliki satu lagi,” ucapnya, pria itu perhatiannya melebihi hal yang Julian lakukan padanya, Ah! Bukan, pria dingin itu tidak pernah perhatian padanya.

“terimakasih.” sudah berapa kali Liera mengatakan hal itu pada pria itu, tapi tetap saja Liera tidak punya pilihan untuk menolaknya.

Liera menggunakan payung itu untuk masuk ke dalam bus yang baru saja tiba, sesekali Liera menatap kearah pria itu dan merasa aneh, namun sesegera mungkin Liera melupakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status