Hari ini setelah percobaan yang cukup mengambil resiko akhirnya Julian memutuskan untuk membawa Sean ke rumah sakit untuk hal yang lebih lanjutnya, karena Jake mengatakan jika terapi tidak bisa di lanjutkan di rumah, jadi Sena jyga harus di periksa secara fisik untuk mengetahui benturan di kepalanya separah apa, dan mungkin saja bisa mengakibatkan hal lainnya.
Usaha yang di lakukan dirinya, Jake dan Asyla sedikit membangunkan ingatan Sean walau terapi itu tidak selalu membuat adiknya sering kali jatuh pingsan, memang terlalu memaksa untuk mengingat segalanya tidak baik untuk tubuhnya, apalagi setelah bertahun-tahun Sean hanya mengandalkan obat tanpa melakukan terapi oleh psikiater.
Julian sudah mengosongkan jadwalnya hari ini, tapi dirinya tidak bisa menghubungi Leira, tidak ingin membuat gadis itu khawatir dan akhir-akhir ini Sean begitu sensitif setelah Leira pergi meninggalkan rumah, adiknya terus menanyakan keberadaannya, membuat Julian ragu dan takyt jika Sean akan menyukai Leira.
Julian tidak bisa jika harus membiarkan Leira menjadi milik orang lain, bahkan dirinya tidak akan bisa melepaskan gadis itu setelah mereka bisa membuat keturunan, Julian tidak akan bisa menolak permintaan sang adik, dan Julian tidak mau lagi melepaskan gadis yang sudah menghuni hatinya, setelah melewati banyak hal, Leira hanya miliknya dan hanya akan menjadi bagian dari kehidupan Julian.
Karena cinta tidak akan datang dua kali untuk menyapa, sekali kehilangan tidak ada kata jatuh cinta kembali.
Mungkin egois, bahkan Julian tidak bisa memastikan jika hatu Leira miliknya, dia tidak tahu perasaan Leira yang sesungguhnya, apakah ada atau sebaliknya tidak ada perasaan apapun dan dirinya juga seharusnya tahu akan hal itu jika perasaan bukan hal yang bisa di paksakan, mencintai itu setulus memberikan keyakinan, jadi pada akhirnya Leira akan mencintai pria lain, maka dirinya sudah siap akan hal itu.
Tapi bisakah orang lain itu bukan Sean??
Julian tidak akan bisa membayangkan bagaimana hancur dirinya melihat bagaimana Leira, gadis yang dirinya cintai tinggal satu atap bersamanya tapi milik adiknya, hal yang benar-benar ingin membuat Julian egois dan membenci situasi.
Dengan helaan nafas panjang di iringi dengan pasrahnya, saat sorotan matanya menatap layar ponselnya, di samping ada adiknya dan mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit, menatap bagaimana tangan Sean selalu di penuhi permen coklat, dan wajah polos, walau terkadang dia juga bersikap berbeda, seperti waktu lampau dimana Sean tiba-tiba dia mencoba memahami jika tahun sudah berlalu dan sekarang usianya bukan lagi 17 tahun.
"Sean, bersihkan tanganmu dan kita akan segera sampai," Ucap Julian, dia memberikan tusi basah pada adiknya, Juluan merasa bersalah juga karena ternyata memang sulit untuk memahami keadaan adiknya, dan dirinya yang jarang memperhatikan keadaan adiknya.
Mobil berhenti karena di depan jalan ada insiden kecelakaan yang membuat pengguna jalan harus menunggu, Sean seakan bertindak seperti melihat hal yang apa terjadi, tapi detik berlalu Sean langsung berteriak dan memegang kepalanya seakan menahan rasa sakit luar biasa.
"Sakit! Ini Sakit sekali!"
Sontak Julian mendekati sang adik dan membantu menenangkan dirinya, tapi jika Julian tidak bisa mencegah saat sang adik membuka pintu mobil dan memutuskan untuk keluar dan membuat pengguna jalan lainnya terkejut, dengan kehadiran Sean di tengah jalan.
"Sean, dengarkan aku! Kita harus ke dalam mobil!" Ucap Julian, dia mencoba menyusul sang adik saat beberapa mobil melintas di hadapannya.
Sean tidak mendengarkan ucapan Julian, dengan tubuh gemetar dan tangan yang terus memukul kepalanya, pria itu menatap ketakutan ke seluruh arah, seakan trauma itu benar-benar membuat nya ingin menjauh dari situasi menyulitkan itu.
"Sean, pergi dari sana!"
Julian terus memperhatikan keadaan, memastikan jika tidak ada yang akan menyebabkan kecelakaan, karena setan enggan merespon ucapan Julian.
"Sean awas! Di hadapanmu!"
Julian terus berlari hingga akhirnya dia memutuskan untuk berlari sekencang mungkin saat ada mobil yang tepat akan melintas di hadapan sang adik, dan memeluk tubuh adiknya sampai keduanya membentur pembatas jalan itu, beberapa orang mendekati mereka.
"Kakak! Kakak bangun!" Panggil Sean, mengguncangkan tubuh sang kakak yang sudah kehilangan kesadaran, Sean baru tersadar dari rasa takutnya dan kini terkejut dengan apa yang terjadi.
"Tolong! Tolong kakakku!" Ucap Sean, meminta tolomh pada mereka yang hanya menonton kejadian yang baru saja terjadi.
"Tolong! Selamatkan kakakku!" Sean mulai meneteskan air matanya, memangku tubuh sang kakak dan semakin takut ketika darah mengalir dari kepala sang kakak.
"Kakak Julian!"
________
Sean membuka kedua matanya, dengan posisi terduduk dia menatap bingung pada seluruh ruangan itu, apalagi ketika melihat tangannya yang terdapat infusan dan mengenakan pakaian rumah sakit, dia tidak ingat apapun yang sudah terjadi, sebisa mungkin memaksakan dirinya untuk turun dari sana tapi rasanya tubuhnya begitu lemas, dan aneu seakan Sean tidak tahu kenapa dirinya bisa terbaring di rumah sakit.
Tatapan tertuju pada tanggal di kalender tergantung 21 mei 20XX.
"Kau sudah bangun? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?" Tanya Jake, pria itu yang membawa kedua kakak beradik itu kembali ke rumah sakit, saat sedang mengidentifikasi kecelakaan yang terjadi di jalan yang Sean dan Julian Lintas.
"Dimana kakak Julian? Dan apa yang terjadi? Kenapa tanggal itu membuatku bingung, apa yang terjadi pada diriku? Ini tahun 20XX?" Tanya Sewn, dia tidak ingat hal apapun yang sudah terjadi, tapi seakan dirinya seperti bangun dari koma dan melintasi waktu hingga tanggal yang dirinya ingat dengan tanggal sekarang, sepeeti sudah berbeda tujuh tahun yang lalu.
Jake langsung merubah ekpresi wajahnya, menjadi begitu serius, dia mengambil langkah cepat untuk mendekati Sean, lalu mengeluarkan senter untuk memeriksa bola mata dan degup jantungnya, tidak mungkin.
Bagaimana pria itu bisa sembuh tanpa terapi ingatan?
"Kamu kenal diriku? Dan berapa usiamu sekarang?" Tanya Jake, dia menunjukan dirinya untuk memastikan jika Sean mengenal dirinya.
"Dokter Jean, teman kuliah kakak Julian dan aku seharusnya 25 tahun bukan? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah gadis kecil itu selamat? Aku bingung," Ucap Sean, dia kembali memegang kepalanya, dan merasakan hal menyakitkan yang menghantam kepalanya, membuat merintih kesakitan kembalo.
"Sean, jabgan terlalu memaksakan dirimu, ingatlah perlahan," Ucap Jake menahan tangan sean untuk membiarkan rasa sakit di kepalanya berlalu, walau mungkin sedikit membuatnya akan pingsan lagi seperti tadi.
Sean menjauhkan tangannya, seperti semua itu ingatan di dalam kepalanya di putar dalam kecepatan tinggi, dan akhirnya dia tahu, jadi selama ini ingatan tertahan di hari masalah kecelakaan itu, lalu mengubah dirinya menjadi seseorang yang ketergantungan mental.
Sean menelan air liurnya untuk mengurangi ketengan yang dirinya di rasqkan, dia memikirkan nasib sang kakak yang entah dimana driinya berada, merasa bersalah bersamaan karena pasti banyak hal yang membebani dirinya.
Membayangkan bagaimana sang kakak bekerja sendirian untuk meneruskan perusahaan ayah dan Sean swmakin tidak percaya jika selama ini dirinya begitu terlarut dalam trauma yang tidaklah begitu mendalam.
"Bisakah aku bertemu dengan kakakku?" Tanya Sean, pada dokter Jake yang sedang memberikan suntikan di tangannya, suntikan itu sedikit membuatnya merasa mengantuk dan perlahan sean kembali menutup matanya.
Jake terlihat menghela nafas lega, situasi ini kenapa menjadi begitu rumit, kondisi Julian juga masih berada di ruang igd, dan kini kondisi Sean seperti ini, bagaimana dia menjelaskan pada Leira yang berada jauh disana.
Malam harinya.Sean berdiri di depan ruangan sang kakak, dengan infusan yang masih harus bersamanya, aneh karena pada akhirnya dia mendapatkan ingatannya begitu saja, tapi masih ada beberapa hal yang tidak bisa dirinya ingat pasti, yaitu kedua wanita yang bertemu dengannya, satu orang yang menceritakan kisah saat bersamanya dan satu orang yang mengaku sebagai adik kecil yang ditolong saat kecelakaan itu.Sean tidak bisa masuk ke dalam karena masih ada beberapa hal yang harus dilakukan dokter di dalam, Sean hanya bisa mengintip melalui celah jendela yang menunjukan keadaan sang kakak saat ini, bagaimana mengatakannya? melihat seluruh kepala Julian dipenuhi oleh perban dan selang udara yang masih membingkai wajahnya, mengundang banyak hal.“Aku senang kau bisa kembali menjadi dirimu yang sesungguhnya,” Ucap Jake, kini sudah tidak ada lagi jas putih yang dirinya kenakan, dengan pakaian casual sederhana pria itu berdiri di samping dan melihat temannya terbaring di sana tanpa bisa melakuka
Dua hari sudah berlalu begitu saja.Leira masih tidak bisa beristirahat dengan baik atau setidaknya berhenti sejenak untuk memikirkan Julian, tapi kemarin malam Leira langsung drop dan mau tidak mau dirinya harus berbaring di rumah sakit, saat membuka mata Leira hanya melihat bagaimana kosongnya rungan ini.Mungkin seharusnya sejak kemarin Leira meminta untuk pulang saja, dia tidak bisa beraktivitas jika pikirannya terganggu, dan belum lagi penyesuaian jam makan yang menyiksa dirinya, mengubah pola makan bukan baik.Leira hanya bisa menghela nafas, dengan tubuh lemas dirinya paksakan untuk terduduk di ranjang, tangannya terulur mengambil ponselnya yang tergeletak di atas laci di samping ranjang, hanya menyala dan menatap layarnya sana.Leira sudah bisa menebak jika tidak akan pesan atau panggilan dari pria itu, padahal Leira berharap apa sesuatu walau itu hanya sebuah pesan singkat, apakah sudah terjadi sesuatu pada pria itu? apakah itu sebuah hal buruk?Gadis itu mengusap dada bagian
Leira sampai di bandara pada pukul 4 sore.Padahal kondisi masih sedikit parah dan seharusnya dia beristirahat, tapi Leira meninggalkan bandara begitu saja tanpa menunggu diantar oleh ibu atau kakaknya, dengan masih membawa kopernya, Leira duduk tidak tenang di dalam taksi, padahal sudah sore hari tapi kenapa suasana masih ramai dan bahkan jalan cukup macet hari ini.Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Julian kembali, tapi tetap saja panggilannya tidak diangkat.“Pak, apakah kita masih lama?” Tanya Leira, dia ingin segera bertemu dengan Julian, dari berita yang dirinya baca jika kecelakaan itu terjadi dua hari yang lalu, itu berarti seharusnya kondisi Julian sudah membaik jika insiden itu tidak begitu parah, Leira tidak akan lagi meninggalkan pria itu.“Tidak lama lagi kita akan sampai Nona, hanya perlu melewati persimpangan jalan ini sana,” Ucap sang supir, dia terus mencari cela untuk bisa menyalip agar bisa melewati jalan itu.Leira mengeluarkan dompet miliknya, dia
Malam Harinya.Tepatnya waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, semua yang berada di rumah sakit itu hanya akan diisi oleh pasien, dokter dan suster, sisanya hanya satu atau dua orang yang menjaga di setiap ruang rawat.Julian membuka matanya setelah terpejam selama tiga hari, hal yang dilihat adalah ruangan yang redup akan cahaya, rasanya sunyi dan sepi sudah menjadi bagian dari setiap sudut kamar dominan putih itu, dia sedikit merasa sakit dibagian kepalanya, ketika dirinya hendak mengangkat tangannya dirinya langsung menyadari jika ada yang tertidur di sampingnya.Melihat seorang gadis tertidur lelap di sana, wajah tenang dan dengkuran kecilnya memberikan banyak sekali kehangatan pada Julian, sudah berlama gadis itu berada di sini? apakah Leira yang menemaninya selama dirinya terbaring? pasti gadis itu lelah sekali, tapi? bagaimana Leira tahu keadaannya?Apakah setelah tahu kabar dirinya gadis itu langsung memutuskan untuk terbang ke sini?Julian bertanya dalam suasana yang begitu t
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Akhirnya Julian bisa kembali pulang kerumah mereka bersama Liera, hanya berdua karena Sean memutuskan untuk tidak pulang hari ini, masih ada hal yang dirinya lakukan dengan Dokter Jake di rumah sakit, entahlah itu alasan karena ingin memberikan waktu privasi pada kakaknya atau memang itu benar, yang jelas kini Liera dengan membantu Julian untuk menaiki anak tangga, merangkul tubuh yang lebih besar dari cukup kesulitan untuk Liera.“Bukankah aku sudah mengatakan kamu harus tidur di ruang tamu untuk sementara, jangan memaksakan diri, Julian.” Ucap Liera, dia meletakkan tubuh Julian di atas ranjang miliknya di kamar pria itu, lalu sedikit menjauh meregangkan otot tubuhnya.“Kamu marah?” Tanya Julian, dia memperhatikan Leira yang langsung menutup jendela agar udara malam tidak masuk ke dalam kamarnya, gadis itu jadi super sibuk, seharusnya dia menyiapkan segala persiapan untuk wisudanya, membuat Julian merasa bersalah.Padahal tubuh Julian tidak selemah yang Leira pikirkan, jika Leira min
Keesokan harinya. Tepatnya waktu menunjukan pukul lima pagi hari.Julian bangun lebih awal, karena dia sudah terlalu banyak tidur selama di rumah sakit, pria itu menjauhkan tubuh Liera yang berada di dekatnya, mematikan suara alarm dari ponselnya. pria itu terduduk dan meregangkan tubuhnya sebelum memulai aktivitas dari ini, perasaan dan tubuhnya pulih dengan cepat, dia tidak merasa sakit atau lemas, sepenuhnya merasa baik dan seperti biasanya.Pria itu tidak berjalan untuk membuka Jendela seperti hal biasa dirinya lakukan, dia tidak mau mengusik tidur dari little wifenya, sebaliknya Julian membuka koper yang hanya mereka letakkan di sudut ruangan dan lupa untuk membukanya, Julian membuka koper milik Liera karena mungkin saja ada pakaian yang gadis itu akan kenakan hari ini.Seperti suami lainnya, Julian menyiapkan kebutuhan Leira dan meletakkan di sofa, dia hampir lupa tentang hadiahnya, pria itu mengambil ponselnya dan menerima pesan jika Yuri sudah mengirim hadiah yang dirinya ingi