Share

4

"Pak saya sudah di rumah sakit, anak bapak ada diruangan mana ya? "Tanyaku pada Pak Dimas, kepala koki di restoranku.

"Oh baik pak. Saya kesana. "Ucapku dan beranjak dari lobby rumah sakit.

Sore ini aku menepati janji menjenguk anak Pak Dimas yang sudah satu minggu terbaring sakit. Sayangnya aku sendiri kesini. Bianca tak bisa menemaniku.

Aku menekan tombol di lift. Lantai 3.

Ting!

Aku keluar dari lift.

"Aulia. "Panggil seorang laki-laki yang membuatku menoleh.

Mas Abimana.

Lagi?!

"Hai. Ngapain disini mas? "Tanyaku basa-basi.

"Aku kerja disini Li. "Jawab Mas Abimana. Aku menatapnya badannya yang berbalut jas putih.

Oh jadi Mas Abimana itu seorang dokter.

"Dokter Abi. "Panggil seorang suster.

"Dipanggil profesor Wina di ruangannya. "Ujarnya saat sudah didepanku dan Mas Abimana.

"Ya terimakasih. Li, aku pergi dulu. "Pamit Mas Abimana dan kubalas dengan anggukan.

Aku kembali meneruskan langkahku ke ruangan anak Pak Dimas.

Mas Abi, kenapa kita ketemu terus?

tapi kurasa lebih baik daripada aku harus bertemu Satya. Membayangkannya membuatku bergidik.

...

"Aku pulaaaang. "Sapaku setelah membuka pintu rumah papa.

"Kok malem pulangnya? "Tanya papa dan memelukku. Pelukan papa masih sama hangatnya wallaupun kini semua terbagi.

"Aku ke dapur hari ini paa. "Jawabku dan mencomot roti di meja. Mami Sofia selalu menyetok makanan di rumah. Itu menjadi salah satu alasanku betah di rumah papa selain memang suasana rumahnya yang hangat.

Sebenarnya aku lebih dekat dengan papa sedari kecil. Mama terlalu sibuk dengan bisnisnya, dengan teman-temannya. Jika saat itu hak asuhku jatuh ke tangan papa mungkin aku lebih bahagia karena aku tak akan kehilangan figur papa sehari-hari.

"Mami mana? "Tanyaku tak melihat ibu tiri satu itu.

"Selena tadi rewel abis mandi sore. Jadi mamimu lagi di kamar sama Selena. "Jawab papa dan melanjutkan menonton TV.

Selena, adik kecilku itu benar-benar mewaris banyak gen papa sama sepertiku. Kami sangat mirip. Aku seperti menatap diriku sendiri di masa lalu saat melihat Selena.

Aku kembali ke kamar di lantai dua. Satu satunya kamar di lantai ini. Aku membersihkan badan baru mengecek ponselku.

Abimana : bagaimana dengan tawaranku?

Tawaran? Tawaran apa?

Aulialeen : tetap tidak. Aku tidak akan menghadiri pernikahan itu.

Abimana : yakin? Tidak menyesal?

Aku tak membalas pesan Abimana.

Kenapa dia terlalu peduli dengan urusanku dan mama? Kukira dia tak berurusan sama sekali.

Pintu terbuka. Aku sudah yakin ini mami Soia. Siapa lagi?

"Haiiii. "

Aku menoleh.

"Apasih miii. Belum tidur? "Tanyaku dan membiarkan Mami Sofia duduk di sofa di sebelah TV berdekatan dengan ranjangku.

"Gimana Satya? "Tanya Mami Sofia santai.

"Kenapa Satya? Sudah tidak ada hubungan antara aku sama dia. "Sergahku dan mencari lagi ponselku.

Ada beberapa pesan. Bukan Abimana tapi Abisatya ini.

Abisatya : Aul

Abisatya : Lia

Abisatya : Awlia

Apa apaan sih ini orang! Aku meblokir nomornya. Bodo amat dengan nanti dia akan jadi kakakku.

Wait... Jadi aku harus manggil dia mas gitu? Mas Abisatya. Idih ogah! Cukup Mas Abimana aja ya dia gak usah.

"Yakin? "Pertanyaan Mami Sofia membuyarkan fokusku dengan ponel.

"Yakinlah. Ngapain coba masih berhubungan dengan dia? "Tanyaku balik.

mami Sofia mengangguk. Kami membicarakan beberapa hal sebelum Mami Sofia membiarkanku untuk beristirahat.

...

Abimana's calling

Mas Abimana?

"Ya mas kenapa? "Tanyaku langsung.

Pasti masalah pernikahan mama.

"Kamu nanti siang ada acara? Aku mau makan siang di restoran kamu. "

"Ya makan siang aja mas. Gak perlu nunggu aku kan? "Tanyaku sewot.

Kudengar gelak tawa.

"Mas cuma pengen ngobrol sama kamu. "

Yailah apaan sih.

"Kalo yang mau mas omongin masalah pernikahan mama mending gak usah. Mas cuma buang-buang waktu. "

"Enggak mas gak akan ngomongin itu. "

"Yaudah nanti kalo mas udah sampe telepon aja aku. Nanti aku kebawah. "Pungkasku.

"Oke sampai ketemu nanti. "

Aku menutup telepon. Kembali membuat daftar belanja untuk besok. Selain bahan masakan segar aku setiap dua hari sekali harus memasok semuanya.

Aku mengeluarkan uang dari laci mejaku. Menghitungnya lalu menyerahkan pada yang bertugas berbelanja.

"Ini uangnya buat belanja besok. "

Dia mengangguk dan berpamitan keluar ruanganku.

Jam makan siang Mas Abimana benar-benar menelepon. Katanya sudah dilantai dua.

Aku keluar ruanganku yang berbatasan dengan ruang pelayan. Didepannya ada dapur.

Aku keluar dari pintu pembatas antara pengunjung dan bagian belakang.

"Ada apa? "Tanya Bianca saat melihat aku keluar.

"Pesenin aku makan ya. Di meja 20 lantai bawah. "Pintaku dan Bianca mengangguk.

Aku berjalan pelan ke lantai bawah. Restoran semakin ramai dengan jam makan siang yang akan usai.

"Mas Abimana. "Panggilku. Mas Abimana menoleh.

"Eh Aulia, udah beres diatas? "Tanyanya berbasa-basi.

Aku mengangguk dan duduk didepannya.

"Udah pesen mas? "Tanyaku dan dibalas anggukan.

"Mas kesini buat makan siang? Padahal cukup jauh dari tempat kerja mas loh. "Ucapku dan menatapnya. Mas Abimana juga menatapku.

Tolong Mas Abimana amat sangat tampan. Abisatya si kunyuk juga kalah banget sama dia. Kenapa aku dulu mau aja sih sama Satya rese itu?

"Kamu kenapa liatin mas kayak gitu Li? "

Aku tergagap. Bodoh Aulia bisa-bisanya kamu liatin Mas Abimana segitu lamanya!

"Ehm gak papa Mas Abimana. Maaf gak fokus aja. "Jawabku dan menunduk. Mas Abimana tersenyum kecil.

"Mas Abi aja. "

Aku mengangguk. Mas Abi...

"Oh iya kamu masih di rumah papamu? "Tanya Mas Abi membuatku mendongak menatap nya.

Mata abu-abu milik Mas Abi menatapku.

Kenapa ciptaanMu begitu tampan Ya Tuhan.

Author POV

Abimana menatap Aulia penuh perhatian. Aulia kembali terpaku sejenak sebelum menjawab pertanyaan Abimana.

"Masih mas, ada apa? "Tanya Aulia balik.

"Kamu gak capek? Cukup jauh loh perjalanan dari rumah papamu kesini. "Ujar Abimana tulus.

Abimana yang selalu bertengkar sejak kecil dengan Abisatya benar-benar merindukan seorang adik perempuan. Ditambah dia juga tidak pernah berdekatan dengan perempuan manapun. Dan dia tulus ingin mengenal Aulia lebih dalam. Tanpa dia tahu bahwa adiknya adalah mantan kekasih wanita didepannya.

"Ya gimana mas. Namanya juga kabur. "Jawab Aulia dengan cengiran tak bersalah.

Abimana tersenyum.

"Pulanglah Li, mama kangen banget sama kamu. "Bujuk Abimana.

Malam itu Rara ke rumah Fabian seraya menangis menceritakan Putri semata wayangnya ini. Tentang Aulia yang tak suka dia menikah, Aulia tak mau menghadiri pernikahannya dan memilih menghadiri ulang tahun mama ibu tirinya. Rara menangis lama dalam pelukan Fabian malam itu.

Abimana dan Abisatya tak bisa berbuat banyak. Apalagi Abisatya tak mau membantu Rara entah apa alasannya. Dan Abimana yang tidak tega melihat Rara membuatnya berada disituasi ini. Membujuk Aulia.

"Gimana ya mas. Aku capek kalo harus tengkar sama mama. Dan mama gak mau dengerin aku. "Jawab Aulia mencari alasan.

Pesanan keduanya datang.

Abimana menyantap makanan didepannya. Begitu juga Aulia.

"Biar mas deh yang ngomong ke mama. Tentang kamu yang sebenernya setuju mama menikah lagi. Mungkin mama ngerti. "Tawar Abimana. Aulia menatapnya ragu.

"Mas janji mama gak akan marah lagi. "Lanjut Abimana dan membalas tatapan Aulia.

Keduanya bertatapan cukup lama.

"Ehm aku masih betah mas sama papa. Lagipula aku enggak seharmoni itu kok sama mama. "Jawab Aulia dan memutus kontak mata diantara mereka.

Dua kali Abimana menghadapi keras kepala Aulia. Dan fakta baru dia dapat mengenai hubungan rara dan Aulia.

"Ayolah. Kamu mau mama sedih terus? Aku aja gak tega sama mama. Ibuku udah gak ada Li. Aku gak tega liat mama sedih terus. "Bujuk Abimana sekali lagi. Tak memperdulikan fakta itu.

Aulia menatap Abimana. Dia memainkan tangannya beberapa saat.

"Ya...yaudah aku nanti pulang. "

Yash! Abimana bersorak dalam hati.

"Mas jemput ya nanti. "

Aulia mengangguk. Abimana melanjutkan makan siangnya dan tersenyum.

Tidak sia-sia usahanya. Aulia mau pulang akhirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status