Share

Dosen cantik nan galak

"Bu, ayolah saya cuma telat lima menit, kok. Masa saya gak jadi bimbingan lagi," keluh seorang cowok yang berjalan di sebelah Raline. Sesekali ia memperbaiki letak tas ransel di bahunya yang melorot. Satu tangannya memeluk lembaran kertas yang tebal. Kakinya mengikuti irama high heels milik Raline. "Saya udah berusaha datang cepat Bu, cuma ya itu macet banget tadi tuh. Biasa Bu, penyakit Jakarta. Masa Ibu gak ngerti, sih."

"Bukan urusan saya." 

"Yah, Ibu!  Saya 'kan cuma telat lima menit terus ...." Cowok itu merapatkan bibir saat Raline menghentikan langkahnya.

Raline menatapnya datar. "Waktu saya berharga, bahkan sedetik berbicara dengan kamu seperti ini saja membuang waktu bagi saya. Jangan merengek seperti bocah, hubungi saya dan jadwalkan lagi bimbingannya."

Raline kembali melanjutkan langkahnya. Sementara cowok dibelakang sana sibuk mengumpat Dosen pembimbingnya itu.

"Kenapa lagi Bu mahasiswanya? Bermasalah lagi?"

Raline menghela napas sambil melirik jengah sosok pria berkemeja biru di sebelahnya. 

Manusia genit ini lagi, keluh batinnya.

"Ya begitulah, Pak." Bibir bersalut lipstik itu menyungging senyum hambar.

"Oh ya Bu, tadi saya beli dua tiket film bioskop, satunya buat teman saya. Tapi teman saya gak jadi datang nih. Kalo ibu mau, kita bisa datang berdua."

Raline tersenyum masam. Modus aja terus!

"Maaf, Pak. Saya gak bisa, udah ada janji."

"Oh, begitu ya. Bu Raline sekarang mau makan siang di kantin?"

"Nggak Pak, saya bawa bekal. " 

Raline tak berbohong, dia memang membawa bekal setiap harinya. Tinggal di Ibukota yang padat serta menyewa apartemen, telah ia jalani hampir sekitar lima tahun setelah ia meninggalkan kota kelahirannya, Bandung. Selama ini ia sudah belajar untuk hidup hemat serta mandiri, dengan membawa bekal contohnya. Apa lagi kepiawaiannya dalam memasak tidak bisa dianggap remeh. Raline menuruni keseharian sang Ibunda yang gemar memasak.

"Wah, masakan Bu Raline selalu enak tuh, saya boleh ikut makan gak?" 

Raline tersenyum lebar. "Eem ... gimana ya Pak, porsi makan saya cuma satu orang. Lagian Bapak kok gak ngajak pacar bapak, sih. Saya pernah dengar kalo Mbak Sasa jago masak loh. Eh, tapi kayaknya Mbak Sasa jangan di suruh masak deh ya, takut calon bayinya kenapa-kenapa, Pak." 

Wajah pria disebelah Raline seketika berubah muram. Bibirnya berderit lurus. Berbeda dengan Raline yang kini tersenyum lebar. 

"Saya duluan ya, Pak. Titip salam buat Mbak Sasanya." Raline melenggang pergi sambil tersenyum puas.

Menjadi Dosen berwajah menawan seperti Raline memang bukan hal yang mudah. Perlakuan seperti tadi bukan yang pertama bagi Raline, dia sering diajak berkencan dengan beberapa Dosen. Bahkan kalangan mahasiswa dengan jiwa berani pernah mengungkapkan perasan pada Raline. Sayangnya nama killer sudah tersematkan dibelakang namanya, sehingga dengan sekali tolakan para mahasiswa tak tau diri itu akan mundur dengan sendirinya.

Raline tahu, dirinya cantik dan menawan. Tapi sepertinya hanya satu pria yang mengatakan dirinya bocah. Pria tidak tahu diri itu. Sial sekali hidup Raline harus bertemu dengan pria seperti kakak Fino itu.

Raline menghela napas saat mengingat kembali rentetan kalimat hinaan Rana terhadapnya. Entah kenapa kalimat Rana seakan mengendap di otaknya.

Denting notifikasi di ponsel mengejutkannya. Raline mengeluarkan ponsel dari dalam saku blazernya. Ada pesan dari Dian.

Mama sayang

Alin, pekan depan pulang gak? Nanti Mama masakin rendang.

Raline

Liat nanti ya Ma, nanti Alin kabarin lagi.

Pesan Raline hanya tertera centang satu, sepertinya Dian sedang sibuk dengan laundry. Raline membuka pesan kedua dari Lisa.

Adek manja

Mbak, nanti sore jemput gue. Gue pulang telat, ada kuis.

Raline melirik jam di pergelangan tangannya, pukul dua siang. Masih ada waktu bersantai sebelum menjemput adik manjanya itu. Helaan napas keluar dari hidung mungil Raline. Bersegera ia melangkah menuju parkiran fakultas. Karena tidak ada kelas setelah istirahat, Raline memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Dia bisa menghabiskan bekal di apartemen sambil menikmati beberapa drama Korea yang baru ia d******d.

Raline mengangguk setuju dengan ide yang muncul di kepalanya. Ia hendak memasang seatbelt saat ponselnya berdering nyaring. Kali ini Raline mendapatkan panggilan suara dari sahabatnya. Nama Alan tertera di layar ponsel.

"Kenapa?"

"Lo di mana?"

"Kampuslah, kenapa?"

"Ngopi yuk!"

Raline terlihat berpikir sebentar. Tidak ada salahnya mengikuti ajakan sahabat sekaligus mantan pacarnya itu. Mungkin Raline bisa menikmati secangir latte untuk meredam suasana hatinya yang kurang baik saat ini. Dia bisa menonton drama Korea lain waktu.

"Oke, di tempat biasa, 'kan?"

"Iya. Mau gue jemput?"

"Oh gak usah, gue bawa mobil."

"Oke, kita ketemu disana."

"Sip."

Raline langsung mematikan panggilan tersebut. Ia memasukan ponselnya ke dalam tas sebelum menjejakan roda mobilnya keluar dari area parkir fakultas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status