Magani tidak pandai dengan anak-anak, dia anak tunggal sebelum Javis masuk ke dalam keluarganya. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga Maga biasa ditinggal bersama dengan pengasuhnya, Maga juga tidak jago bersosialisasi, dia biasanya hanya ikut kemanapun ibunya pergi maka dari itu dia berakhir berteman dengan Janu. Maga jarang berbicara, dia biasanya hanya menjadi seorang pengamat seperti ayahnya tapi jika sudah dekat terkadang dia jauh lebih cerewet seperti ibunya.
Ketika Janu memperkenalkan Alba, ada rasa canggung yang tercipta. Maga mengambil jarak cukup jauh pada Alba. Bukan karena dia membenci anak itu, hanya saja dia memang tidak bisa begitu saja akrab dengan anak-anak, dia banyak berpikir seperti topik apa yang harus dibicarakan dengan seorang anak usia 4 tahun? Bertanya apakah anak itu sudah makan atau belum rasanya terlalu dasar sehingga dia berakhir tidaka mengajak Alba mengobrol.
Beberapa kali Maga menjaga Alba tapi tidak sendirian, dia selalu mengajak Alba ke tempat Yuwa atau beberapa kali dia mengajak Alba ke tempat Theo. Bagi Magani, teman-temannya yang lain sangat mahir mengajak Alba mengobrol bahkan adiknya Javis, bisa sangat akrab dengan Alba mereka berdua bahkan sudah menciptakan tos persahabatan. Sadam dan Rain termasuk orang-orang yang gampang akrab dengan Alba, sedangkan Maga masih berpikir topik apa yang harus dia bawa untuk mengajak Alba bicara. Dia tidak terlalu mengikuti perkembangan anak-anak, seperti lagu yang sedang hype di kalangan anak-anak seusia Alba atau mainan. Jadi dia berakhir hanya diam saja dan Alba juga tidak banyak bicara ketika bersamanya.
Namun hari ini, dia tiba-tiba membaca pesan di grup kalau pengasuh Alba masuk Rumah Sakit semalam sedangkan Janu akan pergi ke luar kota selama 4 hari karena urusan pekerjaan. Yuwa sedang tidak bisa mengajukan diri karena dia berada di luar kota sejak 3 hari lalu, dia sedang mengikuti pelatihan merangkai bunga. Sadam ada syuting sehingga dia tidak mungkin mengajak Alba, dia tidak tega membiarkan Alba diam di mobil selama dia bekerja sedangkan syuting bisa memakan waktu lama. Rainer sedang tidak di Indonesia, dia sedang berada di Malaysia sampai minggu depan. Theo juga sama sibuknya, lagipula jarak kosan Theo terlalu jauh dengan TK Alba.
Sadam : Jangan di kosan kak Theo, bau naga kosannya.
Begitu kata Sadam di grup yang kemudian dijawab menggunakan Voice Note makian oleh Theo.
Javis sedang ada di Dorm untuk pelatihan. Satu-satunya orang yang sedang tidak sibuk adalah Maga, sudah dua hari ini tokonya tutup karena ada sedikit renovasi yang memakan waktu seminggu. Selama itu yang dia lakukan hanya diam di apartemen dan melakukan aktivitas tidur siang serta melamun. Menimbang, akhirnya dia memberanikan diri membalas pesan Janu di grup.
Janu : Apa aku tanya ibuku ya?
Kak Yuwa : Loh, kalo gitu nanti Alba libur sekolah dong? Dia baru masuk seminggu loh Nu.
Maga : Aku aja.
Sontak teman-teman lainnya memberikan komentar, bahkan Theo dan Javis yang jarang sekali berkomentar di grup tiba-tiba muncul membalas pesan. Mereka terkejut karena Maga mengajukan dirinya untuk mengasuh Alba. Bukan karena mereka pikir Maga malas, tetapi mereka tahu benar bagaimana Alba dan Maga. Keduanya begitu canggung.
Janu : Seriusan Kak? Yakin kakak bisa?
Magani membaca pesan itu, cukup lama sampai akhirnya dia membalas.
Maga : Jam berapa pulangnya, Alba?
Maka sudah diputuskan kalau Alba akan bersama dia selama Janu berada di luar kota.
Ada rasa khawatir sedikit dari diri Maga untuk menjaga Alba selama beberapa hari, selain karena dia tidak bisa memilih topik percakapan, dia juga takut oranglain memandangnya buruk. Seperti siang ini, dia akhirnya pergi ke sekolah Alba untuk menjemput. Janu sudah memberitahu ibu wali kelas Alba kalau Alba akan dijemput oleh salah satu pamannya, dengan penuh kekhawatiran takut-takut sekolah tidak menyerahkan putrinya pada Maga dan berpikir Maga adalah salah satu komplotan penculik, Janu sampai mengirimkan foto Maga pada ibu wali kelas Alba.
Maga keluar dari mobil dan berjalan dari parkiran menuju ruang tunggu orangtua. Ada perasaan gelisah serta tidak nyaman ketika semua mata tertuju padanya. Siang ini dia mengenakan celana jeans panjang, boots hitam dan kaos hitam polos. Dia juga memakai topi hitam serta masker, sayangnya dia tidak membawa hoodie karena tertinggal diatas tempat tidur, saking gugupnya untuk menjemput Alba dia tidak memperhatikan hal itu. Alhasil, tatonya terpampang jelas, begitu juga dengan piercing di telinga dan bibirnya. Dengan canggung, Maga melihat sekitar mencari tempat yang kosong, sialnya tidak ada satupun yang kosong semuanya hampir penuh. Selain orangtua beberapa pengasuh juga berada disana, semua mata benar-benar memperhatikannya, penampilannya yang serba hitam terlihat sangat mencolok disana.
Maga duduk disebelah salah satu pengasuh, dia tahu karena baju yang dipakai wanita paruh baya disampingnya sama persis dengan baju seragam milik pengasuh Alba. Dia bisa merasakan beberapa orang mulai berbisik, mungkin menebak siapa dia, atau mungkin mulai sibuk menilai bagaimana penampilannya.
Maga menghela napas.
Seharusnya dia sudah merasa terbiasa dengan hal itu, setelah dia memutuskan menjadi seorang tattoo artist dan mulai memberikan sentuhan tato di beberapa bagian tubuhnya orang-orang memandangnya secara berbeda. Ketika dia pertama kali pulang dengan keadaan seperti ini hanya orangtuanya dan orangtua Janu yang menganggapnya biasa saja, seperti tidak ada perubahan besar padanya. Sedangkan para tetangga mulai bergosip, iseng Maga pernah bertanya pada ibu dan ayahnya apa tanggapan mereka begitupula dengan Javis mereka hanya menjawab.
“Bagus kok, cuma ibu gak suka tato mawarnya ya yah?” Ucap ibu sambil menoleh pada ayah.
“Iya, coba itu artinya apa kalau tato mawar begitu?”
Pertanyaan yang membuat Maga semakin terheran-heran padahal kedua orangtuanya adalah seorang dosen yang disegani, untuk ukuran orang Indonesia tanggapan mereka membuat Maga sedikit lega. Hanya saja terkadang omongan saudara-saudara kepada ibu dan ayahnya membuat Maga merasa bersalah, suatu kali dia pernah memergoki ibunya menangis karena tantenya berkata malu setiap kali Maga muncul di acara keluarga, saat itu Javis belum memiliki tato juga sehingga hanya Maga yang selalu dikomentari habis-habisan. Maga bertanya pada ibunya apakah dia harus menghapus tatonya dan memilih pekerjaan yang layak, ibunya berkata “Loh? Kakak kerjaannya sudah layak, kerjaan kakak ini termasuk halal, kenapa mesti dipikirkan? Ibu nangis cuma karena sedih saja mereka tidak bisa melihat dari sisi seni dimana tato juga termasuk di dalamnya, sama seperti pelukis, kakak ‘kan membuat seni yang indah.”
Maga memeluk ibunya dan menangis, meminta maaf kalau pilihannya membuat ibunya terluka. Setelah Javis memenangkan kejuaraan dan meminta dibuatkan tato pada Maga, Maga memperingatkan kalau Javis harus meminta izin pada orangtua mereka dulu. Maga tidak ingin kejadiannya terulang, mungkin ibu dan ayahnya sedikit kecewa namun tidak bisa mengungkapkannya.
“Buat saja, itu hak adek kalau mau pakai tato.” Kata ayahnya ketika Javis bertanya.
Maka ketika dua orang anak mereka sudah penuh tato di beberapa bagian tubuhnya para saudara semakin menjadi sedangkan ibu dan ayah tidak peduli.
“Yang penting kakak sama adek gak minta-minta sama mereka, kakak sama adek punya hak dan mereka gak bisa menentukan hidup kalian. Asal jangan lupa kewajiban kalian masing-masing saja ya.” Ucap ayahnya.
Diam-diam Maga bersyukur memiliki orangtua yang seperti itu, yang terkadang membuat Theo iri setengah mati karena Maga dan Javis bisa memilih jalan mereka masing-masing.
Maga kemudian tersadar bahwa sejak tadi kepalanya asik memikirkan masa lalu sehingga tidak terasa bel pulang telah berbunyi, anak-anak kecil berlarian ketika pintu kelas-kelas mereka dibuka. Maga sedikit terkejut, mereka semua hampir terlihat sama dia jadi khawatir tidak bisa menemukan Alba. Mencari, mencari, tiba-tiba sebuah tangan kecil menggenggam tangannya. Dia menunduk dan mendapati Alba menatapnya.
“Eh, gak keliatan,” Ujar Maga, canggung.
“Ibu guru bilang, paman Maga jemput.” Alba berkata, Maga berjongkok di depan Alba memperhatikan wajah anak itu, mata berwarna birunya sangat kontras dengan rambut hitam pekat kuncir dua itu. Maga mengambil tas Alba dan membawanya, menggenggam tangan anak itu erat.
“Tinggal sama paman dulu ya, Dad lagi ke luar kota ada pekerjaan.”
Alba berjalan disebelah Maga.
“Lama tidak?”
“Kayanya gitu, Alba gak apa-apa sama paman?”
Alba terdiam, kemudian mengangguk. Maga bisa merasakan anggukan itu hanya dari genggaman tangan.
“Maaf ya, paman tidak bawa jaket, orang-orang jadi ngeliatin Alba.”
Alba kemudian berhenti berjalan membuat Maga sedikit terkejut, Maga menoleh dan mendapati Alba sedang celingukan mengamati sekitar.
“Kenapa memangnya?” Tanya Alba.
Dengan sedikit canggung, Maga akhirnya berjongkok lagi di depan Alba. “Ini,” Dia menunjuk tatonya. “Buat orang-orang ini menyeramkan, mereka pikir cuma orang jahat yang punya ini.”
Wajah Alba kemudian berubah, Maga bisa melihat kerutan disekitar dahinya, gadis kecil itu tengah berpikir.
“Tapi ini cantik,” Ujarnya, menunjuk salah satu tato Maga. “Gambarnya paman Maga cantik, indah.”
Maga terdiam, dia menatap Alba yang tengah berbicara. Bocah kecil itu mengatakannya dengan tulus, menunjuk salah satu tatonya dan berkata bahwa itu terlihat cantik.
“Paman Maga baik, tidak seram, tidak jahat.”
Dan kata-kata itu sukses membuat Maga hampir menangis, dia tersenyum, berusaha menahan rasa yang tidak dia mengerti tengah bergejolak di dalam dadanya. Dia mengelus puncak kepala Alba dan menggendong bocah itu.
“Mau makan siang diluar gak? Paman gak masak.”
Alba mengangguk, “Hokben ya.”
Hari itu, Maga tahu bahwa tidak perlu ada topik pembicaraan yang spesifik ketika berbicara dengan anak kecil berusia 4 tahun. Apapun bisa menjadi topik yang menyenangkan, mereka bahkan bisa menghargai sesuatu lebih dari orang dewasa.
Ini sudah hari ke 4 Alba tinggal bersama Maga. Kecanggungan mereka berdua sudah tidak terlihat lagi, ucapan Alba yang tulus membuat Maga merasa nyaman, dia menjadi mengerti bahwa bicara dengan anak-anak tidak membutuhkan banyak effort. Selera makan Maga dan Alba juga mirip, mereka hampir memilih menu yang sama di Hokben, bahkan dessert juga. Ketika pertama kali pulang dan harus memandikan Alba, disitu Maga sedikit canggung bagaimanapun Alba adalah anak perempuan takut-takut dia salah atau membuat si kecil Alba malu tapi pada akhirnya dia bisa melalui itu semua. Alba juga tidak merepotkan, anak itu pandai bermain sendiri sehingga Maga memiliki banyak waktu untuk mendesain beberapa tato yang sudah dipesan oleh pelanggannya.Melihat bagaimana Alba bersikap, Maga seperti melihat dirinya sendiri. Karena kedua orangtuanya sibuk bekerja, Maga diharuskan tinggal bersama pengasuh terkadang tinggal bersama tetangga karena satu dan lain hal, tanpa sadar dia membuat dir
Hari ini Alba sangat bersemangat, sejak pagi dia sudah sangat ceria. Ketika Maga memandikannya dia terus berceloteh mengenai banyak hal, dia bercerita apa yang dia tonton kemarin meskipun Maga ada disampingnya dan menonton hal yang sama. Dia juga kembali menceritakan apa yang dia lakukan bersama Nina yang tentu saja sudah sangat Maga hapal, Maga sendiri sedang menebak-nebak mengapa anak ini sangat penuh semangat dan terus mengulang hal yang sudah Maga tahu.Maga mengeringkan rambut Alba dan menyisirnya ketika anak itu tengah memilih hiasan rambut. Hiasan rambut itu mereka beli kemarin ketika pemadaman listrik berlangsung di tempat Maga, karena panas dan juga bosan akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan-jalan ke Mall dan berakhir menghabiskan waktu di toko aksesoris anak-anak.“Mau pakai warna purple.”“Ungu,”“Iya, ungu!”Maga memakaikan jepitan pita berwarna ungu itu di rambut Alba, sedikit miring karena Maga
Ini hari kedua setelah Janu pulang dan Alba kembali bersamanya, sejak hari pertama Alba tidak berhenti membicarakan bagaimana dia memiliki teman baru. Namanya, Nina. Nina memberikannya boneka kecil di hari pertama mereka memutuskan untuk menjadi teman, Nina sudah tidak memiliki ibu dan tinggal bersama neneknya. Dia hanya diantar oleh supir dan pengasuhnya ketika bersekolah, Nina punya seorang kakak laki-laki. Sudah. Tidak ada lagi informasi mengenai Nina yang Janu dapatkan. Alba juga tidak menceritakan teman lain selain Nina hingga Janu merasa janggal. Janu hendak bertanya pada Maga tetapi pemuda itu sudah mulai membuka toko tatonya dan sepertinya sudah memiliki banyak jadwal yang penuh.Hari minggu kali ini, Janu sudah merencanakan banyak kegiatan bersama Alba tapi ketika dia baru selesai bersiap-siap Alba menghampirinya dengan terbatuk-batuk, wajah anak itu memerah. Janu menyambutnya dengan pelukan dan menggendong anak itu, tubuhnya agak panas. Jadi, Janu menelepon pengasuh
Janu mengecek ponselnya berkali-kali, tidak ada kabar dari Sadam. Hari ini Sadam mendapat giliran menjaga Alba setelah dua hari terakhir Janu dan Yuwa serta yang lainnya bergantian menjaga bocah itu, hari ini Sadam meminta hanya dia seorang diri yang menjaga si kecil. Bukan Janu tidak percaya pada Sadam, hanya saja dia itu bintang terkenal di Indonesia. Seluruh negeri tahu siapa dia, Janu hanya takut kehadiran Sadam di Rumah Sakit menjadi keributan kecil tersendiri, bisa-bisa karena penggemarnya yang kebanyakan ibu-ibu atau bahkan para perawat ingin berfoto dengan Sadam ruang rawat Alba menjadi ricuh.Janu menghela napas. Mengecek sekali lagi ke ponselnya, dia kini mengalihkan pandangannya ke depan, dia sedang mengikuti meeting untuk project baru, tidak bisa mendapat izin begitu saja hanya karena anak sakit. Pekerjaannya memiliki waktu fleksibel, tapi tidak ada alasan ketika sebuah project baru dikeluarkan. Bosnya sudah meminta maaf mengenai hal ini, d
Alba sudah diperbolehkan pulang ke rumah hari ini oleh dokternya, panasnya sudah turun dan dia terlihat jauh lebih baik. Darahnya sudah diambil untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut dan juga si kecil Alba sudah menjalani segala prosedur untuk mengecek kesehatannya, yang harus dilakukan sekarang adalah menunggu. Janu berharap tidak ada berita menyedihkan mengenai kondisi Alba, setidaknya dia ingin Alba sehat.Hari ini, selain Janu, Maga juga menemani karena yang lain sedang tidak bisa datang mengantar Alba pulang. Magani membawakan boneka beruang baru untuk Alba, si kecil berjingkrak kegirangan dan memeluk boneka itu dengan erat.“Ayo pulang!” Pekik Alba penuh semangat.Di perjalanan Alba tidak berhenti mengoceh mengenai bagaimana dia sangat bersemangat dan menantikan untuk kembali bersekolah. Dia terus bercerita tentang Nina, cerita yang sudah Janu dan Magani dengar berulang kali. Tapi tetap, keduanya masih merespon cerita itu penuh antusias sehin
Rainer membaca pesan-pesan di grup Whatsapp, akhir-akhir ini grup itu sangat ramai sekali dengan berbagai banyak pesan masuk mengenai keseharian mereka dengan si kecil Alba. Entah Janu ataupun Yuwa, mereka seakan berlomba-lomba untuk menghabiskan waktu dengan bocah itu. Bukannya Rainer tidak menyukai Alba, bukan juga tidak menyukai kehadiran bocah itu tetapi grup hanya membahas bagaimana keseharian Alba. Alba inilah, Alba itulah, semuanya tentang bocah itu. Sebenarnya cukup bagus, karena sesungguhnya grup itu biasanya sangat sepi, beberapa kali hanya Janu yang membagikan jadwal tur artis di agensinya atau membagikan tiket gratis untuk konser. Terkadang Magani juga mengirimkan foto tato yang baru saja dia buat dan yang lainnya hanya menanggapi sekedarnya saja, tidak ada yang lebih, tapi akhir-akhir ini semuanya bahkan mengecek bagaimana keadaan masing-masing.Mengejutkan, tapi ke arah yang baik dan itu bagus.Menyimpan ponselnya ke dalam saku, Rainer menatap jalanan di
Matahari sangat terik hari ini, ketika pria tinggi itu keluar dari mobil dia bisa merasakan sengatan yang membuat seluruh kulitnya nyeri, kembali masuk ke dalam mobil dia mencari sesuatu di belakang mobilnya. Ketemu. Ruang tunggu di sekolah Alba tampak penuh hari ini, mungkin karena ini adalah hari terakhir sekolah sebelum akhir pekan jadi hampir semua orangtua hadir untuk menjemput anak-anaknya, semua mata sedang tertuju pada satu orang sekarang, seorang pria dengan celana bahan berwarna hitam, sendal jepit hitam, dan kaos V neck putih tangan panjang serta payung hitam lengkap dengan kacamata hitam plus masker berwarna putih yang menutup wajahnya. Penampilan aneh yang super mencolok itu berhasil membuat semua orang yang berada disana penasaran siapakah dirinya, apakah dia adalah salah satu orangtua murid? Sadam berdehem, merasa apa yang dia kenakan sudah cukup untuk membuatnya terlihat normal dan tidak menarik perhatian. Dia mencari tempat duduk kosong namun tidak m
Alba keluar dari ruang kelasnya, matanya berkeliling mencari sosok seseorang di tengah banyaknya orang yang berlalu lalang, keningnya berkerut karena dia tidak menemukan sosok itu diantara para orang dewasa.“Hey,” Seseorang kemudian mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi dan Alba tahu siapa itu, hanya satu orang yang sering menggendongnye ketika bertemu.“Paman Yuwa!” Pekiknya, mendapati wajah tampan Yuwa tepat di hadapannya. “Kok paman Yuwa yang ada disini? Kata Dad paman Sadam jemput Alba?” Alba memegang wajah Yuwa dengan kedua tangannya, dia senang dengan wangi yang dikeluarkan dari tubuh pamannya yang satu ini.“Paman Sadam ada syuting hari ini, dan dia lupa.” Yuwa menjawab pertanyaan si kecil sambil berjalan sesekali dia sedikit membungkuk karena beberapa orangtua murid atau para pengasuh mereka mengenalnya. Ya, Yuwa sering mengantar, menunggui dan menjemput Alba sama seperti Magani dia cukup dikenal.Alba