Share

BAB 7

Penulis: mapoeri
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-07 09:02:25

Magani tidak pandai dengan anak-anak, dia anak tunggal sebelum Javis masuk ke dalam keluarganya. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga Maga biasa ditinggal bersama dengan pengasuhnya, Maga juga tidak jago bersosialisasi, dia biasanya hanya ikut kemanapun ibunya pergi maka dari itu dia berakhir berteman dengan Janu. Maga jarang berbicara, dia biasanya hanya menjadi seorang pengamat seperti ayahnya tapi jika sudah dekat terkadang dia jauh lebih cerewet seperti ibunya.

Ketika Janu memperkenalkan Alba, ada rasa canggung yang tercipta. Maga mengambil jarak cukup jauh pada Alba. Bukan karena dia membenci anak itu, hanya saja dia memang tidak bisa begitu saja akrab dengan anak-anak, dia banyak berpikir seperti topik apa yang harus dibicarakan dengan seorang anak usia 4 tahun? Bertanya apakah anak itu sudah makan atau belum rasanya terlalu dasar sehingga dia berakhir tidaka mengajak Alba mengobrol.

Beberapa kali Maga menjaga Alba tapi tidak sendirian, dia selalu mengajak Alba ke tempat Yuwa atau beberapa kali dia mengajak Alba ke tempat Theo. Bagi Magani, teman-temannya yang lain sangat mahir mengajak Alba mengobrol bahkan adiknya Javis, bisa sangat akrab dengan Alba mereka berdua bahkan sudah menciptakan tos persahabatan. Sadam dan Rain termasuk orang-orang yang gampang akrab dengan Alba, sedangkan Maga masih berpikir topik apa yang harus dia bawa untuk mengajak Alba bicara. Dia tidak terlalu mengikuti perkembangan anak-anak, seperti lagu yang sedang hype di kalangan anak-anak seusia Alba atau mainan. Jadi dia berakhir hanya diam saja dan Alba juga tidak banyak bicara ketika bersamanya.

Namun hari ini, dia tiba-tiba membaca pesan di grup kalau pengasuh Alba masuk Rumah Sakit semalam sedangkan Janu akan pergi ke luar kota selama 4 hari karena urusan pekerjaan. Yuwa sedang tidak bisa mengajukan diri karena dia berada di luar kota sejak 3 hari lalu, dia sedang mengikuti pelatihan merangkai bunga. Sadam ada syuting sehingga dia tidak mungkin mengajak Alba, dia tidak tega membiarkan Alba diam di mobil selama dia bekerja sedangkan syuting bisa memakan waktu lama. Rainer sedang tidak di Indonesia, dia sedang berada di Malaysia sampai minggu depan. Theo juga sama sibuknya, lagipula jarak kosan Theo terlalu jauh dengan TK Alba.

Sadam : Jangan di kosan kak Theo, bau naga kosannya.

Begitu kata Sadam di grup yang kemudian dijawab menggunakan Voice Note makian oleh Theo.

Javis sedang ada di Dorm untuk pelatihan. Satu-satunya orang yang sedang tidak sibuk adalah Maga, sudah dua hari ini tokonya tutup karena ada sedikit renovasi yang memakan waktu seminggu. Selama itu yang dia lakukan hanya diam di apartemen dan melakukan aktivitas tidur siang serta melamun. Menimbang, akhirnya dia memberanikan diri membalas pesan Janu di grup.

Janu : Apa aku tanya ibuku ya?

Kak Yuwa : Loh, kalo gitu nanti Alba libur sekolah dong? Dia baru masuk seminggu loh Nu.

Maga : Aku aja.

Sontak teman-teman lainnya memberikan komentar, bahkan Theo dan Javis yang jarang sekali berkomentar di grup tiba-tiba muncul membalas pesan. Mereka terkejut karena Maga mengajukan dirinya untuk mengasuh Alba. Bukan karena mereka pikir Maga malas, tetapi mereka tahu benar bagaimana Alba dan Maga. Keduanya begitu canggung.

Janu : Seriusan Kak? Yakin kakak bisa?

Magani membaca pesan itu, cukup lama sampai akhirnya dia membalas.

Maga : Jam berapa pulangnya, Alba?

Maka sudah diputuskan kalau Alba akan bersama dia selama Janu berada di luar kota.

Ada rasa khawatir sedikit dari diri Maga untuk menjaga Alba selama beberapa hari, selain karena dia tidak bisa memilih topik percakapan, dia juga takut oranglain memandangnya buruk. Seperti siang ini, dia akhirnya pergi ke sekolah Alba untuk menjemput. Janu sudah memberitahu ibu wali kelas Alba kalau Alba akan dijemput oleh salah satu pamannya, dengan penuh kekhawatiran takut-takut sekolah tidak menyerahkan putrinya pada Maga dan berpikir Maga adalah salah satu komplotan penculik, Janu sampai mengirimkan foto Maga pada ibu wali kelas Alba.

Maga keluar dari mobil dan berjalan dari parkiran menuju ruang tunggu orangtua. Ada perasaan gelisah serta tidak nyaman ketika semua mata tertuju padanya. Siang ini dia mengenakan celana jeans panjang, boots hitam dan kaos hitam polos. Dia juga memakai topi hitam serta masker, sayangnya dia tidak membawa hoodie karena tertinggal diatas tempat tidur, saking gugupnya untuk menjemput Alba dia tidak memperhatikan hal itu. Alhasil, tatonya terpampang jelas, begitu juga dengan piercing di telinga dan bibirnya. Dengan canggung, Maga melihat sekitar mencari tempat yang kosong, sialnya tidak ada satupun yang kosong semuanya hampir penuh. Selain orangtua beberapa pengasuh juga berada disana, semua mata benar-benar memperhatikannya, penampilannya yang serba hitam terlihat sangat mencolok disana.

Maga duduk disebelah salah satu pengasuh, dia tahu karena baju yang dipakai wanita paruh baya disampingnya sama persis dengan baju seragam milik pengasuh Alba. Dia bisa merasakan beberapa orang mulai berbisik, mungkin menebak siapa dia, atau mungkin mulai sibuk menilai bagaimana penampilannya.

Maga menghela napas.

Seharusnya dia sudah merasa terbiasa dengan hal itu, setelah dia memutuskan menjadi seorang tattoo artist dan mulai memberikan sentuhan tato di beberapa bagian tubuhnya orang-orang memandangnya secara berbeda. Ketika dia pertama kali pulang dengan keadaan seperti ini hanya orangtuanya dan orangtua Janu yang menganggapnya biasa saja, seperti tidak ada perubahan besar padanya. Sedangkan para tetangga mulai bergosip, iseng Maga pernah bertanya pada ibu dan ayahnya apa tanggapan mereka begitupula dengan Javis mereka hanya menjawab.

“Bagus kok, cuma ibu gak suka tato mawarnya ya yah?” Ucap ibu sambil menoleh pada ayah.

“Iya, coba itu artinya apa kalau tato mawar begitu?”

Pertanyaan yang membuat Maga semakin terheran-heran padahal kedua orangtuanya adalah seorang dosen yang disegani, untuk ukuran orang Indonesia tanggapan mereka membuat Maga sedikit lega. Hanya saja terkadang omongan saudara-saudara kepada ibu dan ayahnya membuat Maga merasa bersalah, suatu kali dia pernah memergoki ibunya menangis karena tantenya berkata malu setiap kali Maga muncul di acara keluarga, saat itu Javis belum memiliki tato juga sehingga hanya Maga yang selalu dikomentari habis-habisan. Maga bertanya pada ibunya apakah dia harus menghapus tatonya dan memilih pekerjaan yang layak, ibunya berkata “Loh? Kakak kerjaannya sudah layak, kerjaan kakak ini termasuk halal, kenapa mesti dipikirkan? Ibu nangis cuma karena sedih saja mereka tidak bisa melihat dari sisi seni dimana tato juga termasuk di dalamnya, sama seperti pelukis, kakak ‘kan membuat seni yang indah.”

Maga memeluk ibunya dan menangis, meminta maaf kalau pilihannya membuat ibunya terluka. Setelah Javis memenangkan kejuaraan dan meminta dibuatkan tato pada Maga, Maga memperingatkan kalau Javis harus meminta izin pada orangtua mereka dulu. Maga tidak ingin kejadiannya terulang, mungkin ibu dan ayahnya sedikit kecewa namun tidak bisa mengungkapkannya.

“Buat saja, itu hak adek kalau mau pakai tato.” Kata ayahnya ketika Javis bertanya.

Maka ketika dua orang anak mereka sudah penuh tato di beberapa bagian tubuhnya para saudara semakin menjadi sedangkan ibu dan ayah tidak peduli.

“Yang penting kakak sama adek gak minta-minta sama mereka, kakak sama adek punya hak dan mereka gak bisa menentukan hidup kalian. Asal jangan lupa kewajiban kalian masing-masing saja ya.” Ucap ayahnya.

Diam-diam Maga bersyukur memiliki orangtua yang seperti itu, yang terkadang membuat Theo iri setengah mati karena Maga dan Javis bisa memilih jalan mereka masing-masing.

Maga kemudian tersadar bahwa sejak tadi kepalanya asik memikirkan masa lalu sehingga tidak terasa bel pulang telah berbunyi, anak-anak kecil berlarian ketika pintu kelas-kelas mereka dibuka. Maga sedikit terkejut, mereka semua hampir terlihat sama dia jadi khawatir tidak bisa menemukan Alba. Mencari, mencari, tiba-tiba sebuah tangan kecil menggenggam tangannya. Dia menunduk dan mendapati Alba menatapnya.

“Eh, gak keliatan,” Ujar Maga, canggung.

“Ibu guru bilang, paman Maga jemput.” Alba berkata, Maga berjongkok di depan Alba memperhatikan wajah anak itu, mata berwarna birunya sangat kontras dengan rambut hitam pekat kuncir dua itu. Maga mengambil tas Alba dan membawanya, menggenggam tangan anak itu erat.

“Tinggal sama paman dulu ya, Dad lagi ke luar kota ada pekerjaan.”

Alba berjalan disebelah Maga.

“Lama tidak?”

“Kayanya gitu, Alba gak apa-apa sama paman?”

Alba terdiam, kemudian mengangguk. Maga bisa merasakan anggukan itu hanya dari genggaman tangan.

“Maaf ya, paman tidak bawa jaket, orang-orang jadi ngeliatin Alba.”

Alba kemudian berhenti berjalan membuat Maga sedikit terkejut, Maga menoleh dan mendapati Alba sedang celingukan mengamati sekitar.

“Kenapa memangnya?” Tanya Alba.

Dengan sedikit canggung, Maga akhirnya berjongkok lagi di depan Alba. “Ini,” Dia menunjuk tatonya. “Buat orang-orang ini menyeramkan, mereka pikir cuma orang jahat yang punya ini.”

Wajah Alba kemudian berubah, Maga bisa melihat kerutan disekitar dahinya, gadis kecil itu tengah berpikir.

“Tapi ini cantik,” Ujarnya, menunjuk salah satu tato Maga. “Gambarnya paman Maga cantik, indah.”

Maga terdiam, dia menatap Alba yang tengah berbicara. Bocah kecil itu mengatakannya dengan tulus, menunjuk salah satu tatonya dan berkata bahwa itu terlihat cantik.

“Paman Maga baik, tidak seram, tidak jahat.”

Dan kata-kata itu sukses membuat Maga hampir menangis, dia tersenyum, berusaha menahan rasa yang tidak dia mengerti tengah bergejolak di dalam dadanya. Dia mengelus puncak kepala Alba dan menggendong bocah itu.

“Mau makan siang diluar gak? Paman gak masak.”

Alba mengangguk, “Hokben ya.”

Hari itu, Maga tahu bahwa tidak perlu ada topik pembicaraan yang spesifik ketika berbicara dengan anak kecil berusia 4 tahun. Apapun bisa menjadi topik yang menyenangkan, mereka bahkan bisa menghargai sesuatu lebih dari orang dewasa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Precious Baby   END

    Geya sedang sibuk memilih baju dari lemari. Hari ini adalah hari yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya setelah perpisahannya dengan mantan suaminya dulu. Dia berpikir mungkin akan berakhir sendirian sampai tutup usia. Jika berpikir pertemuannya dengan Janu sampai orang itu mengira dia adalah tukang bully sampai mereka bertemu lagi di Rumah Sakit, kalau dipikir lagi jodoh itu memang selucu itu. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya semuanya akan menjadi sejauh ini, dia dan Janu. Dia tidak pernah berpikir kalau kedekatannya dengan Alba akan membawa perasaan lain pada ayah si bocah. Janu yang sejak awal memang tidak berniat untuk mendekatinya malah juga ikut jatuh hati padanya. Dia memilih baju terusan berwarna abu-abu dengan corak goresan berbentuk bunga, mengecek lagi penampilannya di kaca dia sudah begitu yakin semuanya terlihat baik, tidak terlalu berlebihan. Dia keluar dan mendapati Janu serta Alba sudah berdiri di teras, menunggunya. Ketika dia berjalan mendekati mereka

  • My Precious Baby   BAB 56

    Ini sudah dua minggu semenjak Diraya akhirnya keluar dari rumah milik Yara, ketika Yara memintanya untuk bercerai hari itu juga dia keluar dari rumah. Yara tidak mengusirnya karena sejak awal pembelian rumah itu atas nama Diraya, rumah itu hak Diraya tapi dia terlalu malu bahkan untuk mengakui bahwa rumah itu miliknya. Dia merasa tidak pantas. Memang. Dia tidak pantas untuk mengakui kalau rumah itu miliknya, itu dibeli dengan uang Yara, dan kini setelah si pemilik memintanya untuk pergi dia harus tahu diri kalau itu juga termasuk dengan meninggalkan apa yang sudah dia berikan. Yara sudah meneleponnya beberapa kali, menanyakan mengapa dia tidak datang ke tempat kerja. Tapi dia sudah begitu malu. Dia datang ke tempat Geya dan tanpa malu menanyakan kemana kesetiaan Geya terhadapnya ketika sejak awal dialah yang telah berkhianat. Dia merasa semua orang menjauhinya sekarang atau mungkin sejak awal memang tidak ada yang ada disisinya selain Geya? Suara ketukan mengejutkannya ketika dia

  • My Precious Baby   BAB 55

    Alba menatap mata berwarna hitam pekat di depannya, keningnya berkerut dan wajahnya mengeras. Dia berusaha untuk menahan airmata yang sebentar lagi mungkin akan jatuh karena matanya sudah begitu berair dan perih. Dan akhirnya dia mengedip, “AAAAAK!” Pekiknya, bocah berusia satu tahun di depannya tergelak, tertawa melihat kelakuannya. “Ngapain sih Ba? Pasti main adu kedip sama Kai ya?” Seorang wanita keluar membawa satu mangkok MPASI untuk Kaivan, Ginel tertawa, duduk di sebelah Alba yang kini sibuk mengucek matanya yang terasa perih. “Kai ‘kan masih kecil jadi refleksnya buat kedip itu gak kayak kita.” Ginel mencoba menjelaskan pada apa yang sekarang sudah menatapnya. “Tapi adik Kai kelamaan gak kedip, Aba aja gak kuat.” Kata bocah itu menjelaskan, Ginel hanya tertawa kemudian memakaikan bib pada Kaivan yang sudah kegirangan karena dia sudah mengerti jika bib dipasang, artinya dia akan makan. Ginel menyuapi Kaivan dan Alba terus mengoceh pada batita itu, sesekali menoleh mengecek

  • My Precious Baby   BAB 54

    Geya membuka matanya, suara diluar kamar seperti biasa membangunkannya. Bu Cicih dan Bu Ria sedang sibuk di dapur dan ruangan sekitar, membersihkan dan membuat makanan. Dia baru saja membalikkan badan ke samping ketika jari jemarinya merasakan sesuatu, menarik tangan kirinya wajahnya berubah sumringah, senyumnya begitu lebar. Cincin dari Janu. Ini sudah seminggu setelah akhirnya Janu mengungkapkan rasa seriusnya pada dirinya, sudah seminggu ketika dia, Janu dan Alba menangis di parkiran karena akhirnya dia dilamar lelaki itu. Meskipun tidak dalam suasana romantis tapi itu semua mampu membuatnya bahagia. Di depan Alba, Janu meminta dirinya menjadi istrinya. Dan dua hari kemudian pria itu datang bersama bocah cantiknya, berdiri di depan pintu dengan buket bunga, dan si kecil Alba membawa kotak cantik berwarna biru muda. Kebahagiaannya tidak dapat terbendung, yang diinginkan Geya sejak awal begitu sederhana. Dia hanya ingin membangun rumah tangga ringan, dimana dia sebagai istri dan

  • My Precious Baby   BAB 53

    Yara mendengar apa yang terjadi di toko buku pada suaminya dari orang suruhannya, hati sakit, terbakar cemburu. Dia ingin pergi kesana namun kepalanya terlalu pusing, badannya terlalu berat untuk diajak bekerja sama. Dia memang sedang tidak baik-baik saja, berkali-kali dia mencoba menyelesaikan hidupnya namun tidak pernah berhasil, selama ada Diraya sudah tidak bisa dihitung lagi dia melakukan percobaan itu berapa kali. Hidupnya bersama Diraya sudah hancur. Diraya masih menginginkannya, Geya. Dia masih menginginkan wanita itu kembali ke hidupnya. Mungkin Yara sejak awal tidak diinginkan oleh Diraya, mungkin sejak awal lelaki itu memang mengincar hartanya saja, untuk Diraya dia hanya tidak lebih dari sekedar ATM berjalan. Dia menangis lagi, meskipun kepalanya masih terasa sangat sakit tapi airmatanya tidak berhenti. Para pelayannya keluar masuk mengecek keadaannya, mereka memanggil dokter keluarga untuk memeriksanya. Pagi ini dia sudah muntah lebih dari enam kali, tidak ada makanan y

  • My Precious Baby   BAB 52

    Diraya keluar dari dalam mobil, disambut salah satu supirnya di rumah. Dia menatap rumah besar itu, rumah besar yang dia sangka akan hangat namun kenyatannya jauh lebih dingin dari rumah yang pernah ia punya bersama dengan mantan istrinya. Ini adalah rumah yang paling dingin yang pernah dia tinggali. Dia masuk ke dalam rumah dan para pelayan menyambutnya, berbisik-bisik memberitahu keadaan sang istri yang sejak kepergiannya tidak baik-baik saja. Hal ini bukan hal mengejutkan lagi baginya karena memang sejak awal, Yara tidak pernah baik-baik saja. Wanita itu akan selalu seperti itu, cemas, ketakutan setiap kali Diraya pergi dari rumah. Lama kelamaan itu semua tidak lagi membuat khawatir, dia malah jadi muak. Masuk ke dalam kamar dia mendapati Yara meringkuk diatas kasur. “Gue udah balik jadi cepetan bangun dari tempat tidur.” Ujar Diraya, ketus, dia bahkan tidak mengenali siapa yang tengah berbicara sekarang. Dia bahkan sudah tidak mengenali dirinya sendiri yang sudah lama menghilan

  • My Precious Baby   BAB 51

    Alba membuka matanya, sejak semalam dia sudah begitu bersemangat sampai-sampai ayahnya memintanya untuk tidur dengan tenang atau hari ini dia akan bangun kesiangan, kenyataannya dia tidak bangun kesiangan sedikitpun. Malahan dia bangun terlalu pagi, membangunkan sang ayah yang masih terkantuk-kantuk, dia mengoceh selama sejam sebelum akhirnya tertidur kembali. Janu melirik kearah jam dan waktu menunjukkan pukul 7 pagi, dia membuka pintu kamar perlahan dan mendapati keenam temannya sudah tersenyum lebar menyambutnya. Janu menutup pintu kamar selembut mungkin agar tidak membangunkan putri kecilnya yang bersemangat, dia mendekat kearah teman-temannya yang sudah merampungkan dekorasi hampir delapan puluh persen. Mereka berencana merayakan ulang tahun outdoor karena memang teras belakang Janu cukup besar untuk ukuran rumah orang Indonesia yang berada di tengah kota, jadi mereka bisa mendekorasi balon, tulisan, dan lain-lain yang berhubungan dengan pesta ulang tahun Alba. “Nu, ini hadiah

  • My Precious Baby   BAB 50

    Janu memasukkan mobil ke dalam garasi, dia mengecek Alba yang baru saja menyelesaikan nyanyiannya di kursi belakang. Anak itu begitu ceria sejak di jemput dari taman kanak-kanak, Janu turun dari mobil, membuka pintu belakang dan melepaskan sabuk pengaman bocah itu. Alba merentangkan tangannya minta di gendong, Janu tersenyum dan menggendong putri kecilnya masuk ke dalam rumah. Sesampainya di rumah si kecil Alba masih bernyanyi riang, mbak Ayu menyambut Alba dan membantunya melepaskan sepatu serta baju seragamnya. “Non seneng banget hari ini..” Kata mbak Ayu sambil melepaskan rok sekolah Alba, bocah itu menatapnya, matanya berbinar-binar. “Aba mau ulang tahun!” Pekiknya lantang, Janu terkekeh mendengarnya menatap si kecil dari arah dapur. Tiga hari sudah berlalu semenjak dia dan keenam temannya bertemu di tempat Yuwa. Mereka sudah merencanakan bagaimana acara itu akan digelar, Magani sudah membuatkan rundown acara yang akan berlangsung selama satu jam saja, karena ketika Janu berk

  • My Precious Baby   BAB 49

    Janu memakirkan mobilnya dengan hati-hati, dia baru saja sampai di depan toko Yuwa. Iya, baru saja dia mengantar Alba ke sekolah dan kini dia sudah berada di toko Yuwa, jam masih menunjukkan pukul 10 ketika dia sampai, melepas sabuk pengaman dia tidak lupa membawa paper bag berisi sarapannya bersama Yuwa. Dia menyebrang dan mendapati Yuwa bersama karyawannya tengah mengeluarkan beberapa bunga display ke depan toko. “Lah udah datang aja Nu?” Yuwa terkejut, memang benar teman-temannya berjanji untuk bertemu di tempatnya tapi tidak sepagi ini seingatnya. Jadi dia terkejut melihat pria dengan celana jeans gombrang dan kaos belel itu ada di depan tokonya. “Jam 12 sama jam 10 apa bedanya sih kak...” Ujar Janu santai, masuk ke dalam toko Yuwa dan pergi ke belakang, mencari-cari mangkok dan kemudian duduk di salah satu bangku kayu. “Kak aku gak beliin karyawanmu makan, tapi ini aku beliin buat kamu!” Pekiknya dari belakang. “Udah makan dia!” Jawab Yuwa lagi berteriak dari depan, masih sibu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status