Share

episode 8

My wife episode 7

Seorang wanita paruh baya mengenakan gaun merah darah, bertubuh seksi dan rampung kriting gantung, dia melangkahkan kaki jenjangnya menyusuri Mizuruky Corporation.

"Untuk apa kau kesini?" suara bariton yang dingin membuat langkahnya terhenti, dia memutar tubuhnya perlahan, terlihat seorang pria bertubuh tegap, mata tajam,  kulit putih, pria itu mengenakan jas hitam, kemeja putih serta dasi hitam. Wanita itu melangkahkan kakinya menghampiri anak tirinya, dia memasang ekspresi sesedih mungkin agar pria itu luluh terhadapnya. 

"Ibu, ingin mengatakan sesuatu, nak, "ucapnya selembut mungkin.

"Tidak perlu berpura-pura baik di

depanku, aku bukan orang yang bisa kau tipu! "

tukas Ivan dingin. Wanita itu hanya bisa menghela napas, memang tidak mudah menakluka hati anak tirinya.

"Baiklah, sepertinya kau tak berubah, "

balas Irina.  Ivan hanya diam sambil terus menatap ibu tirinya.

"Aku butuh uang 100 juta, aku yakin kau bersedia memberiku, "

lanjutnya. Pria itu menyeringai melihat ibu tirinya terlalu percaya diri.

"Kau terlalu percaya diri," jawab Ivan datar. 

"Aku rasa, aku memang harus percaya diri," balas Irina tenang.  Pria itu hanya menatap ibu tirinya datar.

"Jika kau tak mau memberiku uang, aku akan membeberkan rencana jahatmu pada, Kauri, "

ancam Irina. 

"Kau katakan saja, Nyonya

Irina. Aku tak perduli sama sekali!"

tegas Ivan. Setelah itu dia pergi meninggalkan ibu tirinya tanpa perduli wanita itu sudah kesal setengah mati.

"Dasar anak kurang ajar! Kalau begini aku harus membuat

Kauri

dan

Merik

bercerai, setelah itu aku akan menikahkan anak itu dengan orang lain yang lebih kaya, " geramnya.

**

Merik bersama anak dan istrinya kini telah sampai di

rumah Netsu,  pria itu membukakkan pintu untuk anak dan istrinya.

"Selamat datang kembali,"

sambutnya. Kauri tersenyum lembut sedangkan Revi tersenyum palsu, kedua gadis itu melangkahkan kakinya sedang Merik mengikuti mereka dari belakang.

"Sayang,"

panggilnya. Kauri menoleh kebelakang mendapati Sang suami berjalan mendekat padanya, Revi memandang mereka tanpa minat.

"Aku sudah menyuruh

Yusino memasukkan bajumu ke dalam almari,  jadi kau bisa langsung istirahat tanpa perlu berberes lebih dulu, "

lanjut Merik.

"Oh, ya.

Aku harus kembali kekantor sekarang, mungkin pulang sedikit telat, jadi kau tak perlu menunggu ku, "

pesannya. Wanita itu hanya mengangguk mengerti.

Cup.....

Pria itu

mengecup sayang kening istrinya," aku pergi dulu, hati-hati dirumah,"

pamitnya.  Lalu mengalihkan perhatiannya pada putrinya.

"Ayah pergi dulu

sayang, "

pamitnya.

"Hati-hati ayah, "

jawab Revi penuh perhatian. Merik mengangguk dengan senyuman sebagai balasan perkataan putrinya, ia berharap keluarganya akan selalu rukun, putri tercintanya benar-benar bisa menerima Kauri sebagai ibu tirinya. Pria itu melangkahkan kakinya meninggalkan kedua gadis yang paling tercintanya, ia masuk kedalam mobil yang telah terparkir dengan indah di halaman rumahnya.

Kauri hendak berbalik namun Revi terlebih dahulu menahannya,"Dengar! Jangan kau pikir hidupmu akan tenang setelah kau kembali kerumah ini.” Mata gadis itu menatap penuh kebencian pada ibu tirinya, ia mengeluarkan semua beban ketidak sukaan yang ditahan dalam hati ketika ayahnya masih berada dalam rumah, dia tidak ingin pria itu kembali marah dan meninggalkanya, dirinya harus membuat wanita itu terlihat buruk di depan ayahnya.

Rasanya sesak dalam dada mendengar ucapan bernada peringatan dari anak tirinya, apakah dia tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Apakah ia akan kehilangan lagi seorang yang dicintainya? Apakah dirinya tidak pantas untuk merasakan indahnya sebuah kehidupan? Gadis itu memaksakan bibirnya untuk tersenyum, lalu memandang anak tirinya.

"Aku mengerti, tapi aku akan terus berusaha hingga kau bisa menerima ku sebagai istri ayahmu, "

balasnya.

Revi tertegun mendengar balasan jawaban dari ibu tirinya, tatapan lembut serta senyuman itu membuatnya merasa bersalah tapi juga bingung, bahkan ia masih terus memandang punggung wanita itu yang sudah menghilang di balik dinding, "apakah dia bersiasat? "

gumamnya.

Kauri membuka pintu kamarnya,  dia memandangi kamar yang dulu dia benci,  tapi sekarang ruangan ini bahkan sangat ia rindukan, gadis itu melangkahkan kakinya mendekati ranjang dengan senyum mengembang.

Didudukkannya tubuh itu di tepi ranjang, tangannya terulur mengusap ranjang tersebut, "Merik, aku ingin jadi ibu untuk anak-anak mu, "

gumamnya. Pandangan yang dulu selalu menyiratkan kebencian kini berubah menjadi penuh cinta.

*/**

Reva mengendarai motor ninjanya dengan kecepatan tinggi, melewati jalan raya membelah udara,  hingga dia menggentikan mobilnya di Mision Mizuruky. Pintu gerbangnya dijaga oleh empat orang berbadan kekar dan berekekspresi mirip pemiliknya sangat datar,  pria itu turun dari motornya lalu berjalan menghampiri salah satu dari mereka,"Permisi, paman, "

sapanya. Salah satu pria itu beralih memandangnya.

"Maaf

paman, apa tuan Mizuruky Ivan sudah kembali?"

tanya Reva.

"Ada keperluan apa kau mencari tuan

muda, "

tanya Penjaga itu balik.

"Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengannya, "

jawab Reva.

"Hal penting apa? "

tanya penjaga itu lagi.

"Maaf

paman, ini tidak bisa ku katakan pada siapapun selain pada tuan Mizuruky

sendiri,"

jawa Reva memintak pengertian.

"Tuan belum kembali, mungkin tuan akan pulang malam, "

balas penjaga itu.

Reva berfikir sejenak,"Mungkin

kak

Ivan masih di kantor, sebaiknya aku kesana, "

batinnya.

"Baiklah

paman, aku permisi, "

pamit Reva. Setelah itu dia kembali menaiki motornya dan meluncur menuju Mizuruky Corporation.

***

Mizuruky Ivan duduk termenung di ruang kerjanya, pandangannya fokus pada layar laptopnya tapi otaknya justru mengembara pada rekaman yang menunjukkan tamparan oleh anak tiri adiknya kepada sang adik,"aku pasti akan menghancurkan kalian,"

geramnya.

Waktu menunjukkan pukul 19.00 pria itu bangkit dari tempat duduknya, saat dia hendak meninggalkan ruang kerjanya, terlihat seorang pemuda sedang bersitegang dengan sekretarisnya,  ia menghela napas lalu membuka pintu ruangannya.

"Apa yang kalian lakukan di

depan ruanganku?!"

tanyanya menoton.  Sontak kedua orang itu langsung menghentikan pertengkarannya dan mengalihkan perhatiannya pada pria itu.

Hernandez menunduk hormat melihat bossnya yang sudah berdiri tegak tak jauh dari mereka, sedangkan pemuda itu yang tak lain adalah Reva langsung berjalan menghampiri pria itu.

"Kak, Ivan, "

sapanya.

"Untuk apa kau kemari?! "

tanyanya Ivan dingin. Reva berusaha mengerti sikap tak ramah pria itu, dia tak ingin terlalu memusingkannya karena ia harus mengatakan hal yang lebih penting padanya.

Ada hal penting yang ku katakan pada

kak

Ivan, "

jawab Reva. Mata pria di

depannya menutup dirinya penuh intimidasi dan membuat tubuhnya membeku.

"Masuklah! "

parintah Ivan.  Reva melangkahkan kakinya kedalam ruangan pria itu, dia mengikuti pemiliknya. Sedangkan Hernandez, pria itu segera pergi setelah atasannya menerima tamu tak diundang tersebut.

"Katakan! "

perintah Ivan.  Reva benar-benar merasa terintimidasi, pria itu bahkan tak mempersilahkannya duduk terlebih dahulu dan masih menatapnya dingin, dia juga masih berdiri sambil menatap dirinya dingin, seandainya ia bisa mengulang waktu, dirinya sangat ingin diperlakukan sebagai adik oleh pria yang lebih tua di

depannya itu, tapi memang waktu tak bisa diulang kembali.

"Kak

Ivan, Kauri sangat mencintai paman

Merik,"

ucapnya mulai bercerita. Dia memperhatikan ekspresi pria itu yang masih menatapnya dingin.

"Tante

Irina

ingin memisahkan mereka, dia tau kalau, Kak

Ivan

berniat menghancurkan perusahaan Netsu, setelah berhasil membuat

Kauri, dan paman Merik berpisah. Tante

Irina, akan menikahkan

Kauri

dengan orang yang lebih kaya dan lebih kaya dari paman

Merik, "

lanjutnya. Ia menatap pria itu penasaran dengan reaksi apa yang akan diberikan olehnya setelah mendengar cerita itu.

"Aku tau, "

jawab Ivan singkat. Pria itu melangkahkan kakinya menuju sofa mewah yang ada dalam ruangan tersebut lalu mendudukkannya di

sana, tatapannya berubah sendu membuat Reva bingung.

"Maksud kak Ivan? "

tanyanya bingung.

Ivan mendongakkan pandangannya, "Aku tahu, wanita tua itu pasti akan melakukan hal rendah itu lagi, aku tidak ada keinginan untuk menghancurkan perusahaan Netsu bila mereka tak menyakiti adikku, "

jawabnya. 

Reva memikirkan ucapan pria itu, matanya membulat saat mengerti maksud ucapan pria itu,"Apa kak Ivan tau yang Revi lakukan di

sekolah tadi pada Kauri? "

tanyanya memastikan. Pertanyaan pemuda itu sukses membuat seringai tercetak di bibir sang tuan muda Mizuruky.

Reva terkejut sekaligus sock mengetahuinya, sekarang dia tidak tau lagi harus berbuat apa, ia khawatir pria itu akan melakukan sesuatu yang buruk pada sang kekasih, "La-lalu, apa yang akan kak Ivan lakukan pada Revi? "

tanyanya khawatir.

Mizuruky Ivan bangkit dari tempat duduknya, dia hendak menghampiri pemuda itu, tapi tiba-tiba tubuhnya limbung dan tersungkur tepat di

depan pemuda itu.  Reva terkejut melihat pria itu tersungkur di

depannya, dia segera berjongkok lalu menepuk -nepuk pipi pria itu sambil memanggil namanya,"Kak

Ivan, kau kenapa?"

paniknya.  Dia melongokkan pandangannya keluar, tapi tempat ini terlihat sudah sepi.

"Sepertinya, aku harus membawanya kerumah sakit, sebaiknya aku telvon ambulance dulu, "

ucapnya. Setelah itu ia segera menelvon ambulance, matanya terus memperhatikan pria itu, dilihat dari sudut manapun ia tidak seperti orang yang sakit, pemuda itu panik namun berusaha bersikap setenang mungkin.

***

Merik meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, dia melirik arlojinya, waktu menunjukkan pukul 23.00, pantas saja dia sangat lelah, pekerjaan hari ini memang sangat melelahkan,"Aku ingin membeli burger untuk istriku, semoga masih ada toko yang buka, "

gumamnya. Setelah itu dia langsung bangkit dari tempat duduknya.

Merik menghentikan mobilnya di

depan sebuah toko penjual roti, kemudian ia turun dan berjalan masuk dalam toko tersebut, tak lama kemudian dia keluar dengan sekotak burger sudah berada di

tangannya,"Kauri

pasti senang, dulu dia sangat suka burger, "

gumamnya. Pria itu kembali masuk kedalam mobilnya lalu melajukannya.

**

Kauri berdiri di

ruang tamu dengan gelisah, dia menunggu kepulangan sang suami, setelah menikah baru kali ini dia menunggu kepulangan sang suami, biasanya dia akan mengabaikannya atau berharap pria itu tak pulang selamanya, tapi sekarang dirinya berharap suaminya tak pernah meninggalkannya.

Berkali-kali dia menguap karena rasa kantuk yang menyerangnya, tapi berusaha ditahannya demi sang suami.

Sekitar pukul 23.30 matanya langsung terbuka lebar saat mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumahnya, Kauri segera membuka pintu rumahnya, dia tersenyum di

ambang pintu saat orang yang ditunggunya keluar dari mobil.

"Merik, "

panggilnya.  Pria itu mengalihkan perhatiannya pada asal suara, terlihat sang istri berdiri di

ambang pintu dengan mengenakan kaos lengan pendek dan celana selutut, terlihat remaja sekali.

Merik tidak bisa untuk tidak tersenyum lembut kearahnya, rasa lelah dan letih karena seharian bekerja langsung hilang tatkala melihat wajah istrinya yang cantik jelita.

Pria itu berjalan menghampiri istrinya lalu mengecup singkat keningnya, "Kau belum tidur?" pertanyaan bodoh yang selalu ditanyakan kebanyakan orang.

Kauri menggeleng tatapannya beralih pada kotak burger yang di

genggam sang suami,"Itu burger? "

tanyanya memastikan.

Pria itu mengangkat kotak yang di bawanya lalu menyodorkannya untuk sang istri," Untukmu, aku tau kau sangat suka burger, jadi aku membelinya sebelum pulang, "

jawabnya lembut.

Dengan antusias wanita itu meraihnya, "Terimakasih, Merik, "

ucapnya penuh kegembiraan yang dibalas oleh anggukan oleh Merik.

"Sudah malam, ayo! Masuk, "

seru Merik.

"Ia

Merik,"

balasnya.  Setelah itu merekapun menutup pintu rumahnya.

***

Klereng kecoklatan mulai menampakkan sinarnya, dia mengumpulkan kembali ingatannya, matanya melirik kesamping, terlihat seorang pemuda tertidur di sofa, pria itu mendesah, ia merasa bosan setiap kali selalu kembali ketempat ini.

Mizuruky Ivan berusaha bangkit meski dengan susah payah, dia melihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari, pantaslah suasana terlihat sepi, perlahan ia melepaskan selang infus yang menancap di pergelangan tangannya setelah itu ia turunkan kakinya, setelah berhasil berdiri tegak, dilangkahkan kakinya meninggalkan ruang rawat inapnya tersebut.

Langkahnya yang tertatih, sesekali dia berhenti karena nyeri dan sakit menyerangnya  secara bersamaan,"Aku harus pergi,"

batinnya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status