Share

episode 9

My wife episode 9

Reva mengerjapkan matanya, ia mendongak melihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, matanya melebar saat dia tak menemukan Ivan diatas barankar,"Di

mana

kak Ivan? " tanyanya entah pada siapa.

Pemuda itu segera bangkit lalu berjalan menghampiri brankar tersebut, dia ingin memastikan bahwa tempat itu memang kosong, "Benar tidak ada"

gumamnya.

Setelah itu ia berjalan kekamar mandi,"Kak Ivan, apa kau di

dalam? "

teriaknya. 

Tapi tak ada balasan, sekarang dia bingung harus mencari pria itu kemana, bisa saja dirinya meninggalkannya tanpa perduli bagaimana nasibnya, tapi nuraninya sangat tak mengizinkan untuk melakukan itu, akhirnya ia pun memutuskan untuk mencarinya.

***

Di tengah sunyinya malam, seorang pria mengenakan kemeja marun berjalan melawan gelapnya malam, pandangan kosong dalam matanya, seakan membuat siapa saja yang melihatnya mampuerasakan sunyinya hidup yang dijalani.

Tusukan udara dingin di tubuhnya seakan tak dia hiraukan lagi, tak seorang pun ada yang tau tentang pedihnya hidup yang dia jalani, kemewahan serta jabatan tinggi tak mampun menghangatkan kesunyian dalam hatinya.  Sedih, pilu dan sakit tersamarkan dengan baik oleh ekspresi datar yang selalu ditunjukkannya. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok anak kecil sekitar 7 tahunan menangis di pinggir jalan sambil memeluk kedua lututnya. Hatinya menggerakkan kakinya untuk menghampiri bocah tersebut, ditekuknya satu lutut agar bisa menyamai tinggi bocah malang tersebut," Kenapa?"

tanyanya. 

Bocah itu mendongakkan wajahnya menatap paras rupawan yang kehilangan warnanya, "Paman sakit?" tanyanya balik. 

Pria itu mengulurkan tangannya untuk mengelus surai hitam bocah itu, senyum yang jarang ditunjukkan untuk siapapun selain pada orang tersayangnya kini diberikan padanya "Tidak, kenapa kau menangis?"

tanyanya.

Sentuhan lembut yang diberikan pria itu padanya, membuat bocah itu menghentikan tangisannya, rasa hangat dan aman menyelimuti hati bocah tersebut,"Paman, "

panggilnya.

Pria itu tak menjawab, ia hanya memandang lembut bocah tersebut,"Ibuku dan ayahku dibawa orang, mereka ditahan karena tak bisa melunasi hutang, aku melarikan diri karena takut akan disakiti, "

adunya.

"Jangan sedih, paman

akan membantumu,"

jawab Pria itu.  Mata anak itu nampak berbinar, ia tersenyum bahagia, dalam hati selalu mengucapkan rasa syukur pada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan pria itu.

"Paman, nama

paman siapa?"

tanya anak itu.

"Ivan, Ivan Maulana Rizky,"

jawabnya. Dia sengaja menyebutkan nama kecilnya tanpa marganya, karena nama itu adalah nama dari ibu kandungnya.

"Paman Ivan, Terimkasih karena mau membantuku,"

balas anak itu. Ivan hanya mengangguk.

"Ayo! Paman akan mengantarmu pulang,"

ucap Ivan. Anak itu mengangguk antusias, setelah itu ia bangkit dan menggenggam jemari pria itu.

***

Reva melajukan motornya di jalan raya, sesekali matanya memperhatikan kanan kiri jalan, dia harap bisa menemukan orang yang dicarinya, "Kenama si kak Ivan Pergi? Dia, 'kan, belum sehat, "

gumamnya khawatir.

Pria itu menepikan motornya lalu mengambil ponselnya,"Mungkin aku harus menelpon

Kauri, mungkin saja dia tau, "

ucapnya bermonolog.

**

Oh kasihku...

Aku milikmu, takkan pernah terbagi cintaku padamu, sayang ku padamu.

Kauri menggeliat mendengar ponselnya berbunyi, matanya masih sangat berat untuk dibuka, dia pun menepuk pelan lengan sang suami yang melingkari pinggangnya.  Merik terbangun dari tidurnya, saat merasakan sebuah tepukan di

lenganya, "Sayang,"

panggilnya. 

"Merik, ponselku berbunyi.

Aku malas mengangkatnya, " jawab Kauri. Pria itu terkadang heran melihat sikap sang istri, akhir -akhir ini wanita itu sangat manja,  meski dia tak keberatan tapi rasanya ada yang aneh.

Dengan kantuk luar biasa, pria itu mengambil ponsel istrinya, keningnya berkerut melihat nama Reva yang ada di layar.

"Reva?"

batinnya. Pria itu mendekatkan ponsel itu pada sang istri yang masih nyaman dengan posisi tidurnya, "Sayang, "

panggilnya.

"enggg." wanita itu hanya melenguh tak jelas. Rasanya Merik ingin menerkam istrinya saat itu juga, tapi dia berusaha menahannya karena ada hal yang lebih penting dari itu.

"Siapa itu Reva? "

tanyanya curiga.

"Manaku tau

Merik, kau pikir aku ini tukang sensus penduduk,"

jawab Kauri kesal.  Pria itu tersenyum geli mendengar jawaban sang istri yang bahkan enggan untuk membuka matanya, terbesit kelegaan dalam hatinya tentang kesetiaan istrinya.

"Sayang, tapi orang yang menelpon itu namanya Reva"

jelasnya. Wanita itu membuka matanya sejenak.

"Mungkin pacarnya

Revi, "jawabnya malas. Setelah itu ia kembali memejamkan matanya.

"Lalu untuk apa pacarnya

Revi

menelpon mu malam-malam?"

tanya Merik kembali curiga.

Kauri benar-benar kesal pada sang suami yang terus-terusan mengganggu tidurnya dengan pertanyaan seputar Reva, terkadang dia heran kenapa pria itu tidak tanyakan sendiri pada pemilik nama itu, bukankah dia yang pegang ponselnya.

Gadis itu langsung mengubah posisinya dengan cepat, matanya yang tadi tertutup karena kantuk, kini terbuka lebar dan menatap kesal sang suami yang kini berada didepannya,"Kenapa tidak kau tanyakan sendiri padanya? Kau, 'kan, yang pegang ponselnya, kau tinggal jawab dan tanya padanya, apa keperluannya malam-malam telpon istri orang?! "

ketusnya.

Merik menelan ludahnya sendiri, malam-malam dimarahi sang istri karena tanya tentang telpon dari seorang pemuda, apa wanita itu tidak sadar kalau dirinya sedang cemburu. Tapi lebih baik dia mengalah dari pada istrinya itu justru mintak tidur di

kamar tamu, 'kan,  jadi malam kelabu,"Iya

sayang, maaf,  baiklah biar aku yang menjawabnya, mungkin ada yang penting,"

balasnya lembut.

Kauri tersenyum mendengar balasan dari sang suami, dia benar-benar jatuh cinta pada suaminya yang selalu mengerti dirinya, ia pun merapatkan tubuhnya pada suaminya itu membuat pria itu tersenyum melihat kemanjaan sikap istrinya.

"Halo, Reva,"

jawabnya. Reva menyerngit mendengar suara calon mertuanya itu.

"Paman

Merik "

sahutnya.

"Ya, ini aku, istriku tidak mau ditelpon malam-malam, jadi, katakan ada apa kau malam-malam menelpon istriku?! Jika ini masalah sekolah? Kau bisa menghubunginya besok! Lagi pula kau ini, 'kan, pacarnya putriku, tapi kenapa yang ditelepon istriku?! " cecar Merik di

sebrang telpon. Reva merasa tidak enak karena sudah membuat calon ayah mertuanya terlihat sangat terganggu karena istrinya ditelpon pria lain, tapi ia juga terpaksa melakukannya karena menyangkut kakak dari istri pria itu.

"Ah, maaf

paman, tapi ini masalah

kak

Ivan

yang kabur,

"jelasnya.

Merik mengerutkan keningnya, ia bingung dengan maksud pemuda itu,"Memangnya pria itu buronan?"

batinnya.

“Kenapa kak Ivan bisa kabur?” tanyanya tidak mengerti, mata yang tadinya tertutup kini terbuka lebar begitu mendengar nama kakak iparnya disebut.

Kauri membuka matanya mendengar suaminya menyebut nama kakaknya, apa lagi kakaknya kabur, ia juga berpikir apakah Sang kakak itu seorang buronan hingga dia akan kabur, ia pun mendudukkan dirinya di samping suaminya, matanya menatap Sang suami penuh tanda tanya, tapi pria itu memberi isyarat bahwa dirinya juga tidak tahu.

Kauri sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada kakaknya, ia pun mengambil ponsel yang di genggam suaminya,”Hallo, Reva. Apa maksudmu kakaku kabur?” memangnya kakakku buronan?! kau kalau ngomong yang benar!”

Reva sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, keningnya menyerngit memandang layar ponsel tersebut, kenapa bisa gadis ini berteriak malam-malam, padahal kalau bertanya dengan suara lembut itu akan terasa lebih manis,”Tenang dulu, Kauri. Kau ini tidak berubah, kak Ivan memang bukan buronan, tapi dia kabur dari rumah sakit,” jelasnya.

Kauri terkejut mendengar kakaknya kabur dari rumah sakit, itu artinya Sang kakak sedang sakit, ia merasa ada yang aneh bukankah kakaknya baik-baik saja, mana mungkin di rumah sakit kalau hanya terkena flu apa lagi sampai kabur. Apa mungkin kakaknya itu tidak bisa bayar rumah sakit, itu lebih tidak mungkin lagi, mana ada seorang milyader tidak bisa bayar rumah sakit.

“Kauri, kau masih hidup’kan?” tanya Reva di sebrang telpon.

“Kau pikir aku mati?!” balas Kauri jutek. Terkadang Reva ingin mengulang masalalu ketika masa-masa indah bersama gadis itu, apa lagi setelah tahu bahwa Sang gadis sebenarnya tidak pernah berkhianat kepadanya, dia menikah dengan pria lain hanyalah karena sebauh paksaan dari seorang ibu yang melahirnya, dan ia ingin menjadi anak yang berbakti. Lalu apakah sekarang Kauri sudah bisa mencintai suaminya, atau masih menaruh rasa terhadapnya, ia ingin tahu kebenarannya.

“Kauri, apakah kau mencintai paman Merik?”

Kauri mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan mantan kekasihnya tersebut, ia heran kenapa baru sekarang pria itu menanyakan mengenai perasaannya, bukankah dulu dia tidak pernah perduli tetangnya bahkan pernah menamparnya dan menuduhnya berkhianat,”Kenapa baru sekarang Reva menanyakan hal itu? Bukankah selama ini dia tidak pernah perduli? Dia hanya perduli pada perasaannya sendiri,” batinnya.

“La, kau diam lagi,” komentar Reva di sebrang telpon membuyarkan lamunan gadis itu.

“Tentu saja aku sangat mencintai suamiku, kenapa kau tiba-tiba tanya begitu?” tanya Kauri bingung.

“Tidak apa, ya sudah Kauri, aku harus segera mencari kak Ivan dulu, dia masih sangat lemah. Kauri, kau harus terus pertahankan cintamu, maaf dulu pernah salah sangka menilaimu.”Reva mematikan ponselnya, ia tersenyum sendiri mengingat betepa bodohnya dirinya karena tidak mencari kebenarannya terlebih dulu dan langsung menuduh gadis itu sembarangan. Tapi pria itu sedikit merasa lega karena seorang gadis yang pernah dicintainya kini telah menemukan seseorang yang sangat perduli terhadapanya.

Kauri memandang layar ponselnya heran, ia bahkan menggelangkan kepalanya lalu menaruh ponselnya kembali, gadis itu membaringkan tubuhnya, tapi hatinya masih mencemaskan Sang kakak tercintanya, dia sangat khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk pada kakaknya tersebut.

Merik memperhatikan istrinya, gadis itu terlihat gelisah pasti karena memikirkan kakaknya, ia mengulurkan tangannya untuk membelai surai hitam Sang istri,”Sayang, apa kau memikirkan kakakmu?”

Kauri memiringkan tubuhnya, ia memeluk pinggang suaminya, matanya menatap wajah rupawan Sang suami,”Merik, aku masih kepikiran kakakku.”

Pria itu tersenyum penuh pengertian,”Bagaimana kalau kau telpon saja.”

“Kau benar juga.”Gadis itu segera bangkit dari posisi tidurnya lalu meraih ponsel yang tergeletak tak berdaya di atas nakas, pria itu masih dengan setia menemai istrinya, mana mungkin dirinya akan membiarkan gadis itu terjaga sendirian sedang dirinya tidur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status