Tubuh besar seorang gadis terlihat seperti terhimpit di salah satu gang kecil yang berada di tengah kota London dengan kedua tangan yang membawa tumpukan kardus berisi barang-barang miliknya. Gadis itu baru saja mengalami kejadian tak menggenakan sebab ia diusir dari kostnya karena menunggak membayar sewa selama tiga bulan berturut-turut. Kini ia mencari bangunan yang bisa ia jadikan alas untuk tidur dan berteduh dari derasnya hujan.
Gadis itu berjalan cukup lama sebelum pada akhirnya langkahnya terhenti di sebuah rumah kecil nan kumuh yang terletak di ujung gang kecil itu, sebuah tempat yang jauh dari jalan raya Kota London.
"Kau mencari tempat tinggal?" seorang wanita tua keluar dari tempat itu. Pakaiannya lusuh dan begitu kotor, tak hanya itu wajahnya pun menampakkan hal yang serupa.
"Iya, aku sudah menghubungi pemiliknya"
"Baiklah, kemari nak" ajaknya ramah.
Audrey Dianne berjalan memasuki rumah itu mengikuti wanita tua yang ia temu
"Apa yang kau lakukan Audrey?"Alberth Galvin yang baru saja keluar dari toilet terperangah sebab melihat Audrey diam membeku di tempat disertai serpihan kaca yang berserakan disekitar tubuhnya.Gadis itu terlihat seperti kehilangan dirinya untuk beberapa waktu kedepan hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri.Hari telah berganti baru, matahari mulai menampakkan wajahnya menggantikan bulan yang tertidur. Audrey yang mendapati dirinya tengah terbaring di tempat tidur kini terlihat bingung dan linglung seperti orang bodoh. Apa yang terjadi semalam? Kepalanya terasa begitu sakit saat ini."Kau sudah bangun?" suara mengejutkan itu lantas disusul dengan sosoknya yang hadir dihadapan Audrey.Zoya membawa nampan berisi air dan sup hangat untuk gadis itu. Tetapi Audrey terlihat begitu ketakutan dengan sosok Zoya yang hadir di hadapannya."Kau tak terluka?" pertanyaan Audrey memunculkan sebuah tanda tanya di kepala Zoya."Apa maksud
Jalanan Kota London justru semakin ramai ketika malam semakin larut, terutama pub yang sedang Audrey tempati ini, begitu ramai dengan para pelanggan yang terus berdatangan. Kini, Audrey terlihat sedang menikmati sajian beberapa minuman alkohol yang sudah ia pesan. Kepala gadis itu kini mulai terasa begitu berat sebab ia telah menghabiskan tiga gelas besar minuman mengandung alkohol. Sejak dulu, alkohol memang menjadi pelarian Audrey ketika gadis itu merasa hidupnya tak berjalan sesuai keinginannya. Termasuk hari ini, ia sangat membenci hari ini. Pikiran gadis itu kemudian melayang mengingat kembali sesuatu yang menyakiti hatinya. *** "Tak masalah Audrey. Pesanku untukmu, sebaiknya kau harus mencoba memaafkan kesalahan Zoya dan Lorent, karena menyimpan dendam dalam hatimu akan merugikan dirimu sendiri" perkataan psikiater itu langsung mendapat tatapan tajam dari Audrey. "Dokter sekarang membela mereka?" Audrey menatap tajam psikiater yang sudah cukup l
Audrey Dianne kembali terbangun dari tidurnya, namun kali ini ia mencium sesuatu yang tak asing dari indera penciumannya. Sesuatu yang memiliki aroma lembut yang menusuk masuk dengan sopan ke lubang hidungnya, membuat gadis itu semakin mengeratkan pelukannya. "Kau sudah bangun?" suara itu lagi-lagi membangunkan Audrey Dianne dari tidur nyenyaknya. Tanpa melepas pelukan eratnya, gadis itu perlahan membuka matanya dan ia begitu terkejut ketika mendapati dirinya tengah memeluk sebuah bantal yang bukan miliknya, bahkan ruang kamar ini juga terasa asing baginya. Audrey kemudian berteriak histeris karena ia menyadari bahwa dirinya terbaring di sebuah ranjang di kamar milik orang asing. "Ada apa? Apa ada yang menganggumu?" seorang pria yang membawa sotil kayu untuk memasak dan memakai apron ditubuhnya tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar itu. "Alberth?" gadis itu terkejut sekaligus mengucap syukur di saat yang bersamaan karena ia tak terbangun
Ruang apartemen sepi milik Alberth Galvin kini dipenuhi oleh suara teriakan histeris seorang perempuan yang menangis dan bersimpuh di kakinya, memohon ampun pada dirinya. Semua terjadi secara tiba-tiba dan tak direncanakan, situasi yang membingungkan terutama bagi pria itu."Kumohon Alberth, aku takkan menganggu lagi hubunganmu dengan Zoya, jangan menbunuhku" gadis itu mengangkat kedua tangannya yang terlipat dan berteriak histeris di hadapan pria itu."Audrey, kau kenapa?" Alberth berusaha menyentuh pundak gadis itu, bermaksud untuk menenangkannya. Akan tetapi, tangannya justru ditepis dengan keras oleh Audrey."Kau hendak membunuhku dengan kayu itu? Kau pikir aku tak tahu?" tatapan Audrey kini berubah, tangisnya terhenti, dan volume suaranya mendadak berubah menjadi lebih pelan."Tidak Audrey, aku hanya ingin meletakkan kayu yang kupakai di tempat semula aku menemukannya" pria itu menjauhkan kayu tersebut dari tangan dan tubuh Audrey, ia ingin men
Setelah terjadinya peristiwa memalukan hari lalu, Audrey yang sudah bertekad untuk memaafkan semua kesalahan orang yang menyakitinya dan berjanji akan menjalani hidup yang lebih baik, kini sepertinya harus mulai membersihkan semua sisa kelakukan buruk yang ia ciptakan tanpa sadar akibat emosi yang menguasai dirinya tempo lalu, sebab ...Braakkk!!Audrey Dianne kini berada di hadapan Mr. Vincent, manajer perusahaan yang akan menaungi dirinya sebagai seorang model nantinya. Namun sayangnya, Mr. Vincent adalah manajer yang sama bagi supermodel terkenal dari LF Agency, Lorent. Pria dewasa yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun ini, kini berada dihadapan model baru LF Agency yang baru saja menciptakan kekacauan yang mulai tersebar di media luas sehingga berpeluang menghambat karir perusahaan maupun dirinya sendiri."Kau lihat ini? Ada seseorang yang merekammu diam-diam saat kau mengacaukan sebuah pub" tayangan itu memutar tindakan 'gila' yang dilakukan oleh Audre
Kilauan ubin lantai yang terlihat mewah dan memanjakan mata disertai terangnya cahaya buatan yang menambah kesan sempurna ruangan itu, berhiaskan beberapa pakaian yang tersusun rapi berderet-deret mengambil alih sebagian ruang. Akan sangat setuju jika ada yang mengatakan bahwa ruang rias LF Agency memang tidak pernah mengecewakan siapapun yang masuk ke dalamnya.Audrey Dianne yang sedari tadi duduk menyendiri di sudut ruangan memangku wajah yang tersenyum tanpa obyek yang tertuju. Gadis itu tersenyum sendiri dan membuat salah satu penata rias di sana penasaran dengan apa yang dipikirkan olehnya."Kau sepertinya terlihat sangat bahagia" ucap penata rias berambut pirang yang sempat ia temui ketika dirinya sedang merias Lorent di ruangan ini."Begitulah" Audrey menutup matanya dan merasakan dalam-dalam kebahagiaan yang menyelimuti dirinya ini.Penata rias berambut pirang itu kemudian duduk tepat disebelah gadis yang sedikit jauh muda darinya, ia sangat terta
Legak legok pinggul para calon model terlihat begitu seksi nan anggun menggoda deretan mata memandang. Memakai sepatu yang memiliki hak cukup tinggi, setiap langkah yang diciptakan dari mereka disertai kepercayaan diri yang kuat sehingga menarik seluruh atmosfer sekitar terpusat pada mereka.Pelatihan khusus untuk acara bulan depan ini rupanya hanya diikuti oleh beberapa calon model yang akan diperkenalkan publik. Jumlahnya tak sampai sepuluh orang dan hanya satu model senior yang direncanakan ikut berpartisipasi memakai pakaian utama, namun terkait kasus yang sedang terjadi saat ini rencana tersebut dibatalkan begitu saja.Pengganti model pakaian utama kini mulai berjalan membayangkan dirinya berada diatas panggung megah acara LF Agency. Muncul di barisan paling akhir sepertinya bukan sesuatu yang buruk, justru itu momen pentingnya karena dia lah yang akan menjadi puncak penutup pemikat segala tatapan mata yang ada di sana.Sepertinya tak perlu menunggu waktu s
Tring ... tring ...Bunyi dering ponsel mengejutkan pemiliknya, seorang gadis yang sedang menatap dengan tatapan kosong sedari tadi di ruang tunggu kantor kepolisian investigasi.Beberapa notifikasi mengganggu muncul memenuhi layar ponselnya. Pesan dari satu orang dengan nomor yang tak terdaftar di kontaknya. Karena penasaran, Audrey membuka pesan tersebut dan membaca sebuah ancaman dari pihak Lorent agar tak menyudutkannya saat penyelidikan nanti. Audrey yang malas kemudian secara terang-terangan mengabaikan pesan itu."Audrey Dianne? Silahkan ikuti saya" seorang polisi kemudian mengajaknya pergi ke sebuah ruangan setelah mengabaikan gadis itu selama berjam-jam lamanya.Sama seperti pertama kali gadis itu datang ke tempat ini. Ia memasuki sebuah ruang sempit dengan penerangan yang tak terlalu terang, hanya diisi oleh satu meja, dan dua kursi yang saling berhadapan satu sama lain."Duduklah" perintah polisi itu.Untuk beberapa waktu ke