Share

lima 5

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2024-05-20 03:58:20

[Yud, anak ibu yang paling ganteng. Adik kedua kamu ingin menikah. Kamu masih punya tabungan kan untuk membantu ibu melamar calon istri adik kamu. Nggak banyak cuma tiga juta saja. Soalnya uang simpanan ibu mepet juga.]

"Hah? Astaga!"

Wahyudi merasakan kepalanya semakin berat dan napasnya yang mendadak tercekat. Dia segera duduk di kursi teras dan membaca ulang pesan dari ibunya.

"Aduh, ibu ini gimana sih? Udah jatuh, tertimpa beton ini namanya. Untung saja aku kuat dan nggak kena stroke," ujar Wahyudi. Dia segera meraih ponsel nya dan menelepon ibunya.

"Halo, assalamu'alaikum, Bu."

"Waalaikumsalam, halo anak ganteng! Gimana kabar kamu? Sudah baca pesan dari Ibu?"

"Sudah, Bu. Tapi...."

"Nah, kamu bisa kan nyumbang tiga juta saja. Kalau acara nikahnya masih akan dibicarakan waktu lamaran. Tapi sepertinya tiga bulan lagi kata adikmu. Soalnya adik kamu mau nabung dulu. Dan kamu nanti nyumbang lima juta ya saat adik kamu nikahan? Adikmu mau beli mobil setelah ibu membelikannya rumah yang lebih murah dari kamu. Dia pasti butuh sumbangan dana yang besar."

Wahyudi menelan ludah.

"Bu, sebenarnya ada yang ingin aku katakan."

"Oh ya? Ada apa? Katakan saja?"

Wahyudi menelan ludah dengan susah payah.

"Ibu, sepertinya aku tidak dapat membantu lamaran dan pernikahan Wawan."

Terdengar hening sejenak.

"Astaga, kok bisa sih? Kamu ini benar-benar kacang yang lupa pada kulitnya? Kamu nggak ingat kalau ibu sudah membelikan kamu rumah? Kamu dan Wawan itu masing-masing mendapatkan jatah tiga ratus juta. Kamu meminta semua jatah kamu untuk membeli rumah yang memang mahal di daerah kota sebelah.

Sementara adik kamu cukup dengan uang dia ratus juta untuk beli rumah yang sudah bagus di daerah ini. Yang seratus juta, dia ingin beli mobil. Kalian itu seharusnya selalu membantu orang tua kalau orang tua dalam kesulitan. Apa artinya uang tiga juta dan lima juta untuk kamu yang telah mendapatkan uang tiga ratus juta dari ibu?" tanya Ambar, ibu Wahyudi dengan berang.

"Bu, Wahyudi tahu kalau ibu baik sekali dengan ku. Dan aku juga setiap bulan sudah mengirimkan sebagian besar gajiku pada ibu," ujar Wahyudi dengan kelu.

"Oh, jadi kamu mulai itung-itungan dengan ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh kamu dari kecil sampai gede? Udah gede, juga diberi rumah, eh kamu nya nggak mau gantian bantu keluarga?" keluh Ambar, membuat Wahyudi merasa tidak enak.

"Bukan itu! Kalau kondisi normal, Wahyudi pasti mau bantu, Bu. Tapi sekarang aku juga sedang dalam masalah. Tolong mengerti sedikit, Bu!" ujar Wahyudi dengan nada meninggi.

"Astaga, kamu sekarang berani membantah dan membentak ibu?! Ini semua pasti karena Adelia! Mana istri kamu! Kamu itu kan belum punya anak, masa sih enggak ada simpanan sama sekali? Ini pasti karena Adelia boros kan? Menghambur-hamburkan gaji suami saja!" ujar Ambar ketus.

"Nah, masalahnya itu dari Adelia, Bu! Dia... "

"Tuh kan, Adelia memang pembuat masalah! Masa gaji lima juta habis begitu saja! Dan kamu pasti juga menambah uang saku Adelia dengan lemburan kan?"

"Bu, sebenarnya... Gaji Wahyudi kan lima juta. Tiga juta kuberikan pada ibu. Dan dua juta kupegang sendiri untuk ngopi. Adelia hanya dapat seratus lima puluh ribu perbulan. Setelah menikah, Wahyudi jarang ambil lemburan juga."

"Nah itu bener. Kita harus hemat dan nggak boleh boros. Sederhana dalam makan dan minum sehingga bisa nabung. Lihat ibu dan almarhum bapak kamu bisa nabung dan beli sawah untuk bekal kalian.

Kami dulu sering makan ubi dan jagung rebus hasil bertanam sendiri demi bisa nabung. Kalau Adelia pinter, dia kan nganggur dan nggak kerja di pabrik lagi, dia nanem-nanem tanaman di dalam pot. Agar kalian bisa nabung dan berhemat mumpung belum punya anak. Kamu gimana sih mendidik istri?" tanya Ibu nya dengan nada memojokkan.

"Bu, itu... Sebenarnya, Adelia sudah menjaminkan rumah ini pada renten*r." Wahyudi pun dengan terbata-bata menceritakan semua kejadian buruk yang menimpanya.

"Astaga, kamu kok guobl*k gitu sih, Yud? Kenapa kamu sembrono menyimpan serti fikat rumah kamu, hah? Padahal ibu dan almarhum bapak menabung dengan susah payah demi membelikan kamu dan adik kamu rumah! Ibu tidak mau tahu! Cari Adelia sampai dapat, minta pertanggungjawaban nya!"

"Ini juga sudah berusaha mencari, Bu! Tapi apa boleh buat, aku masih belum menemukannya," ujar Wahyudi dengan nada putus asa.

"Ck, kalau begitu, ibu harus turun tangan dan meminta bapaknya Adelia untuk membayar semua hutang anaknya itu! Tunggu! Ibu siap - siap kesana! Ah, kamu itu benar-benar mengecewakan! Nggak bisa mendidik istri!" ujar ibunya kesal.

"Hah? Ibu mau apa kemari?" tanya Wahyudi kaget.

"Ibu harus ketemu dengan bapaknya Adelia! Minta uang sama dua!"

"Jangan, Bu! Wahyudi tidak mau kalau masalah ini jadi ramai!" ujar Wahyudi panik.

"Kamu tidak usah bingung. Biar ibu yang mengurus semuanya."

"Bu, kalau Wahyudi minjam uang pada ibu sekitar tiga puluh juta untuk membayar hutang Adelia dulu? Wahyudi mau bayar utang Adelia dulu selama empat bulan agar rumah ini bisa dipertahankan," uJar Wahyudi memelas.

"Hah? Apa Ibu tidak salah dengar? Apa kamu gi la? Kamu mau meres ibu yang sudah tua ini? Ibu ini ibarat parutan kelapa kering yang sudah tidak bisa diperas lagi. Ora sudi! Kalau kamu butuh uang untuk membayar utang Adelia, lebih baik kamu minta pada bapaknya saja! Nanti ibu yang memintakan nya!"

"Bu, tapi Bu! Bapaknya Adelia itu... "

Klik!

"Astaga! Kepalaku... Kepalaku migrain dan vertigo!" keluh Wahyudi. Dia memegangi kepalanya dan bersandar di kursi teras rumahnya.

Wahyudi menghela napas panjang dan berusaha untuk menyedot oksigen sebanyak mungkin ke dalam paru-paru nya.

"Sepertinya aku harus masuk ke dalam rumah dulu, paling tidak aku harus mengistirahatkan pikiran," Ujar Wahyudi.

Dia menatap ke arah pintu. Sebenarnya pintu depan ini mempunyai kunci duplikat, tapi ada di dalam kamarnya. Wahyudi tidak pernah membawa kunci itu karena dia jarang lembur, sehingga jarang pulang malam. Kunci utama jelas dibawa Adelia, kunci duplikat ada di dalam kamarnya.

Sedangkan Pintu belakang dan pintu depan, tidak mempunyai kunci duplikat dan dikunci dari dalam rumah. Mau tidak mau, Wahyudi harus merusak gagang pintu depan agar bisa masuk ke dalam rumah.

Wahyudi mengambil batu yang agak besar yang ada di teras rumahnya. Lalu berusaha untuk merusak pintu depan rumah.

**

Wahyudi yang sudah masuk kedalam rumah, tertidur di sofa panjang dan mengganjal pintu depan yang tidak terkunci dengan kursi kayu ruang makannya terkejut saat mendengar ponsel nya berdering dengan nyaring. Dia tidak menyadari hari yang sudah malam karena minum obat sakit kepala langsung dua dosis.

Wahyudi dengan mata setengah terpejam, meraih ponsel nya dan menerima panggilan telepon tanpa melihat nama di layar.

"Halo, Mas Yud! Ibu, Mas! Aku mengantarkan ibu ke rumah mertua kamu. Dan.. Dan mereka saling adu mulut sekarang! Cepat kesini, Mas! Bantu melerai, aku kewalahan! Kami jadi tontonan tetangga!"

Wahyudi seketika mendelik mendegar kata-kata sang adik.

"Aduh, Gusti! Cobaan apa lagi ini?"

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 44 (tamat)

    "Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 43

    Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 42

    "Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 41

    Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 40

    Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 39

    "Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status