Makan malam di kediaman keluarga Bapak Muhammad Wisnu Abdullah, tampak hening dan sedikit mencekam.
Tak ada celoteh konyol si bungsu yang kerap bercerita tentang apa yang dia alami di sekolah hari ini. Tak ada suara tawa Laras yang akan menimpali ocehan anak gadis semata wayangnya yang kini mulai beranjak remaja itu.Pun, tak ada suara Wisnu yang akan menasehati Kalila jika anak gadisnya itu bersikap genit pada lawan jenis.Kehadiran Kahfi malam ini di meja makan telah menjadi penyebab makan malam kian terasa membosankan.Sikap Laras dan Wisnu yang dingin membuat Kahfi merasa bersalah dan malu. Hidangan lezat di meja makan bahkan tak sama sekali menarik perhatian Kahfi saat itu."Makanannya di makan, Kak. Jangan diacak-acak doang, mubazir loh," ucap Kalila.Kalila, adik semata wayang Kahfi yang tak tahu menahu masalah yang tengah terjadi di antara kedua orang tuanya dengan sang Kakak hanya bisa menatap bingung wajah-wajah bungkam keluarganya. Itulah sebabnya, sejak tadi, dia memilih untuk diam juga.Begitu selesai makan, Laras langsung bangkit dari duduknya dan membenahi piring bekas makan suaminya, dan juga Kalila, tapi tidak piring Kahfi. Wanita paruh baya itu beranjak ke dapur seolah-olah tak menganggap keberadaan Kahfi di rumah itu."Sini, kamu ikut Abi, ada yang mau Abi bicarakan denganmu," ajak Wisnu yang bangkit dari meja makan dan beranjak menuju sofa di ruang keluarga.Kahfi mengekor langkah sang ayah dan duduk di sofa yang berhadapan dengan Wisnu.Cukup lama keduanya terdiam di sana dengan tatapan Wisnu yang lekat ke arah lelaki dewasa di hadapannya. Seorang pria sejati yang sejauh ini Wisnu ketahui adalah sosok anak yang berbakti, baik, ramah, rendah hati, dan rajin ibadah.Itulah sebabnya, apa yang dikatakan Laras hari ini tentang Kahfi sangat-sangat mengejutkan Wisnu. Seperti disambar petir di siang bolong, Wisnu benar-benar tak menyangka jika anaknya bisa melakukan perbuatan yang jelas-jelas dilarang agama.Yakni, berzina."Jawab dengan jujur semua pertanyaan Abi," ucap Wisnu dengan cara bicaranya yang terdengar tegas, tapi bernada lembut.Kahfi hanya mengangguk. Pada akhirnya, dia di sidang juga oleh sang ayah."Berapa usiamu sekarang?" Tanya Wisnu memulai pertanyaan pertamanya.Kahfi tampak menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Wisnu. "27 Tahun, Bi.""Kamu mulai berzina umur berapa?" Tanya Wisnu lagi.Pertanyaan itu jelas menohok hati Kahfi. Mempermalukannya dengan sangat meski hanya dihadapan Wisnu.Kahfi kembali menundukkan kepalanya. Menelan salivanya dengan susah payah. "Umur, umur... Nggak tau Bi, Kahfi lupa," jawab Kahfi yang jelas tak mungkin menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Kahfi terlalu takut dengan kemarahan Abi nya.Wisnu mengangguk. Meski dari ekspresinya Wisnu terlihat santai dan baik-baik saja, namun di dalam hatinya sesungguhnya Wisnu menangis.Dan sejatinya, alasan mengapa Wisnu meminta Laras untuk menyuruh Kahfi datang di malam hari, bukan untuk membiarkan Kahfi terjerumus semakin dalam pada kubangan lumpur dosa, namun karena Wisnu membutuhkan waktu untuk menetralkan perasaan marah dalam dirinya.Wisnu sadar, memarahi anak sebesar Kahfi hanya akan memperburuk keadaan."Kalau bisa sampai lupa, itu artinya sudah sangat lama kamu mulai berzina? Apa sejak kuliah? Atau, sejak di SMA?" Ucap Wisnu lagi yang sesekali beristighfar dalam hati, berharap dirinya tidak lepas kendali malam ini.Bagi mereka, para orang tua yang mengerti dan paham akan agama, mendapati anak mereka tengah berzina apalagi dengan seorang pelacur, jelas merupakan masalah besar yang tak bisa disepelekan.Wisnu dan Laras memang bukan pemuka agama, hanya saja pengetahuan agama mereka cukup baik sejauh ini. Mereka orang tua yang sangat keras mendidik anak-anaknya untuk mematuhi syariat agama Islam sejak dini. Karena bagi mereka, pendidikan dan titel tinggi tidak menjamin keberhasilan seseorang jika pengetahuan agamanya nol besar.Sejatinya, kita hidup di dunia ini hanya untuk mati.Uang, harta, kekayaan, nama besar, titel pendidikan tinggi dan segala hal indah di dunia ini tak ada artinya jika maut sudah menjemput.Sebab yang akan kita bawa nanti, hanya jasad dan amalan kita semasa hidup."Bi, itu hal privasi, nggak harus juga Kahfi umbar ke Abi, kan?" Balas Kahfi mencoba mencari pembenaran."Abi ini Ayah kamu, Kahfi. Abi berhak tahu semua hal tentang kamu, apalagi itu sudah menyangkut soal dosa besar! Meski kamu sudah dewasa dan sudah bisa mempertanggung jawabkan perbuatanmu sendiri, tapi di akhirat nanti, Abi dan Ummi akan tetap ditanya soal ini. Soal kenapa, Abi dan Ummi sampai bisa kecolongan mendidik kamu! PAHAM KAHFI?" pada akhirnya, nada bicara Wisnu naik beberapa oktaf seiring dengan amarah di dadanya yang kian membuncah.Mendengar bentakan Wisnu, Laras segera mendekat, khawatir terjadi sesuatu di antara ayah dan anak itu."Minum dulu, Mas. Istighfar," ucap Laras mencoba menenangkan sang suami.Setelah meminum air yang dibawa Laras, dan beristighfar hingga dirinya merasa lebih tenang, Wisnu pun kembali angkat bicara. "Jawab dengan jujur pertanyaan Abi, sejak kapan kamu mulai berzina, Kahfi?"Masih dengan kepalanya yang terus menunduk, sementara kedua tangannya bertaut dan saling menggenggam, Kahfi pun menjawab pertanyaan sang ayah meski dengan sangat berat hati.Pertanyaan Wisnu seolah membuat kulit wajah Kahfi terkuliti."Se-sejak SMA, Bi.""Astaghfirullah Al-adzim," sontak, Laras dan Wisnu pun beristighfar secara bersamaan."Apa bisa kamu ingat, berapa kali kamu melakukan hal itu Kahfi? Dan sudah berapa banyak perempuan yang sudah kamu zinahi?" Lagi, Wisnu kembali bertanya dengan penuh ketegaran. Berbeda halnya dengan Laras yang tak kuasa menahan tangisannya.Kepala Kahfi mendongak, seolah tak percaya dengan pertanyaan lanjutan Wisnu yang membuat Kahfi benar-benar merasa seperti seorang manusia paling berdosa di dunia ini."Kahfi nggak tau, Bi," jawab Kahfi dengan perasaannya yang remuk redam. Entah kenapa, dirinya merasa begitu hina saat ini."Pertanyaan Abi belum selesai," sambung Wisnu cepat. Saat itu, Wisnu menoleh ke arah meja makan dan memanggil Kalila, anak bungsunya yang merupakan adik Kahfi.Gadis ABG berhijab abu-abu itu pun mendekati sang ayah dan duduk tepat di sisi Wisnu, menghadap Kahfi.Wisnu merangkul Kalila. "Lihat wajah adikmu baik-baik, Kahfi," ucap Wisnu saat itu. Nada bicara sang Ayah terdengar agak ditekan seolah sedang menahan amarahnya.Kini tatapan Kahfi dan Kalila pun bertemu."Bagaimana perasaanmu, jika kamu mengetahui, ada orang lain yang sudah menzinahi adikmu ini? Apa kamu akan marah? Atau malah senang?""Ya marahlah, Bi," Jawab Kahfi cepat. Perasaan Kahfi semakin bercampur aduk. Bahkan dirinya merasa kini dia lebih buruk dari para teroris bom yang baru saja divonis hukuman mati dalam berita yang dia tonton kemarin.Selanjutnya, perhatian Wisnu kini teralih ke Laras, yang masih menangis.Saat itu, Wisnu melontarkan pertanyaan yang sama seperti tadi pada Kahfi."Bagaimana perasaanmu jika kamu tahu ada orang lain yang sudah menzinahi Ibumu? Apa kamu marah--""Cukup Bi!" Potong Kahfi pada akhirnya. Tak mau mendengar pertanyaan Wisnu sampai akhir karena hal itu akan membuat dirinya semakin dihantui rasa bersalah yang teramat besar.Dalam hati, Wisnu tersenyum. Sepertinya pelajaran malam ini cukup membuat Kahfi mengerti akan kesalahan besar yang sudah dia lakukan selama ini."Jika memang kamu tidak kuat menahan syahwatmu sendiri, Islam memiliki cara yang terhormat untuk itu. Yakni menikah," ucap Wisnu setelah mereka cukup lama terdiam. "Abi dan Ummi bahkan tidak pernah melarang mu untuk menjalin hubungan dengan wanita mana pun, asal hubungan itu masih dalam batas wajar. Coba sekarang, Abi ingin bertanya, apa ada wanita yang mungkin kamu sukai atau wanita yang kini sedang menjalin hubungan spesial dengan mu? Kenalkan pada Abi dan Ummi secepatnya."Seketika ingatan Kahfi kembali tertuju pada sosok wanita di masa lalunya. Satu-satunya wanita yang Kahfi inginkan menjadi pendamping hidupnya selama ini.Seandainya saja, Kahfi tahu di mana wanita itu berada, mungkin Kahfi akan langsung mengajak serta kedua orang tuanya untuk datang melamar detik ini juga.Sialnya, sejak kejadian naas itu terjadi, wanita yang menjadi tambatan hati Kahfi itu menghilang begitu saja dari kehidupan Kahfi. Bahkan setelah Kahfi mencoba untuk mencarinya, namun semua tak juga membuahkan hasil hingga detik ini.Gelengan kepala Kahfi saat itu menjawab pertanyaan Wisnu kali ini."Kalau begitu, Abi dan Ummi yang akan mencarikanmu calon istri."Kahfi hendak bicara tapi Wisnu tak memberinya kesempatan."Tidak ada bantahan apa pun, yang Abi dan Ummi inginkan hanyalah kamu segera menikah dalam waktu dekat. Paham, Kahfi?"Kahfi tidak menjawab."Mulai malam ini, kamu tidur dan tinggal di rumah ini dan jangan coba-coba pulang ke apartemenmu lagi kecuali kamu membawa serta istrimu kelak," tegas Wisnu lagi sebelum akhirnya lelaki paruh baya itu pun beranjak dari hadapan Kahfi."Besok bangun shalat tahajud, lalu lanjutkan shalat sunnah taubat!" Kali ini perintah itu datang dari mulut Laras, sang Ibunda.Sementara Kahfi di sana, masih saja terdiam.Pikirannya penuh mencari cara agar rencana perjodohan ini batal, setidaknya sampai dia bisa menemukan keberadaan tambatan hatinya itu."Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo