Share

2. KEPERGOK BERZINA

"Heh, gue bukan Lonte! Anj***!"

Klik!

Seorang lelaki tampak terkejut mendengar makian keras suara seorang wanita di seberang.

Wanita yang awalnya dia pikir adalah wanita bayaran alias PSK. Hanya saja, dia bukan lelaki sembarangan yang mau memakai jasa PSK gadungan. Sejauh ini, dia hanya mau melakukan hubungan dengan pelacur yang sudah jelas dia ketahui asal-usulnya dan yang pasti pelacur itu harus virgin.

Lelaki bertubuh tinggi dengan kulit putih itu tidak pernah mau berhubungan dengan wanita yang sudah pernah melakukan hubungan badan dengan lelaki lain.

Ini syarat mutlak yang tak bisa diganggu gugat setiap kali dia memakai jasa germo untuk mencarikannya wanita malam.

Meski harus menunggu dan membayar mahal untuk itu, dia tak perduli. Uang bukan perkara sulit baginya.

"Brengsek!" Ucap laki-laki itu kesal karena sudah mendapat makian dari wanita yang bahkan tidak dia kenal.

Cukup lama dia terdiam menatap ke arah jendela di dalam kamar apartemennya, hingga akhirnya tersadar bahwa dia sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengirimkan alamat apartemen pribadinya itu pada nomor wanita sialan yang tadi mengatainya doggie.

Dengan cepat dia pun kembali mengetik pesan kepada nomor itu lagi.

Maaf jika saya sudah salah orang. Tapi saya sudah terlanjur mengirimkan lokasi tempat tinggal saya pada anda dan perlu anda tau, hal itu sangat privasi bagi saya. Saya minta kerjasama anda untuk tidak menyebarluaskan informasi yang telah saya kirim tadi. Ingat, jika saya sampai terkena masalah setelah ini, anda orang pertama yang saya cari! Sekali lagi maaf...

Sengaja dia menyematkan sepenggal kalimat ancaman di akhir pesannya itu sebagai gertakan kecil agar wanita itu takut dan tidak mencari masalah dengannya.

Masih dengan raut wajah kesal, lelaki itu pun memutuskan untuk menghubungi Yasa, mucika*i langganannya.

"Halo, Yasa?" Ucapnya dengan suara keras begitu panggilannya diangkat oleh Yasa.

"Ya, Bos? Ada apa?" Tanya Yasa di seberang.

"Lo kalo kasih gue cewek yang bener dong, masa gue dikatain 'doggie' sama tuh lonte, dia marah-marah katanya dia bukan lonte."

"Masa sih Bos? Tapi tadi gue udah bener kok kasih nomornya Virni ke Bos, coba Bos cek lagi deh," balas Yasa yang tak merasa melakukan kesalahan.

"Ah udahlah! Gue udah nggak mood! Perjanjian batal!"

Klik!

Tanpa menunggu jawaban Yasa, lelaki itu langsung menutup teleponnya begitu saja.

Dia melempar asal ponselnya ke ranjang. Meraup wajahnya kasar sebelum akhirnya merebahkan diri di atas tempat tidur, masih dengan tubuh yang hanya berbalut handuk di pinggang.

Dalam keheningan dengan pandangan mata yang tertuju lurus ke langit-langit kamar apartemennya, sekelebat wajah seorang wanita seketika hadir dalam benak lelaki itu.

Seraut wajah yang selalu menghiasi mimpi-mimpi dalam tidurnya. Mewarnai angan-angannya dengan hal-hal indah.

Meski wanita itu hanya hadir dalam kehidupan masa lalunya, namun entah kenapa, bayang-bayang nya sulit dia lupakan hingga detik ini.

Menggeleng cepat, saat isi kepalanya mulai kembali memikirkan hal-hal tak senonoh, Kahfi bangkit dari tempat tidur dan kembali terduduk di sisi ranjang.

Suara dering ponselnya yang nyaring membuat lamunan Kahfi buyar seketika.

Tangan lelaki itu mencari ponselnya di seprai untuk melihat siapa orang yang baru saja meneleponnya.

Sebuah nomor baru terpampang di sana.

Meski enggan, tapi Kahfi mengangkatnya juga.

"Halo, siapa nih?" Ucapnya malas.

"Halo Om? Ini Virni, yang disuruh Mas Yasa datengin Om ke apartemen. Ini Virni udah di lobi apartemen sekarang, Om jemput ya?"

"Heh, lo punya kaki, kan? Tanya ke Yasa apartemen gue di lantai berapa, dateng ke sini sendiri!" Ucap Kahfi dengan nada ketus.

"Ih, galak banget sih Om! Nanti cepet tua loh Om kalo galak-galak!" Ledek Virni si wanita malam yang masih virgin itu. Walau masih Virgin, tapi Virni sudah cukup berpengalaman dalam hal memuaskan laki-laki, meski hanya sebatas main di luar.

Masih dengan ekspresi wajahnya yang kesal, Kahfi lantas memutus sambungan teleponnya dengan Virni begitu saja.

Lonte sialan!

*****

Mentari pagi kian merangkak naik dan sinarnya menyerbu masuk menerobos dinding berlapis kaca, dari arah balkon sebuah apartemen mewah milik salah satu pengusaha sukses di Jakarta.

Seorang lelaki dengan tubuh polos berbalut selimut putih terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke sisi kiri tempat tidur, di mana seorang wanita masih terbuai dalam mimpi indahnya.

Kahfi hendak membangunkan wanita itu ketika sebuah suara keras dari arah pintu terdengar mengejutkan.

"Astaghfirullah! Kahfi!" Sentak seorang wanita berhijab seraya membanting pintu kamar apartemen sang anak, Muhammad Al-Kahfi.

Wanita paruh baya itu kini berjalan ke arah tempat tidur di mana Kahfi yang kaget sedang berusaha memakai celananya. Sama halnya dengan yang dilakukan Virni, yang juga langsung terbangun begitu mendengar suara bantingan pintu kamar apartemen.

"Siapa dia?" Tanya Wanita bernama Laras itu, dia Ibunda Kahfi.

Saat itu, tangan Laras tertuju ke arah Virni yang sepertinya ketakutan.

"Dengerin Kahfi dulu, Mi--"

"Ummi nggak butuh penjelasan apa pun dari kamu! Ummi cuma tanya, siapa perempuan ini?" Tanya Laras dengan suaranya yang semakin lantang.

"Sa-saya cuma perempuan bayaran yang disewa Om Kahfi, Bu," ucap Virni terbata.

"Apa? Jadi kamu pelacur?" Laras semakin terkejut. Wanita itu kini memegangi dadanya yang kian sesak mendapati kenyataan atas kelakuan bejat putra yang menjadi kebanggaannya selama ini.

"I-iya Bu, saya nggak salah apa-apa Bu, saya cuma bekerja Bu," Virni semakin ketakutan.

"Mi, tenang dulu Ummi," Kahfi sudah berdiri di sisi Laras, berusaha mengajak Laras duduk namun Laras tak mau disentuh oleh putranya.

"Jangan pegang-pegang Ummi sama tangan kotor kamu itu!" Bentak Laras kemudian. "Ummi benar-benar kecewa sama kamu, Kahfi! Ternyata seperti ini kelakuan kamu di luar selama ini? Menjijikan!"

Kedua bahu Kahfi mencelos. Menyesali perbuatannya sendiri. "Maaf Ummi, Kahfi bisa jelasin semuanya--"

"Ummi nggak mau dengar penjelasan apa pun lagi dari kamu! Hari ini juga kamu harus pulang ke rumah dan menghadap Abi! Paham kamu, Kahfi?"

Tatapan Laras masih tertuju lurus pada Kahfi yang kini menundukkan kepala. Kejadian pagi ini benar-benar memalukan. Terlebih mengecewakan.

Sebagai seorang Ibu, Laras merasa gagal mendidik Kahfi.

Benar-benar gagal.

"Kamu itu tumbuh di tengah keluarga yang paham akan norma-norma agama Kahfi! Bahkan selama ini kamu itu kami ajarkan shalat dan mengaji, tapi lihat sekarang? Kamu dengan leluasa melakukan zina dengan pelacur?" Napas Laras tersengal akibat amarah yang tak mampu dia luapkan sepenuhnya. Laras tak ingin kejadian memalukan ini mempengaruhi kondisi kesehatannya hingga memutuskan untuk meredam emosi di dadanya saat ini. Biarlah, aib ini cukup dirinya dan Allah saja yang tahu.

"Ummi tidak tau lagi harus bicara apa sekarang! Yang jelas, Ummi benar-benar kecewa sama kamu," satu titik air mata Laras akhirnya terjatuh.

Laras pergi meninggalkan apartemen itu dengan beribu kepedihan dan kekecawaannya pada sang anak.

Bahkan teriakan Kahfi tak sama sekali digubrisnya.

Kahfi yang hanya bisa termangu di ambang pintu apartemen masih dengan kondisi tubuhnya yang bertelanjang dada.

Kahfi tau dirinya sudah bersalah.

Hanya saja, dirinya memang tak mampu terbebas dari candu akan seks sejak dia melakukan hal itu untuk pertama kalinya dengan sang mantan dahulu.

Seks, seolah menjadi jalan pintas Kahfi dalam mengatasi kemelut hatinya selama ini, terlebih saat lagi dan lagi pikirannya harus kembali teringat akan sosok seorang wanita di masa lalunya.

Wanita yang selalu Kahfi harapkan kehadirannya dalam kehidupannya saat ini.

Saat itu, Kahfi hendak kembali masuk ke dalam apartemennya ketika tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.

Omong-omong, siapa orang yang sudah memberitahukan alamat apartemennya ini pada Ibunya?

Sebab, sejauh ini, alamat apartemen ini hanya diketahui oleh Yasa, lalu beberapa pelacur yang pernah dia booking dan...

Wanita yang semalam memaki dirinya dengan sebutan hewan.

Sepertinya, Kahfi memang harus mencari tahu siapa wanita sinting yang sudah berani berkata kasar padanya semalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status