"Heh, gue bukan Lonte! Anj***!"
Klik!Seorang lelaki tampak terkejut mendengar makian keras suara seorang wanita di seberang.Wanita yang awalnya dia pikir adalah wanita bayaran alias PSK. Hanya saja, dia bukan lelaki sembarangan yang mau memakai jasa PSK gadungan. Sejauh ini, dia hanya mau melakukan hubungan dengan pelacur yang sudah jelas dia ketahui asal-usulnya dan yang pasti pelacur itu harus virgin.Lelaki bertubuh tinggi dengan kulit putih itu tidak pernah mau berhubungan dengan wanita yang sudah pernah melakukan hubungan badan dengan lelaki lain.Ini syarat mutlak yang tak bisa diganggu gugat setiap kali dia memakai jasa germo untuk mencarikannya wanita malam.Meski harus menunggu dan membayar mahal untuk itu, dia tak perduli. Uang bukan perkara sulit baginya."Brengsek!" Ucap laki-laki itu kesal karena sudah mendapat makian dari wanita yang bahkan tidak dia kenal.Cukup lama dia terdiam menatap ke arah jendela di dalam kamar apartemennya, hingga akhirnya tersadar bahwa dia sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengirimkan alamat apartemen pribadinya itu pada nomor wanita sialan yang tadi mengatainya doggie.Dengan cepat dia pun kembali mengetik pesan kepada nomor itu lagi.Maaf jika saya sudah salah orang. Tapi saya sudah terlanjur mengirimkan lokasi tempat tinggal saya pada anda dan perlu anda tau, hal itu sangat privasi bagi saya. Saya minta kerjasama anda untuk tidak menyebarluaskan informasi yang telah saya kirim tadi. Ingat, jika saya sampai terkena masalah setelah ini, anda orang pertama yang saya cari! Sekali lagi maaf...Sengaja dia menyematkan sepenggal kalimat ancaman di akhir pesannya itu sebagai gertakan kecil agar wanita itu takut dan tidak mencari masalah dengannya.Masih dengan raut wajah kesal, lelaki itu pun memutuskan untuk menghubungi Yasa, mucika*i langganannya."Halo, Yasa?" Ucapnya dengan suara keras begitu panggilannya diangkat oleh Yasa."Ya, Bos? Ada apa?" Tanya Yasa di seberang."Lo kalo kasih gue cewek yang bener dong, masa gue dikatain 'doggie' sama tuh lonte, dia marah-marah katanya dia bukan lonte.""Masa sih Bos? Tapi tadi gue udah bener kok kasih nomornya Virni ke Bos, coba Bos cek lagi deh," balas Yasa yang tak merasa melakukan kesalahan."Ah udahlah! Gue udah nggak mood! Perjanjian batal!"Klik!Tanpa menunggu jawaban Yasa, lelaki itu langsung menutup teleponnya begitu saja.Dia melempar asal ponselnya ke ranjang. Meraup wajahnya kasar sebelum akhirnya merebahkan diri di atas tempat tidur, masih dengan tubuh yang hanya berbalut handuk di pinggang.Dalam keheningan dengan pandangan mata yang tertuju lurus ke langit-langit kamar apartemennya, sekelebat wajah seorang wanita seketika hadir dalam benak lelaki itu.Seraut wajah yang selalu menghiasi mimpi-mimpi dalam tidurnya. Mewarnai angan-angannya dengan hal-hal indah.Meski wanita itu hanya hadir dalam kehidupan masa lalunya, namun entah kenapa, bayang-bayang nya sulit dia lupakan hingga detik ini.Menggeleng cepat, saat isi kepalanya mulai kembali memikirkan hal-hal tak senonoh, Kahfi bangkit dari tempat tidur dan kembali terduduk di sisi ranjang.Suara dering ponselnya yang nyaring membuat lamunan Kahfi buyar seketika.Tangan lelaki itu mencari ponselnya di seprai untuk melihat siapa orang yang baru saja meneleponnya.Sebuah nomor baru terpampang di sana.Meski enggan, tapi Kahfi mengangkatnya juga."Halo, siapa nih?" Ucapnya malas."Halo Om? Ini Virni, yang disuruh Mas Yasa datengin Om ke apartemen. Ini Virni udah di lobi apartemen sekarang, Om jemput ya?""Heh, lo punya kaki, kan? Tanya ke Yasa apartemen gue di lantai berapa, dateng ke sini sendiri!" Ucap Kahfi dengan nada ketus."Ih, galak banget sih Om! Nanti cepet tua loh Om kalo galak-galak!" Ledek Virni si wanita malam yang masih virgin itu. Walau masih Virgin, tapi Virni sudah cukup berpengalaman dalam hal memuaskan laki-laki, meski hanya sebatas main di luar.Masih dengan ekspresi wajahnya yang kesal, Kahfi lantas memutus sambungan teleponnya dengan Virni begitu saja.Lonte sialan!*****Mentari pagi kian merangkak naik dan sinarnya menyerbu masuk menerobos dinding berlapis kaca, dari arah balkon sebuah apartemen mewah milik salah satu pengusaha sukses di Jakarta.Seorang lelaki dengan tubuh polos berbalut selimut putih terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke sisi kiri tempat tidur, di mana seorang wanita masih terbuai dalam mimpi indahnya.Kahfi hendak membangunkan wanita itu ketika sebuah suara keras dari arah pintu terdengar mengejutkan."Astaghfirullah! Kahfi!" Sentak seorang wanita berhijab seraya membanting pintu kamar apartemen sang anak, Muhammad Al-Kahfi.Wanita paruh baya itu kini berjalan ke arah tempat tidur di mana Kahfi yang kaget sedang berusaha memakai celananya. Sama halnya dengan yang dilakukan Virni, yang juga langsung terbangun begitu mendengar suara bantingan pintu kamar apartemen."Siapa dia?" Tanya Wanita bernama Laras itu, dia Ibunda Kahfi.Saat itu, tangan Laras tertuju ke arah Virni yang sepertinya ketakutan."Dengerin Kahfi dulu, Mi--""Ummi nggak butuh penjelasan apa pun dari kamu! Ummi cuma tanya, siapa perempuan ini?" Tanya Laras dengan suaranya yang semakin lantang."Sa-saya cuma perempuan bayaran yang disewa Om Kahfi, Bu," ucap Virni terbata."Apa? Jadi kamu pelacur?" Laras semakin terkejut. Wanita itu kini memegangi dadanya yang kian sesak mendapati kenyataan atas kelakuan bejat putra yang menjadi kebanggaannya selama ini."I-iya Bu, saya nggak salah apa-apa Bu, saya cuma bekerja Bu," Virni semakin ketakutan."Mi, tenang dulu Ummi," Kahfi sudah berdiri di sisi Laras, berusaha mengajak Laras duduk namun Laras tak mau disentuh oleh putranya."Jangan pegang-pegang Ummi sama tangan kotor kamu itu!" Bentak Laras kemudian. "Ummi benar-benar kecewa sama kamu, Kahfi! Ternyata seperti ini kelakuan kamu di luar selama ini? Menjijikan!"Kedua bahu Kahfi mencelos. Menyesali perbuatannya sendiri. "Maaf Ummi, Kahfi bisa jelasin semuanya--""Ummi nggak mau dengar penjelasan apa pun lagi dari kamu! Hari ini juga kamu harus pulang ke rumah dan menghadap Abi! Paham kamu, Kahfi?"Tatapan Laras masih tertuju lurus pada Kahfi yang kini menundukkan kepala. Kejadian pagi ini benar-benar memalukan. Terlebih mengecewakan.Sebagai seorang Ibu, Laras merasa gagal mendidik Kahfi.Benar-benar gagal."Kamu itu tumbuh di tengah keluarga yang paham akan norma-norma agama Kahfi! Bahkan selama ini kamu itu kami ajarkan shalat dan mengaji, tapi lihat sekarang? Kamu dengan leluasa melakukan zina dengan pelacur?" Napas Laras tersengal akibat amarah yang tak mampu dia luapkan sepenuhnya. Laras tak ingin kejadian memalukan ini mempengaruhi kondisi kesehatannya hingga memutuskan untuk meredam emosi di dadanya saat ini. Biarlah, aib ini cukup dirinya dan Allah saja yang tahu."Ummi tidak tau lagi harus bicara apa sekarang! Yang jelas, Ummi benar-benar kecewa sama kamu," satu titik air mata Laras akhirnya terjatuh.Laras pergi meninggalkan apartemen itu dengan beribu kepedihan dan kekecawaannya pada sang anak.Bahkan teriakan Kahfi tak sama sekali digubrisnya.Kahfi yang hanya bisa termangu di ambang pintu apartemen masih dengan kondisi tubuhnya yang bertelanjang dada.Kahfi tau dirinya sudah bersalah.Hanya saja, dirinya memang tak mampu terbebas dari candu akan seks sejak dia melakukan hal itu untuk pertama kalinya dengan sang mantan dahulu.Seks, seolah menjadi jalan pintas Kahfi dalam mengatasi kemelut hatinya selama ini, terlebih saat lagi dan lagi pikirannya harus kembali teringat akan sosok seorang wanita di masa lalunya.Wanita yang selalu Kahfi harapkan kehadirannya dalam kehidupannya saat ini.Saat itu, Kahfi hendak kembali masuk ke dalam apartemennya ketika tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.Omong-omong, siapa orang yang sudah memberitahukan alamat apartemennya ini pada Ibunya?Sebab, sejauh ini, alamat apartemen ini hanya diketahui oleh Yasa, lalu beberapa pelacur yang pernah dia booking dan...Wanita yang semalam memaki dirinya dengan sebutan hewan.Sepertinya, Kahfi memang harus mencari tahu siapa wanita sinting yang sudah berani berkata kasar padanya semalam."Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo