"Kahfi? Sedang apa kamu di sini?" ucap Ranti saat pintu kamar hotel yang ditempati customer baru nya itu terbuka. Memunculkan sosok sang menantu di baliknya, membuat Ranti jelas terkejut.Tak bedanya dengan Ranti, Kahfi sendiri terlihat jauh lebih terkejut dari apa pun juga.Melihat keberadaan sang ibu mertua di hadapannya, Kahfi seperti melihat hantu di siang bolong.Saking syok, lelaki itu bahkan tak mampu berkata-kata, hingga suara seorang wanita dari arah dalam terdengar memanggil namanya."Kahfi, siapa yang datang?"Mendengar suara yang jelas-jelas begitu dia kenal, sontak kedua bola mata Ranti melotot dan langsung bergerak cepat menerobos masuk ke dalam kamar hotel itu. Tubuh Kahfi pun terdorong seiring Ranti yang merangsek masuk ke dalam.Tak ada hal yang bisa Kahfi lakukan saat itu sebagai pembelaan diri karena dia tahu semua sudah tamat baginya.Ranti pasti akan salah paham dan berpikir yang bukan-bukan."Kamu?" Gumam Ranti dengan napasnya yang mulai naik turun tak beraturan,
BRAK!Sitta terkejut saat Kahfi baru saja membanting pintu kamar apartemen miliknya, ketika keduanya baru saja sampai di sana.Usai kepergian Bulan, di mana Kahfi di parkiran tadi terlihat terus memohon agar Bulan tak pergi, mood Kahfi jelas sangat buruk. Itulah sebabnya, sejak di perjalanan menuju apartemen tadi sampai kini mereka tiba di sana, Kahfi terus bungkam, sementara Sitta pun bingung harus memulai aksi protesnya dari mana.Entah kenapa, nyali Sitta tiba-tiba saja ciut melihat betapa terpukulnya Kahfi atas sikap Bulan di parkiran hotel tadi.Sitta yang terlalu bingung harus melakukan apa, hanya bisa terpaku menatap Kahfi dan Bulan yang terlibat adu mulut di parkiran mobil.Kahfi yang menjelaskan pada Bulan tentang seluruh perasaannya selama ini, sementara Bulan yang meminta Kahfi untuk tidak lagi mengganggunya.*"Aku dan Sitta hanya menikah di atas kontrak, Bulan, kamu tau itu, kan? Aku sama sekali tidak mencintai Sitta, karena satu-satunya wanita yang aku cintai selama ini
"KALAU BUKAN KARENA ULAH LO YANG UDAH MENGADUKAN KEBERADAAN GUE DI KAMAR HOTEL BULAN KE TANTE RANTI, MUNGKIN HUBUNGAN GUE SAMA BULAN NGGAK AKAN BERAKHIR SEPERTI INI, SETELAH APA YANG UDAH NYOKAP LO LAKUIN KE BULAN TADI! LO BENER-BENER EGOIS, TA! EGOIS DAN LICIK!" Ucap Kahfi dengan suaranya yang menggelegar, bak guntur di langit. Kahfi berteriak tepat di hadapan Sitta dengan tatapan penuh kemarahan.Masih terdiam dalam kebingungan, Sitta benar-benar tak menyangka jika Kahfi bisa sejahat itu menuduhnya tanpa bukti."Heh, gue nggak pernah ngelakuin itu ya! Jangan nuduh-nuduh orang seenaknya kalau nggak ada bukti!" balas Sitta tak terima."Apa gue masih perlu bukti sementara yang tau keberadaan gue di kamar hotel Bulan pagi ini ya cuma lo? Terus, gue harus nuduh siapa lagi kalau bukan lo, Ta?" Timpal Kahfi tak mau kalah. Lelaki itu kembali berkacak pinggang masih dengan amarahnya yang tercetak jelas di wajah."Selain gue kan masih ada orang yang bisa lo jadiin tersangka, yaitu Kak Bulan s
Cuaca siang ini mendung.Semendung suasana hati Sitta akibat perlakuan Kahfi.Setelah keluar dari apartemen Kahfi, Sitta langsung menaiki sebuah bus di lampu merah, bahkan tanpa dia melihat kemana tujuan bus itu pergi. Yang Sitta tahu, dia ingin cepat-cepat pergi jauh dari Kahfi.Sitta sangat kesal pada Kahfi yang telah seenak jidat menuduhnya macam-macam hanya berdasarkan asumsinya semata. Tanpa berusaha mencari bukti atas keakuratannya.Duduk di kursi paling belakang yang terletak di pojok dekat jendela, tatapan Sitta tak beralih dari luar jendela. Air matanya masih sesekali menetes, namun dia langsung menyekanya dengan cepat. Sitta tak ingin menjadi cengeng hanya karena lelaki macam Kahfi.Suara dering dari ponsel di dalam saku celana jeansnya, membuat Sitta pun bergerak untuk mengambilnya.Perasaan lega yang sarat seketika tampak di wajahnya yang manis dan sedikit pucat, ketika dia melihat nama Arka tertera di sana."Halo, Ka?" sapa Sitta memulai percakapan."Ta, kamu lagi ngapain
Bulan melepas seluruh pakaian syar'inya begitu dia sampai di dalam kamar di kediamannya di Bandung.Melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan langsung merendam tubuhnya di dalam bathtub yang dia isi air hangat, Bulan memejamkan mata.Ucapan demi ucapan Ranti terus mengusik ketenangannya di sepanjang perjalanannya menuju Bandung tadi.Setelah sekian tahun berlalu dirinya hidup bersama Ranti dan harus bersabar menerima segala sikap buruk dan tak adil Ranti terhadapnya, Bulan memang tak pernah sekali pun membalas perkataan Ranti yang sering kali menyakiti hati dan perasaannya.Bukan tanpa alasan mengapa selama ini Bulan selalu mengalah dan terlihat lemah di hadapan Ranti.Sejatinya dia tidak lemah.Dan Bulan paling benci dianggap lemah.Namun, demi tercapainya tujuan utama yang selama ini dia rancang sedemikian rupa, yakni membalaskan dendam atas penderitaan yang dialami sang Ibunda dahulu akibat perbuatan Ranti, dengan menghancurkan Ranti, melalui Sitta, Bulan pun rela menjadi orang lain
"Oh, ya ampun, sayang? Kamu nggak kenapa-kenapa, sayang? Aku syok banget tadi pas sampe di sini, aku pikir kamu yang meninggal, sayang," ucap Kahfi dengan sandiwaranya di hadapan polisi.Dengan wajah panik penuh intrik, Kahfi lantas memeluk Sitta dan menciumi wajah sang istri berkali-kali.Sitta yang terkejut awalnya hanya bisa melongo mendapat perlakuan seperti itu secara tiba-tiba, hingga akhirnya, dia pun sadar dan langsung berusaha melepaskan rangkulan Kahfi di pundaknya."Sayang, aku minta maaf ya? Aku bener-bener minta maaf dan janji nggak akan mengulangi kesalahan itu lagi," ucap Kahfi lagi seolah tak memberi kesempatan apa pun pada Sitta.Tatapan lelaki itu kini beralih pada pihak kepolisian di hadapan mereka, yang tampak menatap bingung."Hm, maaf Pak Polisi, saya ini suami Sitta. Tadi siang kami bertengkar, lalu istri saya pergi dari rumah, dan seharian ini saya terus mencarinya. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga," ucap Kahfi disertai kekehan kecil. Tangannya semakin merang
Sesampainya di basement apartemen dan Kahfi sudah memarkirkan kendaraan di sana dengan sempurna, Kahfi pun berniat untuk turun dari mobil.Menoleh ke arah Sitta di sisinya yang masih tertidur, Kahfi langsung membangunkan sang istri."Ta, udah sampe, Ta. Bangun," ucap Kahfi sambil mengguncang pelan bahu Sitta.Tubuh Sitta bergeser sedikit tanpa membuka mata, bibir gadis itu bergerak, seperti bergumam, dibarengi dengan kedua tangannya yang seketika memeluk tubuhnya erat, "dingin..."Reflek, Kahfi pun menyentuh kening Sitta dengan punggung tangan dan menjadi terkejut saat mendapati suhu tubuh Sitta yang sangat panas.Sitta demam?"Lo sakit? Mau berobat? Gue anter ke klinik ya?" ucap Kahfi spontan.Kepala Sitta menggeleng lemah. "Gue mau tidur..." ucapnya dengan suara super pelan.Melihat keadaan Sitta yang seperti ini, Kahfi jelas khawatir. Itulah sebabnya, Kahfi pun langsung menghubungi dokter klinik kenalannya, agar lekas mendatanginya ke apartemen."Ta, Ta," Kahfi kembali mengguncang
"Jangan ngambek lagi dong, gue minta maaf, ya? Lo mau, kan maafin gue?" Ucap Kahfi yang untuk pertama kalinya bersikap manis pada Sitta. Mengingat usia Sitta yang memang masih terbilang sangat muda, delapan belas tahun, hampir berbeda sepuluh tahun dengannya, Kahfi lah yang seharusnya lebih banyak mengalah dan bersabar. Terlebih, dalam keadaan Sitta yang sedang sakit seperti ini."Yaudah kalau lo masih nggak mau maafin gue, nggak apa-apa. Gue ke bawah dulu ya beli sarapan?" ucap Kahfi pada akhirnya setelah dia menunggu jawaban Sitta, namun gadis itu tetap saja bertahan dalam diam.Kahfi hendak melepas genggaman tangannya di jemari Sitta diiringi dengan gerakan tubuhnya yang ikut bangkit dari kursi, ketika jemari Sitta menahan jemarinya.Kepala gadis itu menoleh cepat dan berkata, "gue beneran nggak ngadu apa-apa ke nyokap gue kemarin, Fi. Lo bisa tanya langsung sama nyokap gue kalau masih nggak percaya."Kahfi tersenyum dan kembali menempelkan bokongnya di kursi.Membalas genggaman ta