Share

BAB 6 KECEWA

malam ini benar-benar indah, dekorasi kamar yang hangat membuat pikiran melayang. hanya berdua di kamar pengantin, bersama suami tampanku. benar-benar membuatku lumpuh, tunduk takluk dihadapannya.

dibaringkannya dengan lembut tubuhku diatas sprey pengantin berwarna putih itu. seraya membelai wajah dan rambutku. aku terdiam saat ia mulai berani menyentuh bibirku dengan jari jemarinya. sudah tidak bisa aku menggambarkan lagi, gejolak hati ini.

kami sudah terombang ambil di peraduan cinta.

sepasang insan manusia ,sedang bercumbu rayu di kesunyian malam. dengan nafas menderu, ia menunaikan tugasnya sebagai seorang suami malam ini.

di ujung-ujung peraduan kami saat melakukan hubungan cinta itu. tak tau mengapa, ku lihat wajah suamiku tampak memucat dan terdiam, matanya berair seolah berkaca-kaca.

aku tidak mengerti,

mengapa tiba-tiba dia terdiam dan menangis.

ku dekati ia dan bertanya..

"abang, kenapa kamu menangis??" sambil ku belai lembut bahunya.

ia menepis tanganku, saat mengusap bahunya..

sungguh aku benar-benar tidak mengerti, mengapa perilakunya menjadi aneh..

" kamu kenapa baang, uci ada salah sama abang??" lanjutku.

dia masih terdiam dan memeluk kedua lututnya sambil terisak tangis lirih dari bibirnya.

apa yang sudah kulakukan ya Allah, sampai membuatnya menangis, aku hanya terdiam. banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiranku.

apa dosa yang telah aku lakukan??

bahkan setelah ibadan ranjang, ia langsung membenciku seolah aku sudah menjahatinya.

ku ambilkan segelas air putih dengan harapan, ia akan mengungkapkan kesedihannya kepadaku.

tapi tetap saja ia diam, dengan wajah muram. tak seperti saat pernikahan berlangsung, dan tak seperti sebelum ibadah ranjang itu kami lakukan.

tiba saja hatiku merasa sakit dengan perilakunya yang aneh..

dimana letak salahku? dimana kelakuanku yang membuatnya marah..?

"aku ingin keluar mencari angin" ujarnya sambil beranjak dari tempat tidur dan mengambil pakaiannya yang berserakan di kasur.

aku terpaku, benar-benar bingung, rasa sakitku semakin bertambah. kala ku lihat, sprey putih itu tidak ada noda darah perawanku.

bagaikan disambar petir hatiku, apakah itu sebabnya dia membenciku?. tanyaku pada diri sendiri.

akupun tak paham, yang kurasakan hanya sakit di area kewanitaanku. membuatku sedikit sulit untuk berjalan, terasa perih dan sempat ku teteskan airmata saat ia melakukan itu. tapi ku tahan karena sifat maluku ini.

malam ini hatiku terasa remuk, kecawa, tapi tak bisa ku teteskan air mata. bagaiman caranya aku menjelaskan padanya, kejadian ini pertama kali ku lakukan. hanya dengan dia, tapi kenapa Allah tidak memberikan darah suci itu pada malam pertamaku.

setelah paginya, bak petir menyabar kepalaku. air mata jatuh saat kupikirkan kejadian malam ini. suamiku mulai menjauh dariku, setiap hidangan yang aku siapkan, ia memakannya tapi tidak mengajakku ngobrol apapun seperti biasanya.

tak henti-henti aku berdoa kepada Allah untuk memberanikan diri, untuk mengajaknya ngobrol hal yang membuatnya kecewa dari ku, hal tentang "keperawanan" itu.

inginku membela diri

tapii.....

dia tampak tak mau menatap wajahku sama sekali

ibadah ranjang itu tetap kami lakukan, tapi kejadian itu terulang terus menerus selama tiga hari selama dirumah ibu. setelah berhubungan badan selalu murung dan tampak tak bahagia, selalu ku pastikan apakah ada darah atau tidak tapi hasilnya nihil.

ternyata memang benar aku tak mengeluarkan darah sebercakpun.

tangisku pecah setiap kali mandi mengingat kejadian memalukan ini, sungguh aku malu dengan suamiku.

tapi aku tak pernah berbuat dosa zina sampai melakukan hal yang dimurkai Allah. aku malu dengan jilbab lebarku, aku malu dengan ke sok sucianku, kepedeanku dalam menjaga diriku. tapi hasilnya sangat menyakitkan.

ku salahkan diriku, ku salahkan Allah, ku salahkan tubuhku, aku mulai membenci diriku sendiri sebagai istri. jika memandang wajah suamiku, rasa sesak dadaku tak terasa kadang berlinang air mata.

takut...

takut.. suamiku memberikan penilaian ya g buruk terhadapku.

anehnya jika didepan ibu ia nampak baik-baik saja terhadapku.

setelah beberapa hari, kami putuskan untuk pindah rumah agar kami lebih mandiri. saling berpamitan dengan ibu dan abang kandungku.

kami sekarang menempati rumah dari hasil kerja suamiku, sebagai kepala bagian di salah satu perusahaan kelapa sawit.

setelah pindah rumah, tentu saja harus membeli beberapa perabotan rumah. karena jarak pasar dan rumah kami berdekatan, aku mengajak suamiku untuk membeli bahan makanan di pasar.

walaupun daerah kewanitaanku masih terasa perih, dan untuk jalan saja terasa ngilu tapi tetap ku tahan. karena malu, takut diledek karena pengantin baru.

"abang sayaang, antar uci kepasar yuk.. nanti uci masakan makanan kesukaan abang.." ucapku sambil merayu memegang lengannya.

ia menepis seolah tak mau ku sentuh.

nampak suamiku itu mengeluakan motor dari garasi sambil menungguku untuk naik ke motor.

ku lupakan sikapnya tadi dan ku naiki motor yang siap ia kendarai.

ku lingkarkan tanganku dipinggangnnya, agar merasa aman saat naik motor.

"sayaangku... bawa motornya jangan telalu kencang, ini jalannya rusak" ujarku.

tak tau kenapa, ia nampak marah bahkan membawa motor bagaikan orang gila. tak nampak lubang-lubang batu yang ada di jalan, ia tabrak saja.

suatu ketika, motor menabrak lubang yang lumayan besar. badanku tergoncang, rasanya rahimku mau lepas betapa sakitnya..

aku tahankan saja, kemaluan rasanya sangat sakit dan ngilu. tanpa sadar ia mulai menyakiti hatiku.

di jalan ku tahankan rasa sakit, dengan mata yang berkaca-kaca.

setelah usai berbelanja, dengan hati yang sakit. ku lihat dari kejauhan, ia hanya menatapku dengan pandangan sedih sambil menunggu di atas motor itu.

batinku mulai merasakan kesakitan tiada henti setelah malam pertama itu. kurasa aku akan bahagia setelah pernikahan ini, tapi ternyata malah membawa kekecewaan pada suamiku.

setiap kerja ia seperti tak betah dirumah, selalu saja bilangnya lembur, lembur lagi. bahkan kadang aku sholat sendiri. tak pernah ku dengar panggilan romantis lagi dari suamiku.

sangat menyayat hatiku, setiap malam air mataku mengalir, seakan menjadi beban dosa untukku.

tapi dosa yang tak pernah aku lakukan.

untuk memulai bicara tentang malam pertamapun, aku merasa ciut, tak punya nyali.

oh, tuhanku...

berikan aku kekuatan, untuk menjelaskan hal ini. aku benar-benar sakit. dengan perlakuan suamiku, yang tak adil bagiku.

perubahan sikap yang menyiksa batinku. setiap berhubungan badan, aku merasa trauma dan tak menikmati. itu karena kejadian yang membuatku syok dengan kenyataan itu.

menjalankan ibadah ranjang hanya karena nafkah batin saja.

tanpa ada rasa senang di hati..

perasaan tertekan, malu menghiasi kegiatan suami istri ini. aku benar-benar tak enjoy, jika teringat perlakuannya kepadaku setelah melakukan hubungan ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status