Share

Chapter 10

"Anda pikir Anda siapa? Ya! Anda mungkin seorang majikan di rumah ini, seorang pemilik kekuasaan di kantor Anda, dan memiliki kuasa yang besar. Namun Anda sama sekali tidak berkuasa sepenuhnya atas diriku, Anda mungkin memiliki banyak hal tapi tidak segalanya. Anda tahu, Anda adalah orang paling menjijikkan yang pernah aku lihat. Dan pecat aku sekarang juga Tuan Martin Dailuna!" ucap Andira dengan nada menentang, dan menatap berani wajah Martin Dailuna.

Mendengar itu, kemarahan Martin semakin memuncak, matanya nanar, dan dengan sigapnya, mendorong Andira dengan tangannya yang saat itu memegang tangan Andira dengan keras.

Kini tubuh Andira terjepit, tubuhnya terhimpit antar Martin dan meja dapur. Kedua mata mereka saling memandang dengan kemarahan satu sama lain. 

"Siapa kau? Siapa kau yang berkata seperti itu padaku? Dengar baik-baik, aku ini adalah Martin Dailuna, dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau salah saat mengatakan bahwa aku tidak berkuasa atas dirimu, kau salah bahwa aku tidak memiliki segalanya, karena aku akan memilki apapun yang kuinginkan termasuk dirimu. Ingat ini, kau bukan siapa-siapa, jikapun kau aku pecat hari ini, maka kau akan kesulitan mencari pekerjaan di hari esok. Ibumu sakit, dan siapa yang membiayainya? Aku, Martin Dailuna! Adikmu bersekolah dan siapa yang membiayainya? Aku juga! Jangan pernah berani-berani menentang diriku, Andira!"

Setelah mengucapkan setiap kata yang ingin keluar dari mulut Martin, dia kemudian mendorong keras tangan Andira dan pergi dari sana. Dia keluar dari dapur dengan rasa marah, kesal, dan menyesal.

Saat akan menaiki tangga mata Martin tersangkut pada wanita yang baru saja membuka pintu rumahnya. Sarah, dia baru pulang dari acara seorang temannya. 

Tak peduli dengan hal itu, Martin kembali mendaki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. 

Sedang Andira menangis tersedu-sedu, terduduk di lantai dapur, menutup matanya yang sudah kebasahan.

Dia terperangkap oleh permainan Martin Dailuna, dia tidak tahu harus bagaimana, yang dia khawatirkan adalah ibu dan adiknya, dia tidak ingin jika Martin menghentikan biaya rumah sakit ibunya dan biaya sekolah untuk adiknya.

"Andira," ucap seseorang yang berdiri tepat di hadapan Andira.

Andira kemudian mendongak ke atas, melihat Sarah sudah berdiri di sana. Kemudian dia mengusap air matanya, dan berdiri dengan cepat

"Kau menangis? Oh, aku tahu, Martin membentak kamu, karena kamu yang mencuri uangnya?" ucap Sarah, dengan menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu. 

"Tidak, Tuan Martin tidak membentak ku, bukan aku yang mencuri uangnya, hanya saja aku mendengar kabar bahwa ibuku masih belum sembuh," ucap Andira, dia sengaja berbohong agar tidak dimarahi dan apa yang terjadi barusan tak diketahui seorang pun.

Sarah mengangguk setelah mendengar ucapan Andira.

"Aku mengerti, ibumu sudah sangat lama melayani rumah ini, dengan jujur, sabar dan bekerja dengan baik. Pasti ibumu mendidik kamu dengan baik. Aku lihat Martin keluar dari dapur, apa yang dia lakukan di sini?" tanya Sarah.

"Eee..., dia hanya datang untuk meminum, dan Anda, apa yang Anda lakukan di sini?" Andira yang berbalik bertanya.

"Oh, aku hanya ingin mencari tahu apa yang Martin lakukan di sini, lagi pula kalua aku yang menanyainya, pasti dia tidak akan menjawab, tahulah, dia itu cuek sekali," ujar Sarah, dia menepuk bahu Andira dengan pelan dan pergi dari sana. 

Andira juga melangkahkan kakinya keluar dari dapur, dan dia yakin dia tidak akan tertidur dengan nyenyak malam ini.

Ucapan Martin Dailuna cukup mampu membuat dirinya risau.

"...aku memiliki apapun yang kuinginkan, termasuk dirimu..." ucapan Martin yang masih menggema di kepala Andira.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pajiarma
kenapa harus ada koin untuk bisa baca bovel nya..?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status