Melihat dia tertegun dan kehilangan kata-kata aku tertawa sinis dan menggoyangkan layar ponsel ke arahnya.
"Apa kau punya penjelasan untuk ini? Kenapa diam saja?""Ah, i-itu aku hanya ....""Berikan alasan logis yang akan mudah kumengerti dan kupercaya sebab setelah kau merendahkan diriku, Aku butuh penjelasan yang logis sebelum aku menggugat perceraian.""Apa, bercerai?""Ya, kecuali kau punya alasan kuat agar aku tidak merasa bahwa aku memang benar-benar adalah anjing di dalam rumah ini.""Itu hanya ...." Lelaki itu mendesah setelah tidak menemukan kata kata untuk melanjutkan penjelasannya."Hanya apa... hanya sebuah bercandaan? Kalaupun bercanda tidak akan sampai separah itu! bahkan kau tidak menamakanku, hanya meletakkan gambar anjing dan nada deringnya juga sama, suara anjing!""Kenapa kau tersinggung sekali?""Bagaimana kalau aku ganti gambar nama kontakmu dari suami tersayang menjadi monyet, lalu kuletakkan gambar monyet dan setiap kali kau meneleponku juga akan kupasang ciri khas suara monyet agar aku bisa membedakan siapa yang menelpon, kau atau orang lain.""Aku tak akan tersinggung sebab aku tahu kau mencintaiku," jawabnya melengos."Hahaha, sungguhkah! ucapanmu bukannya meredakan hatiku, tapi malah membuatku semakin marah. Alasanmu sungguh tidak masuk akal dan kau tidak usah berpura-pura, jujur saja Mas, kau memang menganggapku anjing!""Ya Allah Kenapa harus rumit seperti ini sih? Aku tinggal menggantinya saja dengan nama Fitiya, lalu semuanya selesai!" Dia mengetik di ponselnya lalu menunjukkan namaku menggantikan gambar anjing tadi."Ini bukan masalah ganti mengganti ... tapi aku hanya ingin tahu motivasi sehingga kau menyamakan diriku dengan hewan?""Aku tidak menyamakanmu! aku hanya menyamarkan kontakmu agar teman-temanku tidak menyalin nomor ponselmu lalu mengerjai diri ini?""Maksudnya?" Aku melipat tangan di dada sambil menunggu penjelasannya yang tentu saja semakin tidak masuk akal."Begini fitia... teman-temanku sangat iri dengan kebahagiaanku dan betapa bangganya aku memilikimu, jadi mereka ingin sekali sesekali mengerjai diri ini. Mereka ingin membuatmu cemburu dengan mengatakan kalau aku punya selingkuhan, makanya aku menyamarkan nomor ponselmu agar mereka tidak menemukannya.""Harus sekali dengan gambar anjing?""Itu agar mereka kesulitan Fitiya, aku sungguh tidak bermaksud, Sayang. Aku .... aku benar-benar minta maaf." Lelaki itu berkata dengan nada gugup dan gemetar, dia mencoba meraih kedua bahuku sambil tersenyum tapi aku menepisnya.Aku tidak mempercayainya, entah kenapa perasaanku tidak percaya, aku tidak yakin alasannya sesederhana itu.Bayangkan saja, jika kita mencintai seseorang maka segala sesuatu tentang dirinya adalah hal yang baik-baik dan manis-manis. Kita ingin memberi tanda dan menamai orang yang kita cintai dengan hal-hal yang baik, tak mungkin, suamiku mencintaiku tapi dia malah menamakan diri ini dengan anjing.Tak mungkin begitu."Lalu bagaimana dengan nada dering ponselmu yang benar-benar mencirikan panggilanku?""Astaga, nada dering ponselku memang itu... Itu nada dering default yang berlaku untuk semua panggilan," jawabnya tertawa. Aku semakin tidak percaya saja dan di saat bersamaan tiba-tiba ponsel lelaki itu berdering.Nadanya bukan suara anjing tapi melainkan suara nada dering klasik dari ponsel iPhone."Lihat kan, kebohonganmu langsung diungkap secara nyata oleh Tuhan!""Sebentar, aku bisa jelaskan! tapi aku izin dulu untuk mengangkat panggilan!" Ia nampak panik melihat layar ponselnya, lalu segera berlari menghindariku. Gelagatnya aneh sekali, di mana selama ini, dia bisa mengangkat panggilan kapan dan di mana saja. Tiba tiba sebuah panggilan datang, dan dia langsung panik menjauhiku membuat diri ini semakin curiga dan aneh saja."Ya, ya, aku akan datang aku akan membereskan semuanya, jangan khawatir." Itu jawaban suamiku yang nampak kesal sekaligus gugup ditambah ia terus melirik ke arah diri ini."Ya, jangan khawatir, sabar sebentar."Usai mematikan ponselnya lelaki itu meletakkan kembali benda itu ke dalam kantongnya."Siapa?""Teman kerja, ada sedikit kendala.""Bukannya kantor sudah ditutup jam 05.00?""Yang namanya bea cukai bisa datang kapan saja. Kau tahu kan' aku bertugas di bandara, bandara itu tidak pernah tutup 24 jam. Jadi kalau ada kendala ,mereka pasti menghubungiku.""Aneh, itu tidak pernah terjadi sebelumnya di luar jam tugasmu.""Ini masih jam tiga sore, ada yang urgent, aku harus pergi!" ujarnya menghindar.Dia mendekat lalu mengecup keningku kemudian buru-buru meraih kunci mobil di nakas, belum sempat ia makan dan ganti baju setelah pulang tadi, tiba-tiba ia harus kembali lagi ke bandara.Tapi karena buru buru, tiba-tiba sepatu suamiku mengalami slip dan tergelincir di ubin, dia terperosok dan jatuh, hingga ponselnya keluar dari kantongnya."Astaghfirullah." Lelaki itu segera berusaha bangkit dan meraih benda yang meluncur sedikit jauh sampai ke hadapanku. Dia buru-buru ingin meraih ponsel itu.Di momen bersamaan itu, ponselnya kembali berdering, nada klasik itu terdengar kembali, tapi bukan suara anjing, ada nama my Queen terpampang di sana. Besar dan ada emoji jantungnya.My Queen, ratuku ... Waw, aku langsung membulatkan mata.setelah rangkaian kesulitan hidup yang susah sekali dikembalikan untuk jadi lebih baik, perlahan aku mulai berjuang untuk Mila, mulai membuka hati dan serius mencintainya. mulai menerima kenyataan bahwa Fathia bukan jodohku dan istriku sekarang adalah Mila. Aku berhenti mengejar Fatia dan berharap dia akan bersimpati padaku, aku memutuskan untuk menerima kenyataan, berdamai dengan apa yang kumiliki dan menjalani apa yang bisa kujalani. Aku tahu aku punya banyak hutang pada Mas Fadli yang itu merupakan suami Fatia, meski ingin sekali keluar dari tempat ini tapi aku terikat kontrak dengan mereka sehingga aku harus bertahan untuk melunasi semua itu sembari bertahan hidup untuk istriku. Hutang pengobatan Mila juga masih ada padaku, berikut juga dengan PR untuk memperbaiki apartemen kami serta mengembalikan sisa uang pembeli yang tempo hari membatalkan pembeliannya. hidupku seakan di lantai oleh hutang-hutang yang tidak terhitung banyaknya. jika aku menanggapi itu dengan pikiran ke rumah
Besok hari, sebelum berangkat kerja aku mampir ke rumah ibuku, Aku ingin bicara sedikit dengan beliau dan mendiskusikan tentang istriku. ucapkan salam dan kebetulan Ibu sedang ada di meja makan, beliau sedang sarapan dan menikmati secangkir kopi bersama ayah. "selamat pagi bunda?" "pagi sayang." Ibu menerima kecupan dariku, dan ayah juga kucium tangannya. "tumben mampir kemari, biasanya kau akan langsung ke gudang dan pabrik kakakmu?""Aku rindu dengan ibu karena sudah lama tidak mampir, Aku benar-benar merindukan kalian.""ah kau ini...." Ibu menepuk bahuku sambil tertawa. "Bu aku ingin bicara sedikit denganmu.""ada apa?" Ibu mengalihkan perhatian dan menatapku. "meski sulit dan menyebalkan ... tapi aku benar-benar berharap Ibu mau memaafkan kami... Tolong maafkan aku dan berilah mila kesempatan untuk jadi menantu yang baik," pintaku dengan nada yang berhati-hati. "tumben bilang begitu?" Ayah yang heran menatap diri ini dengan lekat. "kemarin itu ucapan Bunda membuat istrik
karena diusir sedemikian rupa kami tidak punya pilihan lain selain pergi. ku bawa istriku kembali lalu bersama dengannya kami menaiki mobil perusahaan untuk kembali ke rumah. "kupikir ibumu ada benarnya Mas," desah wanita itu memecah keheningan di mobil kami. "apa maksudmu?""baginya menantunya hanya Mbak Fathia, dia menyayanginya dan wanita itu memang pantas mendapatkan kasih sayang yang besar.""tapi dia bukan lagi istriku, jadi Ibuku harus menerima kenyataan bahwa kamulah satu-satunya menantu." aku menggenggam tangannya, berusaha membuat dia tenang. terasa sekali kasarnya kulit karena bekas luka bakar, membuat hati ini terenyuh. aku tahu istriku salah terlalu banyak bersikap sombong dan arogan, tapi kekesalan jadi kecemburuannya setiap hari bertemu dengan Fathia terpatik gara-gara diriku. andai aku lebih bisa menjaga hati dan perasaannya mungkin semua musibah itu tidak akan terjadi. mungkin jika istriku akan lebih tenang tidak perlu terjadi musibah yang betul-betul membuat di
"sepertinya kau terkesan dengan kebaikan fatia barusan?"tanya istriku saat aku dan dia mencuci piring dan Fathia sudah pulang. "aku terkesan karena dia mau memaafkan kita dan mau turun tangan membersihkan tempat ini untuk membantumu," jawabku. "aku sendiri terpukau dengan kebaikan mantan istrimu itu. kupikir dia akan terus memusuhi kita tapi ternyata dia punya ketulusan yang tidak kubayangkan." istriku mencuci tangannya dan mengeringkannya disobek, aku tidak mengerti maksud tetapannya tapi sepertinya dia sedikit resah. "mungkin wajar saja jika kau masih mencintai dan berharap bisa berhubungan baik dengannya."aku segera meraih tanganmu lah begitu mendengar dia mengatakan hal tersebut. tersenyum diri ini sambil mengetuk keningnya dan kupeluk dia dengan erat. "dia memang sebaik itu tapi sekarang hanya kau satu-satunya cinta di hatiku.""tidak usah menghiburku dengan kalimat itu,"jawab Mila sambil mendorong dada ini dengan ujung jemarinya, wanita yang kulit wajahnya belum begitu rata
hampir 20 menit berkendara dengan segala kegalauan hati memikirkan apakah apartemen itu masih layak dihuni atau tidak mengingat hampir 1 tahun tidak di sana kupikir sudah ada beberapa bagian yang merembes, kamar mandi juga merembes dengan cat dinding yang sudah mengelupas, beberapa bagian dinding juga retak dan tidak layak, mereka juga lembab dan jamuran tapi aku bisa apa hanya itu satu-satunya tempat yang bisa dituju untuk sementara ini. mungkin aku bisa membayar kontrakan, tapi bagaimana aku akan mencukupi pengobatan Mila, sementara uang itu juga untuk makan dan transportasi sehari-hari. aku harus berusaha mencukupi gajiku ditambah dengan potongan perusahaan yang sempat ku pinjam untuk operasi istriku. kupandangi wajah Mila dan raut kesedihan yang terlihat di matanya, dia berkaca-kaca tapi wanita itu berusaha menyembunyikan kesedihannya. rumah ibunya terlalu nyaman selama ini kami tidak pernah berpisah dengan mereka jadi mungkin istriku harus membiasakan diri dan merasakan kerin
"mau kemana?" Tanya istriku cemas."aku mau pergi, sudah terlalu lama kita diinjak-injak, aku sudah tak sanggup lagi.""tapi...." Mila nampak ragu melihatku yang terus berkemas, dia sepertinya bimbang hendak tetap berada di sini ataukah ikut dengan suaminya yang tidak berdaya ini."aku tahu aku harus menghargai mertua, Aku tahu aku harus menjunjung mereka tapi ini benar-benar keterlaluan, Mil. aku masih punya harga diri.""sebagai orang tua mami pasti terlalu mengkhawatirkanku sehingga dia berkata seperti itu.""aku juga memposisikan diriku sebagai dia. Aku membayangkan putriku harus hidup dalam kesulitan bersama suami yang dicintainya. tapi, aku akan menahan diri dari ucapan menghina orang lain," balasku Dengan hati Yang benar-benar Sakit. ingin rasanya menangis tapi aku malu pada genderku sendiri. aku laki-laki yang harus terlihat tegar tapi ada kalanya perasaan ini rapuh dan sedih. "aku sudah berusaha sekuat tenaga Tapi saat tuhan hanya memberi terbatas, aku bisa apa!! Aku juga ma