"Bintang," panggil seorang gadis.
"Bintang Alvaro," panggilnya lebih lembut.
"Kejora? Ini benar kamu Sayang?" tanya pemuda itu sembari mengucek matanya.
Gadis itu hanya tersenyum manis seperti biasanya. "Iya, ini Kejora, pacarnya Bintang."
Pemuda itu langsung mendekapnya erat, sangat erat seakan tidak akan pernah dilepaskannya lagi. Gadis yang selama ini dirindukannya telah kembali kedalam pelukannya.
"Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa meninggalkanku? Kamu masih marah sama aku, Jo?" tanya Bintang lembut seraya mengelus rambut indah milik gadis bernama Kejora itu.
Gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya dan raut wajahnya berubah murung.
"Bintang tidak akan melupakan Jo, kan?" tanyanya.
Pemuda itu menggelengkan kepalanya terlewat cepat. "Tidak akan. Sampai kapanpun Bintang dan Kejora tidak mungkin berpisah. Langit yang telah menjadi saksinya. Bintang hanya untuk Kejora dan begitupun sebaliknya."
Bintang mendekat
Mereka telah sampai di Rumah Samudra. Rain segera mengeluarkan uang dari dompetnya lalu memberikannya pada sang supir taksi. Namun, uang itu diambil kembali oleh Samudra dan digantikan dengan uang miliknya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi pemuda itu menolak uangnya. "Padahal lagi sakit tapi masih saja menyebalkan," kesal Rain pelan meski masih terdengar jelas oleh pemuda itu. "Rumah kamu kok sepi banget? Tante Dewi, om Anton sama Bi Teti ke mana?" Tanya Rain sembari melirik sekeliling rumah besar tersebut. Samudra hanya meliriknya sebentar lalu kembali melangkahkan kaki panjangnya untuk mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Yuk!" Pemuda itu sudah memegang tangan Rain dan hendak membawanya. "Ke mana? Kamu tuh lagi sakit," tanya gadis itu sekaligus memberikan pernyataan. "Mengantarmu pulang lah apa lagi? Aku tidak akan pernah mengijinkanmu pulang sendiri," jawab Samudra. Gadis it
Keesokan harinya, Samudra sudah siap dengan seragam sekolahnya. Meskipun wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi tidak menghilangkan ketampanannya. Rain terlonjak kaget saat sampai di dapur sudah ada orang yang berdiri membelakanginya. Pemuda itu sedang memasak telur ceplok dan juga nasi goreng. Samudra sudah sangat rapih dengan pakaian sekolahnya, berbanding terbalik dengan dirinya yang masih mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan. "Samudra," panggil Rain untuk memastikan apa yang dilihatnya. Pemuda itu menoleh dan tersenyum tipis padanya. "Sudah bangun? Sana mandi! Bau." Gadis itu menatapnya tajam lalu mendekatinya. "Bau ya? ... Hah!" Rain langsung ngacir ke kamar mandi sebelum mendengar teriakan Samudra yang menggelegar. "Bau banget. Gila." Teriak Samudra kemudian tersenyum dengan tingkah Rain yang selalu membuatnya gemas. *** Setelah selesai mandi, Rain langsung pergi ke ruang makan untuk
Setelah tampil mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing.Samudra kembali ke tempat duduknya sementara Bintang langsung menghampiri teman sebangku Samudra untuk bertukar tempat dengannya. Lebih tepatnya duduk ke posisi semula."Sam," panggilnya pelan membuat sang pemilik nama terlonjak kaget."Sorry,"lanjut Bintang membuat Samudra mengerjapkan matanya. Butuh sedikit waktu untuk otaknya mencerna perkataan sahabatnya itu."Aku tahu tidak seharusnya aku marah berlarut-larut seperti ini. Ya, walaupun kamu tidak mengatakan pada kami alasannya apa, tapi tetap saja kita tidak bisa menyalahkanmu seratus persen. Kamu mau memaafkanku, kan?" Sorot mata pemuda itu benar-benar memancarkan penyesalan. Samudra tidak melihat sedikitpun kebohongan atau keraguan di sana.Tanpa berkata-kata lagi Samudra langsung memeluk tubuh Bintang membuat sang pemilik tubuh melotot sempurna serta langsung mendorong tubuhnya agar melepaskan pelukannya."
Bintang pergi ke roftoop sekolah. Di sana dia biasa meratapi nasib percintaannya yang tidak kunjung selesai.Bintang berharap kejoranya kembali dan kisah cinta mereka akan berakhir bahagia seperti novel-novel yang sering dia baca bersama gadis itu.Bintang jadi teringat saat mereka bertengkar hanya karena sebuah cerita novel.Waktu itu mereka membaca sebuah novel yang menceritakan seorang wanita yang berjuang agar cintanya dapat bersatu dengan kekasihnya yang sama sekali tidak mencintainya.Bagaimana lucunya saat melihat gadis itu menangis ketika endingnya si wanita meninggal demi kekasihnya itu.Kejora berkata bahwa kisah cinta si wanita di novel sangatlah menyentuh hati, sedang Bintang berpikir bahwa wanita di novel itu bodoh karena mau-maunya berkorban nyawa hanya untuk orang yang sama sekali tidak mencintainya.Bintang terkekeh saat membayangkan kejadian itu, ketika kejoranya marah berhari-hari padanya hanya karena tidak setuju den
"Babas, Kakak boleh masuk?" tanya Bianca dari ambang pintu.Baskara meliriknya sebentar kemudian mengangguk mengijinkannya masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu tersenyum tipis lalu langsung duduk di samping adik lelakinya. Dia menarik napas panjang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan keinginannya yang kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan."Ikut Kakak pulang ya," pinta Bianca membuat Baskara langsung menegang."Kakak ingin tinggal sama kamu di rumah." Wanita itu menggenggam tangannya.Baskara memejamkan matanya kemudian menatap kakaknya lekat. Terdengar sebuah helaan napas dari hidungnya. "Rumah Babas di sini."Wajahnya berubah sendu ketika mengatakan itu. Lagi-lagi dia menolak untuk tinggal bersama keluarganya.Bukan karena ia membenci mereka, justru karena ia sangat menyayangi mereka. Ia tidak ingin ayah serta kakak pertamanya semakin membencinya."Bas, Kakak mohon! Kakak tidak akan tenang kalau kamu tinggal sendiri," uja
Gadis itu berjalan gontai tak tentu arah, dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Penuturan penjaga apotek itu bagaikan sebuah mimpi buruk untuknya.Kini tubuhnya terasa ringan seperti tidak menginjak tanah, hatinya sangat sakit mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan oleh sahabat sekaligus cinta pertamanya.Rain jadi paham kenapa setiap diajak bermain basket Samudra selalu menolak dan mencari-cari alasan, ketika orang tuanya sangat over protektif pada kegiatan sekolah yang dia ikuti dan terakhir saat dia tiba-tiba menghilang.Apa mungkin karena penyakitnya kambuh?"Kenapa aku bodoh banget? Kenapa aku tidak menyadarinya dari dulu?" Monolog Rain memukul kepalanya sendiri karena merasa gagal menjadi seorang sahabat yang bisa diandalkan.***"Mas, es jeruknya satu lagi." Ini sudah kedua kalinya Binar memesan minuman yang sama."Makannya?" tanya pelayan itu lagi.Gadis itu melihat jam tangannya sebentar. "Nanti saja
Setelah berhasil menyelesaikan nyanyiannya, gadis itu baru berani mendongakan kepalanya dan jantungnya berdebar ketika melihat semua pengunjung masih memperhatikannya.Suara tepuk tangan memasuki gendang telinganya.Binar menarik bibirnya serta tersenyum manis kepada pengunjung lalu tidak sengaja iris matanya menangkap seorang pemuda yang berdiri di salah satu bangku pengunjung, orang itu tersenyum seraya mengacungkan dua jempolnya bangga.Gadis itu segera membungkukkan badan sebagai ucapan terima kasih lalu menghampiri pemuda tersebut."Wow! penampilan kamu keren banget." kagum orang tersebut yang tidak lain adalah Dirgantara.Selang beberapa detik, Binar menatap Dirgantara dengan tatapan yang sangat tajam seraya menyilangkan tangan di depan dada membuat empunya menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada dirinya."Sorry, aku telat," katanya sadar akan kesalahannya.Binar membuang napasnya pelan lalu mengangguk meski bibirny
Samudra memarkirkan mobilnya kemudian memasuki rumah yang sudah seperti tempat siksaan untuknya.Bukan siksaan fisik melainkan siksaan batin.Di rumah ini dia mendengar dan melihat pertengkaran orangtuanya yang tidak kunjung selesai, setiap malam.Ya, malam atau lebih tepatnya tengah malam. Karena itu adalah waktu yang paling tepat untuk mereka meluapkan semua emosi dan kekecewaan. Dimana mereka berfikir bahwa putranya sudah terlelap dan tidak akan mendengarkan semua pertengkaran sialan itu.Kemudian Samudra kembali melangkahkan kakinya menuju meja kecil yang ada di sudut ruang keluarga, tempat dulu mereka menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga yang bahagia.Samudra mengambil sebuah foto yang dipajang di atas meja, menampakkan wajah kedua orang tuanya yang sedang memegang kedua tangan mungil anak laki-laki yang sedang tersenyum ke arah kamera.Diusap foto ibu dan ayahnya lalu menempelkan telapak tangannya pada dada bidangnya.Sam