Eric menghempaskan tubuhnya di atas kursi kekuasaanya sembari mendengus kesal. Tidak disangka hari ini seorang OB bisa membuat moodnya menjadi buruk.
'Kau seperti seorang office boy, apakah kau ke sini untuk mengantar kopi para pegawai?'
Kalimat gadis OB itu kembali terngiang di telinganya, membuat wajah putih glowing itu terlihat memerah. Rahangnya mengeras sembari kedua tangan itu telah terkepal kuat.
"Berani sekali gadis dekil itu mengataiku seorang office boy!" gumamnya geram dengan gigi yang telah menggelatuk.
Ketukan pintu membuat Eric menoleh kemudian berkata datar. "Masuk!"
Seorang lelaki berjas dengan ciri khas tahi lalat kecil di samping dagu, membuat lelaki itu sungguh manis. Tony berjalan menghampiri bosnya dengan dokumen di tangannya.
"Tuan, Anda yakin ingin membatalkan pertemuan ini. Klien kita kali ini bukan klien biasa," tutur Tony mencoba agar Eric kembali berpikir dengan keputusannya yang tiba-tiba berubah karena amarahnya.
Eric menoleh menatap tajam Tony. "Kau lebih memahamiku, bukan?! Aku tidak pernah mengubah apa yang telah kuputuskan!" tegas Eric. Tony hanya menunduk dan tidak berkata lagi, tidak ingin membuat bosnya semakin dirundung amarah.
Suara ketukan kembali berbunyi, membuat dua kepala itu menoleh. Isyarat dari Eric membuat Tony berjalan mendekati pintu untuk keluar. Saat membuka pintu, seorang gadis yang memakai pakaian khusus OB telah berdiri dengan gugup sembari terus memainkan jemarinya.
Tony sedikit merasa iba melihat gadis di depannya ini, di hari pertama kerjanya ia sudah langsung berurusan dengan bos besar.
"Masuklah! Dan jangan coba untuk memancing amarah singa, jika tidak kau sendiri yang akan menjadi sasarannya!" ucap Tony dengan datar kemudian langsung pergi meninggalkan Mlathi yang masih mencerna kalimatnya.
"Baiklah, terima kasih!" seru Mlathi sembari menatap punggung lelaki itu yang perlahan hilang di balik tembok.
Mlathi menoleh, jantungnya kembali berdetak cepat ketika melihat ruangan yang dimana terdapat si bos besar itu. Mlathi menarik napas dalam untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Semuanya akan baik-baik saja! Jangan memancing amarah singa lagi!" ucap Mlathi berkali-kali di dalam hatinya diiringi dengan langkah kaki yang mulai memasuki ruangan si bos.
Mlathi terus menunduk tanpa berani menatap wajah itu, saat telah mendekati meja, ia menghentikan langkah kakinya. Sedang peluh dingin telah memenuhi dahinya.
"Kenapa kau gugup?! Kemana keberanian beberapa menit lalu yang kau tunjukkan padaku, bahkan berani mengatakan diriku seorang office boy!" sergah Eric menatap tajam ke arah tubuh kecil itu.
"Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan," gumam Mlathi yang masih terdengar oleh Eric.
"Apa! Kau masih berani mengatakan hal itu!" bentak Eric sembari memukul meja dengan kuat.
Mlathi terlonjak hingga ketakutan menyelimuti dirinya, tidak disangka lelaki di depannya ini sungguh sangat seram jika sedang marah.
"Ma-maafkan saya Tuan, sa-saya tidak tau jika Anda adalah pemilik perusahaan ini. Saya hanya pegawai baru, jadi saya belum tau siapa bos di perusahaan ini. Lagi pula tadi penampilan Anda sungguh sangat mirip dengan off-"
"Diam! Sekali lagi kau mengataiku seperti itu, aku tidak akan segan-segan-"
"Maafkan saya Tuan, saya janji tidak akan mengatakan hal itu lagi asal Anda jangan memecat saya. Saya mohon!" pinta Mlathi yang langsung memotong kalimat Eric. Dengan menangkup kedua tangan di depan dada sembari membungkuk.
"Saya tidak bilang ingin memecatmu," ucap Eric yang membuat alis Mlathi menyatu.
"Benarkah?! Terima kasih Tuan, Anda sangat baik!" seru Mlathi kegirangan.
"Kau telah membuat moodku menjadi buruk hari ini dan jika aku memecatmu, itu sama halnya dengan membiarkanmu pergi dan hidup bebas di luar." Kalimat Eric terdengar mengancam, namun tidak membuat Mlathi takut atapun khawatir. Syukur baginya karena tidak di pecat.
"Tidak masalah, selama saya masih bekerja di sini, saya akan melakukan yang terbaik untuk Anda. Terima kasih, terima kasih!" seru Mlathi sembari membungkuk hormat dengan senyum yang semakin melebar.
Eric manaikkan satu alisnya, gadis di depannya ini sungguh sangat polos. Baru kali ini, ia bertemu dengan gadis yang bersikap apa adanya dan terbuka.
"Sekarang ambilkan aku segelas kopi!" Ucapan Eric langsung dibalas anggukan oleh Mlathi kemudian hendak berbalik.
"Dan aku paling tidak suka menunggu!" kalimat itu membuat langkah Mlathi berhenti dan kembali menghadap bosnya.
"Baik, segelas kopi akan siap dalam lima menit," ucap Mlathi dengan yakin kemudian segera pergi keluar dengan langkah cepat.
Saat membuka pintu, Mlathi mendongak saat maniknya menangkap sosok wanita cantik dengan stelan yang begitu elegan. Mlathi sempat berbinar kagum melihat wanita dengan tektur tubuh yang modis itu sembari tersenyum manis.
"Hay!" sapa Mlathi namun hanya dibalas dengan tatapan tidak suka.
"Minggirlah, aku ingin bertemu kekasihku!" ketus wanita itu yang membuat Mlathi langsung bergeser beberapa langkah ke samping.
Wanita itu langsung berdengus masuk tanpa lagi memedulikan gadis dengan penampilan yang dekil itu. Sungguh membuatnya sedikit merasa jijik jika lebih lama berhadapan dengannya.
Wanita dengan bibir merona merah berjalan lenggak lenggok sembari terus mengembangkan senyumnya saat ia melihat Eric sedang pokus menatap laptop. Setelah berada di samping Eric, wanita itu langsung membungkuk sembari mengalungkan kedua tangannya ke leher jenjang milik Eric dengan manja.
"Sayang, aku sangat merindukanmu," lirih Mirsya tepat di daun telinga Eric. Membuat lelaki itu berhenti dalam pekerjaannya.
"Lepaskan tanganmu dari leherku!" bentak Eric tanpa menoleh.
"Sayang, apa kau tidak merindukanku? Kau tidak merindukan adegan ranjang kita?!" Mirsya berkata lirih tepat di kalimat terakhirnya. Membuat Eric langsung menghempaskan tangan itu dari lehernya.
Mirsya meringis sembari menatap sendu ke arah manik yang kini menatap tajam ke arahnya.
"Bukankah aku sudah mentransferkan uang padamu?! Apa itu masih kurang, hingga kau mencoba untuk merayuku!" ketus Eric tidak suka.
"Sayang, aku tidak ingin uangmu. Aku hanya ingin selalu berada di sampingmu dan hidup bersamamu selamanya. Apa kau tidak mengerti perasaanku," ucap Mirsya berusaha mengeluarkan air matanya.
Eric mendesah jengkel, sungguh jijik melihat akting wanita itu. "Yah, aku mengerti bagaimana perasaan seorang wanita licik sepertimu!"
"Terserah kau mau bilang apa, tapi yang pasti aku sangat mencintaimu, Eric!" seru Mirsya sembari kembali mendekat dan berusaha menggapai wajah Eric.
Dengan sigap, Eric langsung mencengkram erat lengan Mirsya hingga membuatnya meringis.
"Berhenti melakukan taktik busuk itu padaku! Kau wanita j*lang tidak akan mampu membuatku tertarik padamu!" bentak Eric yang kembali menghempas dengan kasar lengan itu hingga membuat Mirsya tersungkur ke lantai.
Mirsya meringis sembari mengepalkan kedua tangannya, karena kesabarannya telah habis membuat wanita itu langsung berdiri dan menatap tajam Eric.
"Kali ini, kau tidak akan bisa lari lagi dari genggamanku dan kau tidak bisa mencegahku untuk hidup bersamamu!" teriak Mirsya yang langsung mengeluarkan sebuah kamera.
"Di dalam kamera ini terdapat sebuah video tentang malam yang telah kita habiskan di atas ranjang itu. Dengan menyebar video ini, maka nama baikmu akan segera tercemar!" ancam Mirsya sembari menaikkan satu alisnya.
Eric hanya menatap datar sembari tersenyum miring, sudah ia duga bahwa wanita itu tidak akan melewatkan kesempatan apapun.
"Ancaman yang sangat menarik, Mirsya. Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Tapi, sebelum itu, aku sarankan untuk mengecek video itu terlebih dahulu. Jika tidak kau sendiri yang akan kehilangan muka!" Kalimat Eric membuat wajah Mirsya buram. Seketika membuatnya langsung membuka kamera untuk melihat video itu.
Sedetik kemudian, mata lentik itu langsung membulat diiringi dengan bibir tipisnya membentuk huruf O. Ketika melihat dirinya bersama pria yang tentunya bukan Eric sedang melakukan adegan panas. Wajah itu memerah sembari menatap kesal ke arah Eric yang kini sumringah.
Eric tersenyum puas ketika melihat wanita yang mencoba untuk melawannya itu seketika diam sembari menahan amarah.
"Aku masih berbaik hati, sebelum semuanya berubah. Aku beri kau kesempatan untuk keluar dari ruanganku dan jangan menampakkan wajah jelekmu itu di hadapanku lagi!" ucap Eric tegas dengan wajah yang kini kembali datar.
Dengan perasaan dongkol dan kecewa, Mirsya segera berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu dengan membawa kegagalan lagi. Untuk yang keberapa kalinya, ia kembali gagal menaklukkan lelaki arogan itu. Mirsya membuka pintu dan menutupnya dengan kasar hingga menimbulkan suara keras yang membuat para karyawan yang ada di lantai itu menoleh sembari menatap bingung ke arah wanita yang mereka kenal sebagai sekretaris bosnya.
Mlathi berjalan terburu-buru menuju ruangan si bos dengan secangkir kopi di tangannya. Seketika langkahnya memelan saat kedua maniknya melihat wanita cantik yang tadi juga masuk ke ruangan Eric. Dahinya mengerinyit ketika melihat wanita itu sedikit kesal.'Apakah ia habis bertengkar dengan kekasihnya? Ah bahkan, aku tidak tau namanya siapa?!' pikir Mlathi sembari menggeleng. Ia menampilkan senyum ketika mereka kembali saling bertemu.Wanita dengan lipstik merah merona itu hanya menatap tajam sembari mendengus tidak suka, membuat Mlathi hanya menaikkan kedua bahunya tidak acuh.Mlathi kembali berjalan cepat menuju ruangan si bos. 'Bukankah hanya secangkir kopi, ini tidak terlalu sulit, 'kan. Bahkan tidak butuh waktu lima menit, aku sudah mendapatkannya.' girang Mlathi dalam hati sembari mengetuk pintu ketika telah sampai."Masuk!" Suara berat nan tegas terdengar dari dalam, membuat ia perlahan membuka pintu dan masuk."
Mlathi mendorong sepedanya melewati gang menuju rumahnya. Dengan langkah gontai dan sesekali merenggangkan leher dan pinggangnya karena masih terasa sakit setelah mendapatkan sikap usil dari bos arogannya itu.Mlathi menyenderkan sepedanya pada tembok bercat putih yang telah memudar, kemudian segera mencari anak kunci rumah untuk membuka pintu itu. Setelah terbuka, Mlathi segera berlari ke kamarnya dan merebahkan tubuh kecilnya ke atas kasur."Uh, leganya. Tubuhku berasa retak tak bertulang, bahkan betis kakiku terasa dikuliti dengan kasar," rengek Mlathi sembari memijit betis kakinya dan sesekali memukul betis itu."Lelaki arogan itu benar-benar membuat hidupku semakin sulit, jika bukan karena ia si bos besar, aku pasti telah mencakar wajahnya itu! Aku rasa tidak akan ada wanita yang bisa bertahan lama hidup dengannya. Bahkan jika aku diberi miliyaran uang pun untuk menikahinya, aku tidak akan pernah mau, tidak!" ucap Mlathi sembari menggeleng
Eric benar-benar sudah kehilangan otak untuk berpikir karena pengaruh alkohol yang begitu banyak. Meski Mlathi telah terisak bahkan memohon, namun lelaki yang telah dikuasai dengan nafsu yang bergejolak tidak mengubris hal itu. Eric membuka kancing kemejanya dengan kasar lalu melepaskan dan melempar ke sembarang tempat. Hingga memperlihatkan otot-otot dada yang begitu menggiurkan, namun Mlathi tidak berpikir ke arah situ, yang terus ia pikirkan adalah bagaimana nasibnya setelah melewati malam ini.Mlathi sudah mengerahkan seluruh tenaganya agar bisa lepas dari jeratan lelaki brengsek itu. Namun, tenaga Eric begitu besar hingga ia kewalahan untuk melawan. Sekarang hanya rintihan memohon belas kasih agar lelaki itu melepaskan dirinya."T-tuan tolong lepaskan saya, sadarlah Tuan! Anda sudah melewati batasnya!" teriak Mlathi saat Eric hendak mencumbui bibirnya lagi.Namun, Eric tidak mengubris dan kembali melakukan aksinya, yang ada di otaknya s
Setelah beberapa jam Eric bermain dengan tubuh Mlathi, setelah merasa puas dan lelah. Eric dengan santainya melemparkan tubuhnya ke samping wanita yang terus terisak sembari menahan rasa sakit.Kini kedua mata Mlathi bengkak dan merah karena terus menangis tanpa henti. Dengan tubuh yang sangat lemah, ia berusaha menggapai selimut tebal di ujung kakinya kemudian menutupi seluruh tubuhnya yang kini tanpa sehelai benangpun. Wanita itu memiringkan tubuhnya dari lelaki yang telah merenggut kesuciannya dengan paksa.Tidak tahu lagi sudah ke berapa kali ia menetes air bening itu, hingga kini kedua matanya terasa sakit bahkan untuk memejamkannya saja. Mlathi terus terisak dengan perasaan yang hancur, entah nasib apa yang akan ia dapatkan setelah ini. Jika kedua orang tuanya tahu mengenai kejadian ini, maka hanya kutukan dan caci maki yang akan ia dapatkan dari mereka. Sungguh begitu miris takdir yang diberikan Tuhan padanya.Setelah beberapa menit mena
"Baiklah, jika tidak ada lagi pendapat. Rapat pagi ini kita tutup sampai di sini. Saya akan memberikan keputusan di pertemuan minggu depan!" Suara berat nan tegas itu langsung membuat semua orang yang ada di ruangan itu segera membereskan semua berkas dan menunduk hormat ketika bos besar mereka melangkah pergi yang kemudian disusul oleh asistennya."Woahh, tampan sekali! Mata tajamnya itu benar-benar membuat semua hati para wanita klepek-klepek!" seru seorang karyawan wanita sembari menatap punggung Eric dengan binar kekaguman."Kau benar, bahkan aku hampir tidak fokus saat menatap langsung wajahnya itu, hatiku terus berdetak dengan cepat. Andai dia milikku," sahut wanita lain di sebelahnya dengan helaan kasar."Mustahil! Lelaki berhati dingin seperti bos besar itu sangat sulit disentuh. Bahkan sekretarisnya yang memiliki lekuk tubuh aduhai saja tidak bisa mengalihkan tatapan datar si bos. Aku penasaran, wanita beruntung mana yang akan berhasil me
"Lalu, kemana dia?"Eric menautkan jemarinya di depan dada, tatapannya datar lurus ke depan. Berpikir apa sebenarnya yang diinginkan wanita OB itu."Apa perlu mencari informasi lengkap tentang wanita itu?" tanya Tony ketika melihat bosnya tampak berpikir. Eric menggeleng."Pergilah! Aku akan memanggilmu lagi jika aku membutuhkanmu!" ucap Eric yang lansung membuat Tony membungkuk kemudian pergi meninggalkan ruangan.Ketika pintu telah tertutup kembali, Eric kembali berusaha mengingat alasan apa yang membuat wanita itu tidak datang bekerja hari ini. Entah kenapa ia merasa ketidak hadiran wanita itu berhubungan dengannya.Tiba-tiba saja kedua maniknya menangkap gelang perak yang tergeletak di bawah meja. Karena penasaran, Eric langsung meraih gelang itu untuk melihatnya lebih jelas."Rasanya tidak asing," gumam Eric sembari berpikir.Pikirannya menelaah saat wanita OB itu memasuki ruangannya, saat itu
Seorang lelaki tampan berjalan dengan jijik melewati gang yang sempit, sesuai alamat yang di dapat oleh asistennya itu. Eric terpaksa turun dari mobilnya karena mobil tidak bisa masuk ke dalam. Dengan menghela napas berat dan kemudian menutupi hidungnya karena saat ia mulai memasuki gang itu, bau busuk mulai menyerbu indra penciumannya."Oh, Tuhan! Bagaimana bisa wanita itu bertahan hidup di tempat seperti ini," gerutunya saat Eric telah melewati gang sempit itu dan kini di depannya terdapat rumah kecil yang bercat putih kekuningan itu.Eric mengambil napas sebanyak-banyaknya karena tadi terus menahannya. "Kau tunggulah di sini, aku akan memanggilmu jika aku membutuhkanmu!" perintah Eric yang langsung di anggukkan oleh Tony.Eric melangkah lebar ke arah rumah bercat putih itu, sedikit berjalan hati-hati takut mengotori sepatu fantolennya. Setelah tepat di depan pintu berwarna kecoklatan dan tampak rapuh itu. Eric langsung mengetuknya dengan kedua jarinya. Menget
<span;>Restoran bintang tujuh, <span;>Lelaki dengan wajah datarnya, menyedekapkan kedua tangannya di depan dada sembari menatap lurus ke arah wanita yang kini tengah melahap makanan yang dua menit lalu dipesan. Lelaki dengan aura dingin itu sampai geleng-geleng kepala ketika melihat wanita di depannya itu yang makan menggunakan kedua tangan hingga belepotan kemana-mana. <span;>"Hey, tidak ada yang mau merebut makananmu! Makanmu sangat mirip seperti anjing kelaparan!" ketus Eric tidak tahan melihat tingkah laku Mlathi. Untung saja ia memesan ruang VVIP, jika tidak maka ia juga akan malu oleh wanita di depannya itu. <span;>Mlathi mendongak sembari mulutnya mengunyah daging ayam yang baru saja ia gigit, sekitarnya belopotan penuh dengan saus. Membuat Eric memandang jijik. <span;>"Hah, maaf. Aku sangat lapar. Sudah dua hari aku tidak makan." Mlathi berucap dalam keadaan mulut yang penuh hingga kalimatnya tidak