Share

Gagal Lagi

Author: Fn. Nurmala17
last update Last Updated: 2021-05-08 11:30:31

Eric menghempaskan tubuhnya di atas kursi kekuasaanya sembari mendengus kesal. Tidak disangka hari ini seorang OB bisa membuat moodnya menjadi buruk. 

'Kau seperti seorang office boy, apakah kau ke sini untuk mengantar kopi para pegawai?'

Kalimat gadis OB itu kembali terngiang di telinganya, membuat wajah putih glowing itu terlihat memerah. Rahangnya mengeras sembari kedua tangan itu telah terkepal kuat.

"Berani sekali gadis dekil itu mengataiku seorang office boy!" gumamnya geram dengan gigi yang telah menggelatuk. 

Ketukan pintu membuat Eric menoleh kemudian berkata datar. "Masuk!"

Seorang lelaki berjas dengan ciri khas tahi lalat kecil di samping dagu, membuat lelaki itu sungguh manis. Tony berjalan menghampiri bosnya dengan dokumen di tangannya. 

"Tuan, Anda yakin ingin membatalkan pertemuan ini. Klien kita kali ini bukan klien biasa," tutur Tony mencoba agar Eric kembali berpikir dengan keputusannya yang tiba-tiba berubah karena amarahnya. 

Eric menoleh menatap tajam Tony. "Kau lebih memahamiku, bukan?! Aku tidak pernah mengubah apa yang telah kuputuskan!" tegas Eric. Tony hanya menunduk dan tidak berkata lagi, tidak ingin membuat bosnya semakin dirundung amarah. 

Suara ketukan kembali berbunyi, membuat dua kepala itu menoleh. Isyarat dari Eric membuat Tony berjalan mendekati pintu untuk keluar. Saat membuka pintu, seorang gadis yang memakai pakaian khusus OB telah berdiri dengan gugup sembari terus memainkan jemarinya. 

Tony sedikit merasa iba melihat gadis di depannya ini, di hari pertama kerjanya ia sudah langsung berurusan dengan bos besar. 

"Masuklah! Dan jangan coba untuk memancing amarah singa, jika tidak kau sendiri yang akan menjadi sasarannya!" ucap Tony dengan datar kemudian langsung pergi meninggalkan Mlathi yang masih mencerna kalimatnya. 

"Baiklah, terima kasih!" seru Mlathi sembari menatap punggung lelaki itu yang perlahan hilang di balik tembok. 

Mlathi menoleh, jantungnya kembali berdetak cepat ketika melihat ruangan yang dimana terdapat si bos besar itu. Mlathi menarik napas dalam untuk menghilangkan rasa gugupnya. 

"Semuanya akan baik-baik saja! Jangan memancing amarah singa lagi!" ucap Mlathi berkali-kali di dalam hatinya diiringi dengan langkah kaki yang mulai memasuki ruangan si bos. 

Mlathi terus menunduk tanpa berani menatap wajah itu, saat telah mendekati meja, ia menghentikan langkah kakinya. Sedang peluh dingin telah memenuhi dahinya. 

"Kenapa kau gugup?! Kemana keberanian beberapa menit lalu yang kau tunjukkan padaku, bahkan berani mengatakan diriku seorang office boy!" sergah Eric menatap tajam ke arah tubuh kecil itu. 

"Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan," gumam Mlathi yang masih terdengar oleh Eric. 

"Apa! Kau masih berani mengatakan hal itu!" bentak Eric sembari memukul meja dengan kuat. 

Mlathi terlonjak hingga ketakutan menyelimuti dirinya, tidak disangka lelaki di depannya ini sungguh sangat seram jika sedang marah. 

"Ma-maafkan saya Tuan, sa-saya tidak tau jika Anda adalah pemilik perusahaan ini. Saya hanya pegawai baru, jadi saya belum tau siapa bos di perusahaan ini. Lagi pula tadi penampilan Anda sungguh sangat mirip dengan off-"

"Diam! Sekali lagi kau mengataiku seperti itu, aku tidak akan segan-segan-"

"Maafkan saya Tuan, saya janji tidak akan mengatakan hal itu lagi asal Anda jangan memecat saya. Saya mohon!" pinta Mlathi yang langsung memotong kalimat Eric. Dengan menangkup kedua tangan di depan dada sembari membungkuk. 

"Saya tidak bilang ingin memecatmu," ucap Eric yang membuat alis Mlathi menyatu. 

"Benarkah?! Terima kasih Tuan, Anda sangat baik!" seru Mlathi kegirangan. 

"Kau telah membuat moodku menjadi buruk hari ini dan jika aku memecatmu, itu sama halnya dengan membiarkanmu pergi dan hidup bebas di luar." Kalimat Eric terdengar mengancam, namun tidak membuat Mlathi takut atapun khawatir. Syukur baginya karena tidak di pecat. 

"Tidak masalah, selama saya masih bekerja di sini, saya akan melakukan yang terbaik untuk Anda. Terima kasih, terima kasih!" seru Mlathi sembari membungkuk hormat dengan senyum yang semakin melebar. 

Eric manaikkan satu alisnya, gadis di depannya ini sungguh sangat polos. Baru kali ini, ia bertemu dengan gadis yang bersikap apa adanya dan terbuka. 

"Sekarang ambilkan aku segelas kopi!" Ucapan Eric langsung dibalas anggukan oleh Mlathi kemudian hendak berbalik. 

"Dan aku paling tidak suka menunggu!" kalimat itu membuat langkah Mlathi berhenti dan kembali menghadap bosnya. 

 "Baik, segelas kopi akan siap dalam lima menit," ucap Mlathi dengan yakin kemudian segera pergi keluar dengan langkah cepat. 

Saat membuka pintu, Mlathi mendongak saat maniknya menangkap sosok wanita cantik dengan stelan yang begitu elegan. Mlathi sempat berbinar kagum melihat wanita dengan tektur tubuh yang modis itu sembari tersenyum manis. 

"Hay!" sapa Mlathi namun hanya dibalas dengan tatapan tidak suka. 

"Minggirlah, aku ingin bertemu kekasihku!" ketus wanita itu yang membuat Mlathi langsung bergeser beberapa langkah ke samping. 

Wanita itu langsung berdengus masuk tanpa lagi memedulikan gadis dengan penampilan yang dekil itu. Sungguh membuatnya sedikit merasa jijik jika lebih lama berhadapan dengannya. 

Wanita dengan bibir merona merah berjalan lenggak lenggok sembari terus mengembangkan senyumnya saat ia melihat Eric sedang pokus menatap laptop. Setelah berada di samping Eric, wanita itu langsung membungkuk sembari mengalungkan kedua tangannya ke leher jenjang milik Eric dengan manja. 

"Sayang, aku sangat merindukanmu," lirih Mirsya tepat di daun telinga Eric. Membuat lelaki itu berhenti dalam pekerjaannya. 

"Lepaskan tanganmu dari leherku!" bentak Eric tanpa menoleh. 

"Sayang, apa kau tidak merindukanku? Kau tidak merindukan adegan ranjang kita?!" Mirsya berkata lirih tepat di kalimat terakhirnya. Membuat Eric langsung menghempaskan tangan itu dari lehernya. 

Mirsya meringis sembari menatap sendu ke arah manik yang kini menatap tajam ke arahnya. 

"Bukankah aku sudah mentransferkan uang padamu?! Apa itu  masih kurang, hingga kau mencoba untuk merayuku!" ketus Eric tidak suka. 

"Sayang, aku tidak ingin uangmu. Aku hanya ingin selalu berada di sampingmu dan hidup bersamamu selamanya. Apa kau tidak mengerti perasaanku," ucap Mirsya berusaha mengeluarkan air matanya. 

Eric mendesah jengkel, sungguh jijik melihat akting wanita itu. "Yah, aku mengerti bagaimana perasaan seorang wanita licik sepertimu!" 

"Terserah kau mau bilang apa, tapi yang pasti aku sangat mencintaimu, Eric!" seru Mirsya sembari kembali mendekat dan berusaha menggapai wajah Eric. 

Dengan sigap, Eric langsung mencengkram erat lengan Mirsya hingga membuatnya meringis. 

"Berhenti melakukan taktik busuk itu padaku! Kau wanita j*lang tidak akan mampu membuatku tertarik padamu!" bentak Eric yang kembali menghempas dengan kasar lengan itu hingga membuat Mirsya tersungkur ke lantai. 

Mirsya meringis sembari mengepalkan kedua tangannya, karena kesabarannya telah habis membuat wanita itu langsung berdiri dan menatap tajam Eric. 

"Kali ini, kau tidak akan bisa lari lagi dari genggamanku dan kau tidak bisa mencegahku untuk hidup bersamamu!" teriak Mirsya yang langsung mengeluarkan sebuah kamera. 

"Di dalam kamera ini terdapat sebuah video tentang malam yang telah kita habiskan di atas ranjang itu. Dengan menyebar video ini, maka nama baikmu akan segera tercemar!" ancam Mirsya sembari menaikkan satu alisnya. 

Eric hanya menatap datar sembari tersenyum miring, sudah ia duga bahwa wanita itu tidak akan melewatkan  kesempatan apapun. 

"Ancaman yang sangat menarik, Mirsya. Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Tapi, sebelum itu, aku sarankan untuk mengecek video itu terlebih dahulu. Jika tidak kau sendiri yang akan kehilangan muka!" Kalimat Eric membuat wajah Mirsya buram. Seketika membuatnya langsung membuka kamera untuk melihat video itu. 

Sedetik kemudian, mata lentik itu langsung membulat diiringi dengan bibir tipisnya membentuk huruf O. Ketika melihat dirinya bersama pria yang tentunya bukan Eric sedang melakukan adegan panas. Wajah itu memerah sembari menatap kesal ke arah Eric yang kini sumringah. 

Eric tersenyum puas ketika melihat wanita yang mencoba untuk melawannya itu seketika diam sembari menahan amarah. 

"Aku masih berbaik hati, sebelum semuanya berubah. Aku beri kau kesempatan untuk keluar dari ruanganku dan jangan menampakkan wajah jelekmu itu di hadapanku lagi!" ucap Eric tegas dengan wajah yang kini kembali datar. 

Dengan perasaan dongkol dan kecewa, Mirsya segera berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu dengan membawa kegagalan lagi. Untuk yang keberapa kalinya, ia kembali gagal menaklukkan lelaki arogan itu. Mirsya membuka pintu dan menutupnya dengan kasar hingga menimbulkan suara keras yang membuat para karyawan yang ada di lantai itu menoleh sembari menatap bingung ke arah wanita yang mereka kenal sebagai sekretaris bosnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Akhir dari Cerita

    Mereka bertiga telah terpasang sabuk pengaman di tubuh. Semua kursi telah diisi oleh semua pengunjung. Elvina berada diantara lelaki kecil, dengan ekpresi takut, ia memegang erat sabuk pengaman di sampingnya. Alvin menoleh dan terlihat khawatir. "El, jika kau merasa takut, kita berhenti sekarang. Ok," ujar Alvin. Dengan menarik napas dalam, Elvina menggeleng. "Kita sudah naik, daripada turun lebih baik kita mencobanya." Dua orang pengawas lelaki berkeliling memastikan jika semua peserta wahana itu telah terpasang sabuk dengan aman. "Kalian semua sudah siap. Kita mulai sekarang," teriak lelaki berseragam itu dengan lantang. Semua para peserta wahana serempak berkata siap. Setelah itu, benda panjang itu mulai bergerak ke atas. Perlahan namun pasti dan akhirnya mulai bergerak dengan cepat. Suara teriakan langsung memenuhi sekitaran ketika wahana itu terbang dengan menjungkir-balikkan, seolah merasa tubuh

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Wahana Menguji Adrenalin

    Mobil BMW seri 2 berwarna hitam itu melintas dengan kecepatan normal di tengah kendaraan lainnya. Tampak dua anak kembar duduk di jok belakang.Bocah laki-laki bersikap santai dengan tangan menyedekap di depan dada, sedang bocah perempuan itu mengedarkan pandangannya ke luar jendela. Melihat ramainya kota Jakarta."Lihat, orang itu hebat sekali dalam memainkannya," ujar Elvina takjub ketika melihat antraksi seorang badut sedang memutarkan beberapa bola tanpa henti.Alvano yang mendengar langsung melihat dengan ekor matanya, ia berdecak dengan senyum miringnya."Ck, apanya yang hebat? Mereka bisa melakukan itu karena telah berlatih keras selama bertahun-tahun. Aku juga bisa jika begitu," sahut Alvano memandang remeh.Elvina yang mendengar menatap jengkel ke arah saudaranya itu. "Kau memang selalu begitu. Hanya bisa mengatakan omong kosong tanpa pembuk

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Dua Pengganggu

    Lima tahun kemudian ....Seorang anak perempuan merangkak dengan hati-hati ke atas kasur. Ia terkekeh pelan melihat saudara kembarnya masih tertidur lelap, ada ide muncul untuk mengusil saudaranya.Gadis kecil itu mengulur tangannya yang memegang sebuah bulu merak lalu menggosoknya ke telinga sang kakak. Hingga membuat bocah lelaki itu mengeliat tidak nyaman. Gadis kecil itu tertawa pelan dan kembali menggosoknya ke lubang hidung sang kakak.Respon sama kembali terulang, bocah lelaki itu mengipas tangannya ke depan hidung untuk menyingkirkan benda yang mengusik tidurnya. Tentu saja hal itu mengundang tawa sang gadis."Aisshh, pergilah. Mengganggu saja," geram bocah lelaki itu yang masih belum membuka mata.Masih belum puas, sang gadis kecil kembali menggosok bulu merak itu ke telinga sang kakak lebih liar. Membuat bocah lelaki itu tidak

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Dua Pangeran dan Satu Putri

    Tampak di ruang tamu, Mlathi sedang fokus membenahi dasi di kemeja Eric. Lelaki di depannya terus menatap wajah sang istri dengan tangan melingkar di pinggangnya."Kau sungguh tidak apa-apa jika aku tinggalkan? Apalagi sekarang kelahiranmu sebentar lagi," ucap Eric khawatir seraya tangannya mengelus lembut perut sang istri yang telah membesar."Tidak apa-apa, jangan khawatir. Bukankah ada Grace? Pergilah dan bekerjalah dengan tenang, ok. Apalagi hari ini kau ada rapat penting, kan?" Mlathi berucap dengan nada penuh keyakinan. Ia terus tersenyum untuk menghilangkan kecemasan sang suami.Eric menghela napas pelan, lalu menuntun Mlathi duduk di atas sofa. Ia menekukkan kedua lututnya ke lantai lalu mendekatkan wajahnya ke perut buncit sang istri."Juniorku, jangan nakal yah selagi Papa tidak ada. Jangan membuat Mama kalian merasa kesakitan, ok," ujar Eric menasehati hingga membua

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Kesempatan Menjadi Ayah

    Setelah dua minggu keberangkatan Ara dan Kevin ke Islandia, negara di mana keluarga besarnya berasal. Karena perusahaan yang dipimpin Kevin mengalami kendala saat itu dan membutuhkannya. Jadi, ia terpaksa untuk pulang lebih awal setelah tiga hari pernikahan mereka. Cahaya matahari menyerbu masuk melewati tirai putih transparan itu, hingga membuat sang wanita yang sedang terlelap tidur di pelukan suaminya mengerjap. Ia langsung mengangkat tangannya untuk melindungi wajahnya dari paparan cahaya. Wanita itu menoleh, menatap lebih lekat wajah sang suami yang masih terlelap. Wajah tegas itu begitu teduh saat tidur. Membuat si wanita melekukkan bibirnya. "Good morning, Suamiku," bisik Mlathi tepat di dekat telinga sang suami lalu mengecup pipinya. Spontan membuat lelaki yang masih memejamkan mata itu tersenyum, lalu mengeratkan pelukannya. "Kenapa kau sangat suka memandangi wajahku saat baru bangun, hm?" tanya Eric yang belum mem

  • Nikah Kontrak Ketika Hamil   Kebahagiaan yang Mulai Menghampiri

    "Wah, Kak, kau benar-benar cantik," puji Mlathi dengan tatapannya tak berkedip lurus ke pantulan cermin.Tubuh Ara yang ramping telah dibaluti dengan gaun putih menjuntai hingga menyapu lantai. Gaun yang dirancang oleh desainer ternama tampak begitu elegan, kecantikan Ara semakin bersinar dengan bantuan sedikit make up. Senyum yang sudah lama hilang itu tidak menyurut saat tatapannya menelusuri penampilannya hari ini."Aku yakin, setelah Kakak ipar melihatmu. Ia pasti sudah tidak bisa menahan diri lagi," lanjut Mlathi seraya geleng-geleng kepala. Membuat Ara semakin bersemu merah karena malu.Ara berbalik menghadap Mlathi sepenuhnya, ia memegang tangan wanita itu. "Mlathi, setelah orang tua kami bercerai, akulah sumber kekuatan Eric saat ia begitu rapuh. Saat ia menyerah akan kehidupannya. Tapi, setelah aku sakit, ia pasti begitu menderita dan frustasi. Aku bahkan tidak sanggup membayangkannya saat tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status