“Jangan khawatir, aku ada di sini.”Dani membiarkan Sinta masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu dengan baik.Sinta masuk ke dalam rumah dengan patuh, tetapi Dani tidak ikut masuk. Dari dalam rumah, Sinta mendengar suara gaduh yang disusul dengan suara memekik kesetanan, bahkan ada yang melolong kesakitan.Dari jendela, Sinta melihat para preman itu dipukul habis-habisan, sampai babak belur dan bersembah sujud di tanah, meminta ampun pada Dani. Ada banyak darah yang berceceran di tanah.Akan tetapi, Dani masih belum puas melampiaskan amarahnya, dia memungut kembali tongkat yang dipegang Sinta tadi, lalu menghantamnya ke kaki salah satu pria itu dengan keras ....“Awas, kalau masih berani menganggu istriku. Kalau tidak, bukan hanya kaki saja yang patah lain kali!” Suara Dani sangat tajam, tetapi setiap kata terdengar sangat jelas dan penuh dengan keseriusan.Beberapa preman itu langsung lari terbirit-birit.Sinta bersembunyi di balik pintu, dia berusaha menekan ketakutan yang membuat
Keduanya langsung tercengang bersamaan.Sorotan mata Dani memberikan isyarat pada Sinta untuk pergi ke kamar dan berdiam diri di dalam, dia sendiri yang akan pergi membukakan pintu.Lukas berdiri di luar pagar dengan ekspresi sangat cemas.“Dani, kudengar kamu memukul orang ....” Sebelum selesai berbicara, Lukas melihat bercak darah di baju Dani dan menahan napas, “Astaga, ternyata benar!”“Hanya beberapa preman saja,” kata Dani dengan enteng. “Lagi pula, aku tidak memukul mereka hingga parah, mereka tidak akan mati.”“Belum parah?” Lukas menarik Dani ke samping dan berkata dengan suara rendah, “Organ dalamnya saja pecah! Sekarang mereka harus dikirim ke rumah sakit di Kota Semarang!”Alis Dani berkedut, tetapi wajahnya tetap tak berekspresi.Mereka sendiri yang berulah, siapa suruh mereka berani menggoda Sinta? Bahkan dipukul sampai mati pun, bukanlah hal yang berlebihan.“Oh ya, ada seorang lagi yang kakinya patah karena ulahmu?” Lukas sangat cemas, “Apakah kamu tahu siapa ayah orang
Pertemuan pagi itu terasa sangat sulit dilewati.Sinta merasakan sorotan mata Tomi yang sering merayap ke bagian tubuhnya, dia juga merasakan mata Widia yang setajam pisau itu seakan-akan menusuk ke tubuhnya dengan keras.Jadi setelah pertemuan berakhir, sebelum Tomi sempat berbicara, Sinta sudah tersenyum sopan dan mencari alasan untuk meninggalkan ruang pertemuan.Sebelum pergi, Sinta mendengar suara Widia mengamuk di dalam, “Ada apa denganmu? Melihat kuntilanak itu, kamu langsung lupa diri dan menatap dia terus, 'kan! Dasar mata keranjang, tidak bisa berubah!”Jantung Sinta berdetak kencang.Saat waktu istirahat siang, Sinta menceritakan hal ini pada Jessika. Jessika juga sedikit terkejut, dia tidak menyangka akan terjadi hal kebetulan seperti ini. Di dalam perusahaan yang begitu besar, Sinta bisa begitu kebetulan bertemu dengan dua orang yang merepotkan ini.“Kelak kamu harus lebih berhati-hati, kalau bertemu dengan mereka,” bisik Jessika. “Sinta, aku tidak berada di departemen pen
“Departemen penjualan adalah salah satu departemen terpenting dalam perusahaan.” Widia sengaja menyindir Sinta pada setiap pertemuan rutin, “Ada orang yang memang tidak berbakat dalam penjualan, lebih baik tidak menempati posisi ini dengan memberikan kesempatan pada orang lain yang lebih mampu!”“Perusahaan kita bukan tempat untuk makan gaji buta, jadi sebaiknya kalian mengetahuinya. Seperti orang yang tidak mendapat pesanan satu pun dan hanya bisa mendapatkan gaji pokok saja, benar-benar harus mempertimbangkan arah tujuannya kelak!”Sinta menundukkan kepalanya dan mengerutkan keningnya sepanjang sore itu.Setelah melewati hari yang berat dan melelahkan itu, akhirnya Sinta pulang kerja. Begitu sampai di rumah, Sinta melihat Dani duduk ongkang kaki di sofa sambil memandangi ponselnya. Dani tampak seperti seorang taipan. Sinta masuk ke dapur, meja dapur masih kosong melompong, bahkan saat dia hendak meminum seteguk air hangat pun tidak ada.Semua kekesalan yang Sinta pendam sepanjang har
Sebelum Sinta sempat menolak usulan tersebut, dia sudah diseret keluar rumah oleh Dani.Dalam perjalanan, Sinta tidak mengatakan sepatah kata pun, dalam benaknya dia memikirkan masalah gajinya yang kecil itu, apakah cukup untuk bayar tagihan makanan.Sinta mengintip Dani, membayangkan kalau selama ini kehidupan Dani hidup terisolasi dalam kemiskinan, jadi Dani mungkin saja tidak tahu restoran mana saja yang ada di Kota Semarang?Sesuai dengan kemampuan konsumsi Dani, mungkin warung di pinggir jalan saja sudah bisa mengatasinya.Apalagi ada beberapa warung yang memang bisa bebas menambah nasi putih tanpa batasan, jadi seharusnya cukup untuk dimakan Dani.Sinta menundukkan kepalanya dan tersenyum.Sejak menikah, Sinta selalu menghemat, terutama pengeluaran yang bersifat konsumtif, dia biasanya membeli sayuran yang harganya paling murah untuk memasak. Dia pernah mendengar dari seorang pelayan tua keluarga Wijoyo kalau hal yang paling menakutkan bagi para pasangan muda adalah kehilangan ga
Wajah Sinta berubah dan jantungnya berdebar-debar seperti memainkan drum.Apakah Dani menemukan sesuatu?Apakah dia mendengar orang lain mengatakan sesuatu, misalnya keluarga Wijoyo menggunakan anak perempuan di luar nikah sebagai pengantin pengganti? Mengatakan wanita yang dinikahi Dani adalah Santi yang palsu, bukan putri semata wayang keluarga Wijoyo?Semua pria memiliki gengsi tersendiri, mereka pasti berharap bisa menikahi wanita dari kalangan berada, berparas cantik dan berkulit putih bersih, dari pada wanita seperti dirinya.Sinta sedikit menundukkan kepalanya, kedua tangannya menggosok ujung tepi bajunya dengan gelisah.Sinta berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak bisa mengakuinya apapun yang terjadi, tetapi Dani pernah dijeblos ke penjara karena berkelahi ....Kalau Dani mempermasalahkannya, sulit diprediksi masalah apa yang akan ditimbulkan Dani nantinya. “Ah? Ceritakan apa?” Sinta menatap Dani dengan mata besar yang cerah, mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraa
Billy benar-benar tampak linglung sekarang.Keluarga Sanjaya mereka memiliki pengaruh besar di Semarang, tetapi bukan berarti perusahaan kecil yang hanya segede biji wijen ini bisa mereka telusuri. Apalagi kalau melacak dengan mengunakan jati dirinya, tidak dipungkiri hal ini pasti akan mengundang perhatian.Bagaimana kalau seperti yang terjadi pada kasus Hendra Wijoyo terakhir kali, ada orang yang salah paham padanya ....Billy berdehem dan berkata dengan senyuman canggung, “Kak Dani, tidak apa-apa aku mencari tahu, tapi aku katakan hal terburuk dulu. Kalau misalnya nanti ada orang yang membuat gosip dan mengatakan kalau aku berselingkuh dengan istrimu, kamu tidak boleh mempercayainya .... Aduh!”Sebelum dia selesai berbicara, kepalanya sudah dipukul Agus.Bulan kedua masuk kerja, Sinta mulai bekerja lebih keras. Sebenarnya dia juga memahami beberapa aturan dalam bertahan hidup ketika pertama kali masuk ke tempat kerja. Dia juga tahu bagaimana menghadapi Widia, saat wanita itu mempers
Jessika tidak tahan melihat Widya mempersulit Sinta di kantor, jadi dia mengajak Sinta keluar untuk mencari peluang bisnis dan memperkenalkan Sinta pada semua kliennya.Dia juga mengajari Sinta trik dalam negosiasi dan cara mendapatkan pesanan.“Kamu harus ingat kalau bisnis tidak dilakukan sekali saja. Kamu mungkin harus bernegosiasi sepuluh atau delapan kali untuk mendapatkan satu pesanan dan itu hal yang wajar.”Sinta sedikit mengangguk.“Di hari biasa, kita harus menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Setelah mengenal mereka, barulah mereka bersedia menandatangani dan memberikan pesanan padamu!”“Ya, aku mengerti itu.”“Tentu saja yang paling penting adalah ... kamu harus tebal muka dalam berjualan! Singkirkan rasa malumu dulu, baru kamu bisa mengisi perutmu! Mengerti?” kata Jessika sambil tersenyum.Sinta tersenyum seperti bulan sabit dengan mata besarnya yang indah. Pada saat ini, nomor pesanan mereka tampil di layar dan Sinta bergegas menuju ke meja counter untuk mengambil maka