Share

Nikah Tanpa Undangan
Nikah Tanpa Undangan
Author: Zhieyvie

Prolog

Aku menyusuri lembah sunyi, sepi, Sendiri mendekap asa kedinginan. Tak ada yang bisa menjadi sandaran, namun ku tetap bertahan. 

Aku meminta pada yang maha kuasa agar segera dipertemukan dengan dia. Namun nyatanya dia berbeda, meninggalkan disaat rasa sedang berkembang. Aku berharap memiliki satu cinta, namun terhianati oleh dia. 

Ku memohon agar terus bersamanya, namun nyatanya dia melepas genggamannya. 

Dia pergi jauh dariku. Dia lupakan segala tentang kita. Kini ku sendiri merajut asa dihati. 

Hati tetap inginkan dia, berharap terus dengannya. 

Namun nyatanya takdir tak berpihak. Mungkin dia bukanlah jodoh yang tercipta, namun hati telah terhenti. Berhenti. Mencari cinta lagi. Tak ada lagi percaya. Tak ada lagi rasa. Tak ada lagi cinta. Cukup sampai disini saja.

_Kayla Hadi Ayunda_

Restu menggenggam secarik surat yang ada ditangannya, air matanya jatuh berlinangan, menyesali segala apa yang telah terjadi. 

"Kayla!" Teriaknya dengan suara parau, ia berlari mendobrak pintu rumah, memasuki Ferrari, mengendarai dengan kecepatan tinggi. 

Jalanan yang ramai membuat hatinya semakin gusar, ingin rasanya segera sampai ketempat tujuan, agar tak terlambat untuk memperbaiki segala kesalahan, namun lagi-lagi lampu merah menjadi penghambat. 

"Akkkhhhh" mengeram kesal hanya itu yang bisa dilakukannya, emosi dengan dirinya sendiri. 

Andai saja dulu dia tak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Kayla, mungkin semuanya tidak akan jadi seperti ini. 

Rasa ego membuatnya menutupi segala perasaan yang bertahta, bahkan dengan tega bermain curang dengan Rizona teman Kayla yang berstatus sebagai istri simpanannya. 

Bukan karena kayla orang ketiga, sehingga dia berstatus sebagai istri simpanan, namun karena Restu sendiri yang memutuskan untuk memyembunyikan pernikahan mereka. 

"Mamah! Mah!" Teriak Restu saat masuk kedalam sebuah rumah, berwarna putih, dengan furniture mahal beraroma parfume limited edition. 

"Mana Kayla?" Tanyanya langsung tanpa basa basi saat melihat wanita paruh baya, sedang menikmati secangkir teh melati ditaman belakang. 

Wanita itu dengan santai meletakkan cangkirnya ke atas meja, menghembuskan nafas panjangnya, dan menatap kearah pria tampan yang menjadi darah dagingnya. Entah kenapa penyesalan kian timbul saat melihat wajah yang sangat mirip dengan masa lalunya, bahkan perlakuannya pun sama.

"Bukankah dia istrimu? Seharusnya kau yang lebih tahu dimana Kayla!" Ucap wanita itu penuh penekanan, enggan untuk menjawab walau dialah yang meminta menantunya untuk pergi. 

Ibu mana yang tega melihat anak menantunya tersakiti, terlebih yang menyakiti adalah anak kandungnya sendiri. 

"Mah ayolah! Restu tahu mama yang melepaskan Kayla." 

"Dia bukan burung yang harus dilepaskan dari dalam sangkarnya." Wanita itu bangkit dan berjalan kearah Restu. 

"Kayla adalah wanita baik-baik, dia telah bertahan lama menghadapi keegoisan mu, menaruh harapan indahnya bersamamu, seharusnya rasa seindah itu tak tertuju kepadamu Restu." 

Restu terdiam dia menantap ibunya dengan ribuan pertanyaan, dan sesalan. Sadar akan banyaknya kesalahan yang telah dia lakukan, dan kini Restu ingin memperbaiki segalanya, menebus kesalahan yang pernah dia lakukan pada Kayla.

"Aku tahu, aku salah!" 

"Kau tahu kesalahanmu? Baguslah! Kalau begitu aku tak perlu menjelaskan panjang lebar, aku menyesal melahirkanmu sebagai putra kandungku, dan memaksamu menikah dengan Kayla." Tegas wanita paruh baya yang sering dipanggil buk Sekar, dia melangkah pergi meninggalkan Restu yang masih diam mematung. Hancur sudah harapannya, bahkan ibu kandungnya pun tak lagi berpihak. 

Restu menjambak rambutnya sendiri, menendang daun pintu yang tak bersalah, emosinya kian meledak-ledak, keinginannya hanya satu, bagaimanapun caranya Kayla harus kembali kedalam dekapannya.

Ditempat lain, seorang wanita duduk dikursi panjang, disampingnya ada koper berukuran besar, jari jemarinya terus bergerak menggeser layar handphone memandangi potret indah sepasang manusia menggunakan baju adat pernikahan. Walau terlihat sederhana namun momentnya sangat sakral, bahkan masih terniang hingga detik ini. 

Akan tetapi sangat disayangkan, tak ada keindahan yang abadi, semuanya akan layu dan punah satu persatu. Bagaikan bunga didalam vas selalu diganti dengan yang baru apabila yang lama telah usang. Demikian pula ada rumah tangganya, dia tergantikan oleh bunga baru yang lebih sakitnya adalah bunga baru itu masih berstatus sebagai sahabatnya sendiri. 

"Sebodoh itu kah aku? Hingga bercerita banyak hal, mencari solusi untuk mempertahankan rumah tangga ku pada dia yang sebenarnya berstatus sebagai wanita idaman suamiku." Batin Kayla, bulir air mata kian menetes dari sudut-sudut kelopak matanya, rasa sakit yang digores oleh orang yang paling dia percaya, membuatnya tak lagi mampu mempercayai siapapun.

"Nih minum dulu!" Seorang pria tampan menyodorkan sebotol minuman dingin untuk Kayla, membuat segaris senyuman terpancar dari wajahnya. 

"Terimakasih Sandi!" Jawabnya dengan lembut. 

Kayla meneguk minumannya dengan rakus, menghilangkan rasa sakit yang mendera tenggorokan akibat menahan tangis.

"Kau pernah jatuh cinta San?" Sepasang bola mata coklat melirik kearah pria tampan yang kini duduk disampingnya. 

Pria tampan itu melirikkan pandangannya sekilas, sudut bibirnya sedikit terangkat, menyembunyikan kegetiran dibalik senyuman. 

"Kau pikir aku malaikat? Bahkan anak SD saja sudah sering menyatakan cintanya." Sandika menggelengkan kepalanya. 

"Cekh, aku tau itu! Tapi maksudku…" 

"Perhatian, bagi penumpang pesawat JT 001 tujuan Jakarta, dimohon untuk segera bersiap." 

"Sudah waktunya, ayo!" Sandika memotong ucapan Kayla, ia bangkit dari tempat duduknya, mendorong koper Kayla dan bergabung dengan teman-temannya. 

Kayla melirikkan pandangan kearah pintu masuk, ramai, namun dia tak menemukan apa yang dicari. 

Bola matanya terlihat lesu, mengikuti langkah kaki Sandika. Kakinya terus berjalan, walau gontai, namun tekadnya sudah bulat untuk mengakhiri segala permasalahan yang menerpa, lebih tepatnya melarikan diri, karena masalah itu tak akan benar-benar berakhir jika ia belum menyelesaikannya bersama Restu. 

Seorang pria berlari kencang dengan penampilan yang berantakan, wajahnya memerah, nafasnya ngos-ngosan, rambut acak-acakan, tak seperti penampilan biasanya. 

Pandangannya tertuju kearah papan layar pengumuman keberangkatan, dari kejauhan ia melihat siluet yang sangat dikenalnya. 

Langkahnya semakin dipercepat, berharap segera memeluk wanita cantik dengan hijab abu-abu, namun sayang satpam menghalanginya, kali ini dia benar-benar terlambat. 

"Tolong pak! Saya harus bertemu dengan istri saya." Rengeknya, namun satpam tetap menahannya dan tak memperbolehkan untuk masuk.

Restu bersimpuh diatas lantai, mencuri perhatian banyak orang, air matanya jatuh tak tertahankan. 

"Kayla! Maafkan aku!" Gumamnya lirih, menatap kearah kaca besar yang memperlihatkan sebuah pesawat yang siap untuk lepas landas. 

"Kayla!" Teriaknya kencang, melihat pesawat itu telah terbang tinggi jauh diatas awan, meninggalkan raga yang masih menetap diatas ubin yang keras. 

Tangisnya pecah, dengan suara parau, matanya memerah seperti ikan busuk yang tak berguna. 

Terdengar suara langkah kaki yang mendekat, membuat kepalanya yang menunduk kian terangkat, menatap kearah siluet kaki yang ada dihadapannya.

"Kayla?" Batinnya penuh harap, perlahan menatap semakin keatas. 

"Restu!" Suara wanita terdengar merdu, mengalun lembut menusuk kedalam telinga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status