Home / Romansa / Nikah Yuk, Gus! / Sesuatu yang Berharga

Share

Sesuatu yang Berharga

last update Huling Na-update: 2023-04-13 12:10:27

"Kenapa kamu mengajakku ke tempat ini, Nggi?" tanya Shofi yang masih bingung. Mereka berhenti di sebuah rentourant dan bar untuk kaum-kaum penongkrong dan peminum.

Bagi Anggi itu biasa, penampilannya dengan rambut pirang terurai, kaos seatas pantat dan celana jins, tidak begitu kontras, tetapi nasib Shofi? Ia memakai jilbab, pakaiannya menutup aurat. Sesuatu yang sangat mencolok baginya, ia tidak pantas di tempat itu meski di dalam ada beberapa juga kaum perempuan yang sedang ngobrol, minum dan mereka memakai jilbab.

"Aku ingin bertemu dengan temanku, dia janjinya di sini,"

"Apa tidak ada tempat lain? Buat janji kok di tempat dugem."

"Ayo masuk!"

Shofi melotot. Diajak parkir di halaman tempat itu saja ia kurang berkenan, kok diajak masuk?

Sayangnya Anggi tidak peduli jika tetiba Shofi pulang, ia membawa Shofi karena dipikir perempuan itu akan mau.

"Nggi!" teriak Shofi. "Tunggu!"

Shofi juga tidak mau menunggu di luar serupa orang hilang. Barangkali itu menjadi pengalaman untuk yang pertama dan diharapkan juga terakhir.

Tempat itu gelap, tidak ada pencahayaan fokus, hanya pencahayaan lighting warna-warni yang menyoroti berbagai penjuru dan berpindah-pindah. Musik DJ berputar penuh semangat, menggemparkan tubuh, kaki-kaki anak muda dan orang dewasa yang sedang bimbang menghentak-hentak di atas lantai.

Anggi melangkah menuju bar, memesan cocktail. Minuman yang bagi Shofi masih terasa asing dan haram untuk ditenggak sebab mengandung campuran alkohol. Maka Anggi memesankan soft drink untuk sahabatnya yang masih celingukan mencari-cari tempat nyaman untuk duduk. Nuansa di dekat bar sedikit remang-remang, setidaknya sanggup melihat ekspresi wajah waiter.

"Mangsa baru, Nggi?" tanya seorang pemuda yang sedang memantik rokok dengan korek api.

"Jaga dia, Bang!"

Anggi menenggak minuman secepat kilat, ada perasaan hancur dan bersalah, tetapi semuanya dilakukan terpaksa. Lantas pada akhir cerita ia ungkap, "aku tinggal dulu, Bang!"

Shofi masih belum sadar, ia dipenuhi dengan kebingungan sampai-sampai tidak mendengar obrolan yang sedang berlangsung. Shofi sibuk memandang ke arena muda-mudi saling melompat dan bersorak-sorak.

Anggi turun, meninggalkan Shofi seorang diri—pelan-pelan.

"Temanmu di mana, Nggi? Kok lama sekali?" Shofi menoleh menatap kursi di sampingnya sudah tidak berpenghuni. Hanya ada satu pemuda tanpa kumis tetapi bertindik di atas hidung, sedang tersenyum di bawah temaram lampu.

"Anggi …" lirih Shofi memanggil.

Sejenak ia edarkan pandangan ke berbagai penjuru, ia turun dari tempat duduk, tidak ada seseorang yang ia kenali, Anggi lenyap ditelan kerumunan. Ia berusaha keluar tetapi pemuda itu yang tadi berbicara kepada Anggi, menghalangi jalan keluar.

"Kamu siapa?"

"Gue Bawon, biasa dipanggil Bang Bawon, atau Mas Ba. Rekan Anggi, kamu mencari Anggi, kan? Tenang saja, dia ada di ruang VIP, mari gue antar!" ucap pemuda yang mengaku bernama Bawon.

Namun Shofi bukan orang polos, ia memiliki akal untuk berpikir, ia harus mencari cara agar bisa kabur dari tempat itu. Entah apakah Anggi sudah keluar atau belum, pikirannya saat itu adalah dia harus segera hengkang dan meninggalkan hiruk-pikuk orang-orang mabuk. Kelas VIP? Lalu apa yang ada di dalamnya? Memangnya sekaya apa sampai-sampai Anggi bisa memboking ruang VIP? Sepahamnya, Anggi bahkan tinggal di kontrakan yang setiap akhir bulan seringkali nunggak. Anggi sendiri sering meminjam uang kepadanya, terlalu naif jika Bawon merayu dengan kata VIP. Itu kebohongan.

"Maaf, saya mau ke kamar mandi dulu! Tolong sampaikan ke Anggi, tunggu sebentar! Oke?"

Shofi bersikap tenang meski ia sedang berada di kandang macam.

Bawon tersenyum, bersikap agak ramah, padahal wajahnya terlihat seperti orang yang senantiasa marah.

"Di ruang VIP, ada kamar mandi yang bersih dan nyaman. Kalau lo cari kamar mandi di sini, yang ada bau orang-orang mabuk." Bawon mengarahkan Shofi agar mau mengikutinya.

Sayangnya, Shofi gadis yang selalu berhati-hati, ia tidak mudah percaya dengan orang lain, tetapi dijebak oleh Anggi. Ia menurut dengan Anggi karena sudah sering bertemu di tempat kerja, selain itu hanya Anggilah rekan akrab di pabrik, lainnya sebatas memberi sapaan dan menawari makan, tidak sampai saling curhat dompet sedang bokek, tidak sampai membagi kisah pedih satu sama lain.

Bawon kehilangan sabar, ia mencengkeram lengan Shofi dengan paksa, menyeret ke ruang VIP.

"Woi, lepas! Tolong!"

Sayang, tidak seorang pun mau menolong. Orang-orang di bawah gemerlap lampu itu hanya menatap acuh kemudian kembali pada pikiran masing-masing, sibuk menggoyangkan pinggul dan melompat setingi-tingginya. Alunan musik DJ yang terus berputar juga membuat suara Shofi sulit didengar.

"Percuma lo teriak, yang ada cuma serak!"

"Kemana Anggi? Kenapa dia meninggalkanku?"

"Anggi telah menjual lo kepada bos gue, hutangnya terlalu banyak, tidak ada yang bisa digunakan untuk membayarnya, maka ia jual sahabat paling baiknya demi melunasi hutang!"

'Plak!'

Tamparan mendarat di pipi Bawon. Mimpi apa semalam? Dirinya dijual? Memangnya dia barang yang bisa diperjual belikan. Satu hal yang tidak pernah ia sangka, Anggi tega melakukan itu kepadanya. Ia berharap tidak sedang bernapas dalam dunia nyata, semoga semuanya fiksi. Air matanya pecah, membasahi pipi lembut. Jilbab yang dikenakan juga mulai berantakan.

Bawon menarik napas panjang, ia bermaksud membalas tamparan Shofi, tetapi tidak tega saat mendengar isak Shofi.

"Lepaskan aku!"

"Kalau lo bukan mangsa bos gue, sudah gue lepas! Anggi sahabat lo itu brengsek! Perempuan berjilbab dijual ke tempat beginian!"

"Tolong …!"

"Jangan merengek, percuma, di sini tidak ada orang yang peduli dengan nasib lo!" teriak Bawon.

Tubuh Shofi didorong membentur pintu ruang VIP yang tidak terkunci, seorang yang dibilang 'Bos' itu sudah menunggu. Ia pria berkumis tipis dengan tubuh kekar yang sangar. Aroma alkohol menyebar di berbagai sudut. Cahaya remang membuat Shofi kesulitan memastikan rupa wajah pria itu. Ia hendak melawan, tetapi dua laki-laki telah mencengkeram lengannya kuat-kuat.

"Santapan malam ini, Bos. Kasih gue uang tips, dia lebih baik dari yang diminta."

Pria dengan kumis itu tersenyum sinis, ia memandang Bawon kemudian memberi isyarat untuk keluar.

"Nggak … jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" pada Bawon, Shofi mengharap.

"Diam! Berisik!" teriak laki-laki yang mencengkeram lengannya.

Bawon melambaikan tangan, ia sungguh meninggalkan Shofi di ruang VIP.

Di tempat yang tidak begitu jauh dari lokasi bar, Anggi menangis sesenggukan, ia dipenuhi dengan penyesalan. Ia terpaksa melakukan semua itu demi bertahan menjadi perempuan normal. Hutang yang bertumpuk-tumpuk membuat hidupnya hancur dan kelam. Ia ingin lari, tetapi orang-orang suruhan Bos Bagong berserak di mana-mana serupa kerikil yang menyandung di jalanan.

"Beri aku sesuatu yang

paling berharga, entah itu nyawa orang lain atau harga dirimu sendiri, maka hutang-hutangmu lunas!" kata Bos Bagong di suatu malam.

Anggi kemudian banyak berpikir. Di tempat kerja ia selalu terhibur dengan kekerasan Shofi, keriangan Shofi dan kebaikan Shofi yang mau menjadi temannya. Mulai saat itu ia menganggap hal paling berharga dalam hidupnya adalah Shofi. Dengan berat hati ia berdamai pada diri sendiri untuk merelakan Shofi menjadi penebus-penebus hutangnya selama ini.

Penyesalan tinggallah penyesalan. Ia siap mendapat murka dari Shofi jika di kemudian hari masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan Shofi. Sekali lagi ia tatap halaman tempat penuh gemerlap yang suram itu, menahan sesak. Ia lantas menyiapkan hati untuk berpaling, melupakan perbuatan kejinya dan akan melanjutkan kerja di pabrik esok nanti, seolah tidak terjadi apa-apa.

'Maaf Fi, aku bukan teman yang baik bagimu.'

Malam itu Anggi pulang membawa rasa bersalahnya dalam-dalam. Ia tidak tega meninggalkan Shofi sendirian, tetapi ia juga tidak mau menjual harga dirinya kepada Bos Bagong. Hutangnya teramat banyak, jika dengan menjual teman mampu melunasi hutang tersebut, maka ia rela dicap sebagai pengkhianat oleh Shofi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Nikah Yuk, Gus!   Extra Chapter

    Ruang itu temaram, lampu jamur di atas meja kecil sebelah ranjang dinyalakan. Aroma wewangian mawar mendominasi lubang hidung. Shofi tengah duduk di hadapan cermin, dia mematut wajahnya yang tegang, ada ketakutan akut yang tidak bisa dia hindari. Bayangan pria bertubuh kekar menarik tubuhya dengan paksa. Jeritan permintaan tolong yang tidak dipedulikan oleh telinga-telinga orang awam membuatnya terjebak pada dimensi kelam. Dia sudah resmi menjadi istri Gus Farhan melalu pertentangan restu berkali-kali, pada akhirnya Abah Aziz dan Umi mengalah. Baiklah masa depan miliknya Gus Farhan secara utuh. Hal yang diharapkan manis di malam romantis bersaksikan milyaran titik gerimis di luar sana justru disambut oleh tangis. Shofi tersedu-sedu meminta maaf kepada Gus Farhan. Sudah satu bulan penuh dirinya tinggal serumah bersama Gus Farhan, satu atap dalam satu ruang tetapi pisah ranjang ... ya tubuh mereka belum bersentuhan sama sekali. Ada hal yang menjanggal. Shofi terlarut dalam trauma psiki

  • Nikah Yuk, Gus!   Di Suatu Pagi

    Ketika meja sarapan menghidangkan sepiring tempe mendoan dengan kepulan hangat, dilengkapi tiga buah bubur bersahabat sayur tahu kuning berkuah santan, ketika pagi dirimbuni embun semalam dan daun-daun masih basah. Malam tadi ada gerimis Mei yang membasuh bumi. Bunga alamanda milik tetangga menguning indah bersama butiran air. Jendela melukis air terjun, sementara udara menyergap dalam dingin tidak berkesudahan. Mereka bertiga sarapan bubur buatan tangan Bunda. Hari itu minggu, Bunda mengambil libur jualan. Ada setoples kerupuk udang yang menjadi saksi kebersamaan mereka. Agam menyantap bubur serupa orang tidak makan satu hari penuh. Shofi sesekali mencuri pandang kelakuan sang adik, sepertinya dia tidak sedang lapar, tetapi ada aura kebahagiaan yang membuat nafsu makannya bertambah. Zea, gadis toserba itu, sosok yang menjadikan alasannya lari tergesa, sudah pasti menjadi alasan Agam makan begitu nikmat. "Zea sepertinya sholihah, dia menutup aurat dan kelebihannya adalah cantik," cel

  • Nikah Yuk, Gus!   Ambil Keputusan

    Selajur sinar neon menyiram wajah Gus Farhan, dia setengah rebah di atas dipan, melembari surat Shofi yang kemarin belum terbaca tuntas tetapi jantungnya telah ditabuh penuh kemenangan. Bibir merah tipisnya menyungging, bibir yang tak akan pernah dia kotori menggunakan nikotin apalagi kata-kata dusta, serupa janji manis. Bising serangga malam di luar kamar bagaikan koor lagu romantis detik itu. ...'Satu hal yang pasti darimu semenjak kita bertemu, Farhan. Kau tampan, lalu kau baik karena mau memberi pertolongan kepadaku yang belum dikenal. Hatimu begitu ikhlas. Ini bukan bentuk pujian, tetapi begitulah kenyataan tersurat untukmu. Kalau untuk orang yang tidak dikenal saja kau berani mempertaruhkan harga diri dan keselamatanmu, maka aku pastikan kamu orang bertanggungjawab. Untuk itu, tanggunglah kesedihan dan hidupku di masa depan. Ayo kita menikah, kita lawan kegelisahan dan cobaan-cobaan kehidupan. Aku tidak akan mengajakmu hidup bahagia, sesungguhnya kebahagiaan hanyalah kamuflase

  • Nikah Yuk, Gus!   Tertarik

    Pemuda itu menekan tombol untuk menjalankan roda secara otomatis, kemudian dia menyetirnya ke kanan dan ke kiri menuju garasi. Putra yang malang, dia meringis kesakitan, menahan bulir-bulir peluh, menyeret dua kakinya yang mati rasa, berat seumpama ditindih batu ratusan kilo. Kalau pantas, sudah diungsikan kaki-kakinya yang tiada guna itu. Mereka hanya menjadi beban, tidak bisa digunakan sekali pun dalam posisi Putra ingin berlari. Ya, sungguh pada petang itu dia ingin mendatangi toserba yang dibicarakan warga netizen, seorang konten kreator mengunggah vidio pertengkaran dua kaum hawa di media sosial, dan entah bagaimana ceritanya mendadak kontennya viral—karena menggunakan tagline 'Gadis Bar Berjilbab, Shofi dan Gus Farhan.' Padahal anak satu-satunya Abah Aziz itu sedang tidak di lokasi. "Kumohon ...," rintihnya sambil bersusah payah menaiki mobil. Setelah berhasil kursi rodanya ditarik kemudian dilipat di sisinya. Ia mengusap keringat dengan punggung tangan. Lantas menghubungi Mahe

  • Nikah Yuk, Gus!   Suara Netizen

    Pop up pesan di layar ponsel Agam membuat pemuda itu langsung lompat ke halaman rumah, ia seret sepeda motornya di bawah kain langit yang membentang jingga. Shofi yang baru saja duduk menikmati teh hangat seduhan Bunda dibuat terkejut olehnya. "Ada apa, Gam?" teriak Shofi, dia pun lari menghampiri Agam. "Temanku berantem," celetuk Agam. "Sejak kapan dirimu punya teman?" seru Shofi dengan kening berkerut. Agam menghela napas panjang, dia kemudian menumpangi sepeda motor, menyalakan mesin. "Aku ikut!" "Enggak! Ini bukan urusanmu!" sergah Agam dengan suara lantang, lebih keras dari amukan petir sewaktu badai. Ada hal yang tidak ingin dipertemukan oleh Agam, kakaknya berada di mode tenang. Jika dia melihat sosok Anggi, maka peperangan batinnya akan kembali mengamuk. Beberapa hari ini, Shofi terlihat murung, Agam belum mengetahui penyebabnya, jika Anggi hadir dalam kehidupan sekarang, maka batin saudaranya akan terkungkung dalam amarah dan kebencian. Agam tidak mau saudaranya menderit

  • Nikah Yuk, Gus!   Penilaian

    "Hei kau tahu kabar gadis bar yang dulu pakai jilbab?" tanya seorang remaja yang duduk di kursi tunggu toserba, mereka tengah asyik menikmati cemilan ringan dan soft drink aneka rasa. "Pernah dengar sih, cuma agak blur, nggak nyimak medsos, ada apa?" "Ternyata dia diselamatkan oleh Gus Farhan, tahu kan pemuda tampan putranya Kyai Aziz? Gara-gara dia nama Gus Farhan sempat menjadi perbincangan," "Lah kok bisa Gus Farhan dekat dengan gadis bar, okelah dia berjilbab, tapi kan lingkungannya buruk!" celetuk temannya kemudian menenggak minuman. "Menurut berita sih gadis itu ternyata dijebak oleh Bos Bagong, dipekerjakan tanpa gaji, tapi ya entahlah, namanya juga kabar kabur," "Bos Bagong itu siapa?" "Itu nama gelapnya Pak Hendra, si pengusaha yang mempunyai berbagai toko bangunan, kau tahu?" "Hmmm, nggak kenal sih, cuma kejam juga itu si Bos Bagong, masak iya mau mempekerjakan orang tapi nggak mau bayar, lah duitnya diapakan?" "Itu dia, aneh kan? Bukan hanya gadis itu saja yang dipe

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status