Ajakan Nikah
"Dek, nikah yuk!" ajak Rendra, tetangga sebelah yang dari dulu selalu mengejar cinta Dinda.
"Gak ah, Dinda kan masih sekolah, Bang!" tolak Dinda sehalus mungkin, nada suaranya di pelankan supaya Rendra tidak kecewa atau sakit hati.
"Kalau begitu, nikahnya pulang sekolah aja. Abang bisa tunggu kok. Mau, ya?" pintanya lagi dengan wajah memelas.
"Ish...." Dinda memutuskan beranjak meninggalkan Rendra. Jika diladeni Rendra akan semakin menjadi. Selalu begitu…. ada aja sikap yang Rendra buat untuk menarik perhatian Dinda dan semua sikap Rendra itu membuat Dinda muak.
Dalam hati, Dinda merutuki pria yang tidak terlalu ganteng itu. Bagaimana tidak? Setiap bertemu dia selalu mengajak nikah. Padahal dia tau kalau Dinda masih sekolah. Lagian, siapa juga yang mau menikah dengan pengangguran yang hanya tamat SMA itu? Tidak ada yang bisa Dinda banggakan kalau dia berjodoh dengan Rendra.
Kerjaan gak jelas, wajah gak bisa di bawa ke tengah, kalau jalan bareng pasti bikin malu tetangga. Kenapa tetangga? Karena rumah Dinda dan rumah Rendra samping-sampingan, saat Dinda membuka jendela yang pertama terlihat selalu kamar Rendra, karena itu Dinda paling malas membuka jendela kamarnya, kalau mak atau kak Uli sudah berteriak mesra, baru Dinda membuka jendela kamarnya.
Adinda Rania Sejati, itu nama yang di berikan Pak Cahyo pada putri keduanya. Usia Dinda baru delapan belas tahun, sekarang Dinda duduk di kelas dua belas dan beberapa bulan lagi akan tamat SMA. Teman-teman Dinda bilang, gadis itu sangat cantik. Rambut hitam panjang, kulit putih mulus, alis tebal dan bulu mata lentik. Di hidungnya ada tahi lalat kecil yang menambah kecantikan Dinda.
Di sekolah, banyak teman pria yang berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian gadis itu. Namun… Dinda belum mau membuka hatinya, Pak Cahyo melarang Dinda untuk menjalin hubungan dengan teman pria kalau masih SMA dan Dinda adalah type anak yang patuh pada orang tua.
Tetangga Dinda itu namanya Rendra. Dinda tidak tahu nama panjangnya dan tidak akan mencari tahu juga. Yang jelas, setiap melihat Rendra membuat Dinda malas hidup di Indonesia, maunya Dinda tinggal di Korea saja. Rendra itu mengesalkan, semua yang ada pada Rendra adalah hal yang tidak Dinda suka. Kalau Dinda di Korea, pasti sosok Rendra tergantikan oleh sosok Song Kang.
Song Kang adalah pria terkeren versi Dinda, kulit mereka sama putih, wajah mereka sama mulus, kalau tersenyum sama-sama bisa bikin lawan jenis meleleh. Dengan persamaan yang Dinda dan Song Kang miliki, setiap hari Dinda berdoa supaya dia dan Song Kang berjodoh.
Dinda memiliki tahi lalat di hidung, dan Song Kang memiliki tahi lalat di…. Entahlah… nanti saja Dinda cari tahu kalau mereka sudah resmi menikah nanti.
Lain kesempatan,
"Dek, nikah yuk!"
Saat Dinda sedang asyik mengerjakan PR Informatika yang di berikan Bu Aulia di ruang tengah rumahnya, Rendra kembali datang dan mengajak nikah.
Heran… setiap kali melihat Dinda di rumah, Rendra selalu datang menghampiri dan mengajak nikah. Sudah sangat jelas penganggurannya, pekerjaan nya hanya menggoda Dinda saja.
"Dinda belum siap, Bang!" Lagi, Dinda menolak ajakan nikah Rendra dengan halus. Meskipun Dinda sangat geram jika pria itu datang ke rumah tapi sebisa mungkin Dinda tidak memperlihatkan kalau dia sebenarnya sangat tidak suka di ganggu Rendra. Dia sangat kesal pada Rendra dan dia ingin melenyapkan Rendra dari dunia ini supaya hidupnya tenang tanpa gangguan ajakan nikah.
"Gak apa-apa, Dek! Siap-siap aja dulu, Abang bisa menunggu kok," jawab Rendra tanpa rasa bersalah.
"Hadewww...." Dinda langsung membereskan buku, laptop dan masuk ke kamar, sempat terlihat dari sudut mata gadis itu kalau Rendra tersenyum simpul melihat Dinda yang meninggalkannya dengan kesal.
Apa menurut Rendra, Dinda yang sedang marah ini lucu atau menggemaskan?
Dinda rasa Rendra punya kelainan, tidak bisa membedakan mana yang lucu, mana yang gemas dan mana yang kesal. Aneh ‘kan?
"Kenapa?" Uli, kakak Dinda satu-satunya bertanya karena melihat Dinda yang masuk kamar dengan wajah kesal.
"Itu, Bang Rendra. Males banget lihat wajahnya." Dinda menggerutu.
"Ngajak nikah lagi?" tanya Uli dengan tertawa kecil.
"Iya," jawab Dinda serambi memonyongkan bibir nya lima centi kedepan.
"Ya udah, terima saja. Sepertinya dia cinta mati sama kamu." Uli semakin menggoda.
Uliana Rania Sejati, panggilannya Uli, usianya dua puluh dua tahun. Wajahnya mirip dengan Dinda, hanya saja rambut Uli bergelombang mayang dan kulit Uli lebih gelap sedikit dari kulit Dinda. Uli seumuran dengan Rendra, mereka satu sekolah dari SD sampai SMA. Mereka berdua sangat akrab, malah Dinda dulu menduga kalau antara Uli dan Rendra ada apa-apa nya.
Nyatanya, Uli sering jadi perantara katakan cinta dari Rendra untuk Dinda. Entah jenis 'suap' apa yang diberikan Rendra pada Uli, sampai kakak satu-satunya yang Dinda miliki ini lebih memihak pada Rendra daripada Dinda.
"Iihh, gak mau. Dinda kan masih sekolah. Lagian, kalau mau nikah, Dinda gak mau sama dia. Dia pandainya bikin kesel aja. Ish! Pokonya jauuuh…. Jauuuh dah!" Dinda mengibaskan tangannya ke udara kemudian membuang muka.
“Gak boleh ngomong begitu, Dek. Ntar jadi cinta loooh.” Uli senyum-senyum masam melihat Dinda yang masih cemberut ria.
“Jangan khawatir Kak, rasa cinta yang Dinda punya sudah Dinda serahkan seluruhnya pada pujaan jiwa yang di Korea.”
Uli tertawa besar, Dinda membesarkan bola mata.
“Jangan mimpi kejauhan Dek, Kakak takut kamu kemakan kata. Cari yang dekat-dekat aja, lebih nyata.”
Dinda mendelik, ucapan Uli ada benarnya. Meskipun dia menyukai Song Kang tapi Dinda tidak mau menggantung harapan. Haduuuuh…. Gantengnya jodoh orang.
“Tapi Kak…. setidaknya jangan Bang Rendra lah.” Dinda berkata pelan.
“Kenapa?”
“Pokoknya jangan dia. Dinda gak suka sama dia.” Dinda kembali cemberut manja.
"Duitnya banyak loh, Dek! Pengusaha." Uli yang duduk disamping Dinda membisikkan kata 'pengusaha' ke telinga gadis itu.
"Pengusaha apaan? Pengacara kali! Pengangguran banyak acara," sanggah dinda kesal, suara nya bahkan naik satu oktaf saat mengucapkan pengangguran banyak acara.
Uli kemudian mencubit pelan pipi Dinda, dia tertawa melihat wajah kesal Dinda.
"Nikah itu…. enak loh, Dek," ucap Uli sambil mengusap perut buncitnya.
"Ini hasilnya," lanjutnya kemudian.
Dinda membelalakkan mata.
"Kakak lupa kalau Dinda masih SMA?" ujar Dinda sewot.
Uli baru menikah setahun yang lalu. Sekarang ia sedang hamil lima bulan. Bang Reyhan, suami Uli bekerja di luar kota. Sekali seminggu pulang mengunjungi Uli.
"Ya, kan nikahnya bisa nanti tamat SMA. Sekarang terima Rendra saja dulu," bujuknya.
"Ogah!" Dinda berkata tegas dan memilih keluar dari kamar.
“Mudah-mudahan Bang Rendra sudah pulang.” Dinda berdoa di dalam hati supaya dia tidak lagi bertemu Rendra di luar.
Rumah Tangga SAMARA“Ehemmm…. eheeemmm….”Dinda segera menarik diri dan Rendra pura-pura tidur dengan memejamkan mata.Mak, Bapak, Uli serta Zayn dan Ziya sudah berdiri di depan pintu masuk ruang inap Rendra. Ketiganya mengulum senyum di ikuti dengan tatapan jenaka sementara Zayn dan Ziya menatap heran keduanya.“Jadi… kami ganggu nih?” Seperti biasa, kata yang di lontarkan Uli selalu ucapan menggoda.“Heeh… gak ganggu kok, Kak.” Dinda segera mengatur detak jantung supaya kembali normal, nafasnya masih seperti orang yang selesai berolah raga.“Jadi… Mak sama Bapak boleh masuk?” Gantian Mak yang menggoda.“Boleeeh….” Setengah berlari Dinda menghampiri Mak dan Bapak kemudian membawa dua orang itu masuk ke dalam, mendekati Rendra.“Bang, ada Mak dan Bapak nih. Ada Kak Uli juga.” Dinda pura-pura membangunkan Rendra. Enak sekali menjadi Rendra, setelah apa yang di perbuatnya dia bisa pura-pura tidur dan membiarkan Dinda sendirian menghadapi tatapan jenaka keluarganya.Rendra membuka mata,
Terjadi yang di Harapkan. “Santi,” panggil Bu Sukma pelan.“Ya Bu.” Santi tersenyum lebar.“Duduk Sini,” ajak Bu Sukma.“Tapi Bu, nanti si Neng itu gangguin Bang Rendra. Bagaimana kalau Bang Rendra nanti terganggu dan bangun dari tidurnya?” Santi menolak, dia kemudian berusaha berjalan mendekati Rendra.“Biarkan saja Santi, dia istri Rendra. Dia yang lebih berhak duduk di sana.”Santi menghentikan langkah, terlihat sekali kalau dia sangat terkejut dengan yang di sampaikan Bu Sukma.“Istri Bang Rendra?” tanya Santi tidak percaya.“Iya, makanya kamu duduk sini sama Ibu.” Masih dengan kelembutannya Bu Sukma berkata.Santi melangkah ragu mendekati Bu Sukma, namun tatapan matanya masih mengarah pada Dinda yang sudah duduk di samping ranjang Rendra.“Santi, Rendra sudah menikah,” ucap Bu Sukma memberi tahu.“S-sudah menikah? Santi tidak percaya, Bu,” jawab Santi dengan terbata-bata, Dinda bisa melihat kalau kedua matanya sudah basah dengan air mata.“Tapi memang seperti itu kenyataan nya.
Siapa Wanita Itu?Uli segera memeluk Dinda, “Dek… Dek… tenang dulu.”“Bang Rendra, Kak… mana bisa Dinda tenang kalau kondisi Bang Rendra parah begitu….”“Jangan sedih dulu, sebaiknya kita ke susul ke rumah sakit untuk memastikan.”Dinda mengusap air matanya, dan mulai tenang setelah Uli mengatakan untuk menyusul Rendra ke rumah sakit.“Tadi teman Bang Rendra bilang apa sama Kakak?”“Rendra katanya mau pulang trus minjam motor temannya ini supaya cepat, kalau nunggu naik bis atau travel kan lama,” tutur Uli.Mendengar itu Dinda semakin merasa bersalah karena meminta Rendra untuk kembali.“Kalau Dinda tidak minta Bang Rendra untuk kembali… pasti Bang Rendra tidak akan kecelakaan seperti ini. Semua ini salah Dinda, Kak. Dinda yang bersalah karena terlalu egois seperti yang Kakak bilang. Seharusnya Dinda sabar saja menunggu Bang Rendra pulang.” Dinda masih merengek dalam pelukan Uli. Hatinya sakit karena masih belum bisa menerima berita kecelakaan Rendra.“Biar tenang, gimana kalau kita
Dek, yang Sabar Ya!Dinda berjalan mondar mandir kayak setrikaan di teras rumahnya, sudah hampir tiga puluh menit dia menunggu kedatangan Rendra namun yang di tunggu tak juga menampakkan batang hidungnya.“Bang Rendra… jadi pulang gak sih?” gumam Dinda yang semakin galau.“Dinraaa, lagi apa?” Uli datang menyapa. Zayn dan Ziya Uli pegang di kedua tangan nya.“Kak Uli, lagi apa?” Dinda balik bertanya, menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan yang Uli lontarkan kepadanya.“Ini mau bawa main Zayn dan Ziya, mereka berdua habis nangis karena di tinggal ayah nya.”Dinda menghentikan gerakannya, kemudian dia berlari mengejar Uli.“Kak Uli, Mas Reyhan sudah pergi ya?” tanya Dinda.“Sudah, barusan. Makanya anak kembar ini pada sedih lihat ayahnya pergi,” jawab Uli.“Ayo Sayang, kita main sama Nenek aja yuk,” ajak Uli sembari membawa dua anaknya masuk ke dalam rumah.“Kak Uli, Dinda bisa bicara gak?” Dinda menyejajarkan langkah nya dengan Uli.Uli menghentikan langkah, sesaat kedua alisnya te
Adek Rindu AbangDinda terduduk lemas di pinggir ranjang, untung saja dia tadi hanya berteriak di dalam hati saja. Jika dia tidak bisa mengontrol emosi, maka sudah di pastikan saat ini sudah banyak orang yang berlarian ke kamarnya.Gadis itu mengatur nafas yang menjadi sesak, lalu dengan pelan dia memukul dadanya.“Gila! Kenapa aku sampai berfikir Bang Rendra akan meninggalkan aku hanya karena masalah sepele itu?”“Tidak mungkin! Bang Rendra selama ini sangat bucin kepada ku. tidak mungkin dia semudah itu menjadikan aku janda sehari setelah menikahi aku.”Lalu Dinda memukul pelan pipinya setelah mengucapkan kata-kata yang tersimpan di dalam hatinya.Setelah merasa sedikit tenang, Dinda bangkit dan berjalan menuju meja rias. Dia berkaca dan mematut penampilan nya, diambilnya sisir untuk merapikan rambutnya yang berantakan. Setelah dia merasa cukup cantik, dia pun berjalan ke luar kamar.“Dinda istri Rendra? Sudah bangun?” sapa Mak dengan tersenyum lebar.Mak masih saja bersikap biasa
Gak Mau Jadi JandaRendra membesarkan bola mata, lewat pancaran mata itu dia berkata, “Ada apa, Dek?”Tentu saja Dinda merasa salah tingkah, niatnya tadi hanya bercanda malah terdengar sama suaminya.“Hehehe… gak ada, Bang. Adek tadi becanda doang,” jawab Dinda nyengir kuda.“Abang ke masjid dulu, nanti Abang harus mendapatkan jawaban nya.” Rendra langsung berlari ke luar karena tidak mau ketinggalan shalat subuh berjamaah yang sebentar lagi akan di mulai.Mak keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah karena air wudhu, Dinda bernafas lega sambil mengurut dada dengan kedua tangan nya.“Makanya kalau ngomong tu hati-hati, jangan asal bicara,” celutuk Mak sambil lalu.“Iya Mak… iya…. Dinda ngerti.” Giliran Dinda yang masuk kamar mandi untuk menunaikan panggilan alam nya sebelum melaksanakan panggilan Tuhan.Rendra dan Pak Cahyo duduk di kursi depan usai pulang dari Mesjid. Mak meminta Dinda untuk mengantarkan dua gelas kopi dan pisang rebus ke sana.“Mak aja yang antar,” tolak Din