Share

Ih Abaaang

Penulis: Mizy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-26 13:56:08

Ih… Abaaang.

"Dek, nikah yuk! Abang sudah gak sabar," ucapnya pelan sambil memicingkan ke dua mata.

“Sama Bang, Adek juga udah gak sabar," balas Dinda dengan suara memelas, hilang sudah semangat dan harapan, akh… andai saja Mak tidak datang… pasti sudah terjadi adegan yang paling manis dan paling romantis seperti yang mereka inginkan.

Pletuk!

Tangan Mak mendarat di kepala Dinda, "Ayo pulang!" ajak Mak dengan suara ketusnya.

"I-iya, Mak!" Dinda berjalan mengekori Mak dari belakang.

Rendra melambaikan tangannya ketika Mak menyeret Dinda pulang, senyum yang paling manis pun dia berikan dan Dinda membalas lambaian tangan Rendra dengan satu kedipan mata. Oksigen yang Rendra hirup langsung berhenti di tenggorokan ketika menerima ulah nakal Dinda, seandainya Rendra punya kantong ajaib seperti milik doraemon pasti waktu tiga bulan akan Rendra percepat menjadi tiga jam atau tiga menit supaya dia bisa segera menikahi Dinda.

"Bikin malu saja," cerocos Mak ketika mereka sudah memasuki halaman rumah.

"Malu kenapa, Mak?" tanya Dinda lugu dan sok tidak tahu.

"Kalau Mak gak datang, kalian pasti sudah peluk-pelukan, iya ‘kan?" tuduh Mak.

"Gak kok, Mak! Mak jangan suudzon. Dosa main tuduh sembarangan." Dinda membela diri.

"Alaaah, itu apa tadi gaya-gaya slowmotion yang makin lama makin mendekat? Apalagi kalau bukan mau peluk-pelukan, tangan si Rendra saja sudah mengembang. Kamu pikir Mak gak tahu? Kamu pikir Mak gak pernah muda? Hah?!”

"Emang slowmotion itu, apa Mak?"

"Hadeeew, dah mau nikah masih juga gak gaul. Ck! Masa kalah sama Mak." Mak mendecak kesal lalu wanita paruh baya itu masuk ke dalam rumah dan mengunci Dinda dari dalam.

"Maaak, buka pintu. Pleeease!" teriak Dinda penuh permohonan.

“Gak akan,” balas Mak dari dalam.

“Dinda janji… gak akan Dinda ulangi lagi….”

Mak masih diam mendengarkan, menunggu janji apa yang akan Dinda ucapkan.

“Ya udah… kalau Mak gak mau bukakan pintu, Dinda mau tidur di kamar Bang Rendra saja. Bye… bye… Maaak….” Dinda berbalik dan melambaikan tangan.

Dengan cepat Mak membuka pintu serta menyeret Dinda masuk ke dalam.

“Enak saja tidur di kamar Rendra, memang kamu cewek murahan?” Telinga Dinda menjadi sasaran.

“Sakiit Maaak.”

*

Siang ini Dinda ada janji dengan Rendra, dia meminta Dinda menemaninya ke acara kondangan temannya. Teman mereka sewaktu SMA dulu ada yang menikah, teman Rendra dan teman Uli juga.

Tentu saja Dinda tidak menolak, kapan lagi Dinda bisa pergi berdua dengan Rendra. Momen seperti ini perlu Dinda manfaatkan sebaik-baiknya.

"Dek, dandan yang cantik ya! Dari SMP Abang kepengen ngajak Adek jalan, baru ini kesampaian," ucap Rendra kemaren sore setelah mendapat izin dari Mak dan Bapak akan membawa Dinda keluar siang ini.

Dinda tersipu malu menatap penampilan nya sendiri di cermin. Gadis itu menggerak-gerakkan badan, serong ke kiri dan serong ke kanan. Dalam hati Dinda mensyukuri ciptaan Tuhan yang ada pada tubuhnya, serta mengucapkan terima kasih pada Bapak dan Mak yang telah melahirkan putri dengan wajah yang cantik seperti Dinda serta wajah yang biasa seperti wajah Uli, kakaknya.

"Dinra kenapa senyum-senyum sendiri?" tiba-tiba Uli masuk ke kamar dan memergoki Dinda yang sedang mematut penampilan di kaca.

"Kak Uli kalau mau masuk kamar, baca salam dulu lah," protes Dinda tidak terima. Saat hal-hal privacy seperti ini kalau diketahui Uli, ‘kan jadi tidak nyaman.

"Alaaah, ini kan mantan kamarku. Gak baca salam juga gak apa-apa."

Begitulah Uli, mentang-mentang ini dulu kamarnya dia masih suka semena-mena. Bukan, sebenarnya bukan kamar Uli saja, itu kamar mereka berdua. Padahal sejak statusnya berubah menjadi Nyonya Reyhan kamar itu resmi diturunkan kepada Dinda. Menjadi milik Dinda seutuhnya.

"Kak Uli mau apa masuk ke kamar Dinda?" tanya Dinda sewot.

"Gak ada, cuma mau survei aja," jawab Uli santai.

"Survei? Emang Dinda responden?" ketus Dinda.

"Hehehe...." Uli tertawa, nyengir kuda.

"Dinra, mau kemana?" tanya Uli kepo.

"Kondangan."

"Waaah, hari ini pergi kondangan, tiga bulan lagi di kondangin." Uli berdecak kagum dan kemudian melipat tangan di dada.

"Cantik gak, Kak?" tanya Dinda seraya membalikkan tubuhnya menghadap Uli.

"Yang mana? Baju apa orangnya?" 

"Dua-duanya, Kak! Baju sama orangnya."

"Hhhmm...." Dinda berfikir keras, pilihan yang sangat berat untuk di ucapkan.

"Kalau orangnya, cantik.” Dinda berkata dengan mimik wajah jujur, kedua mata Dinda berbinar mendengarnya.

"Kalau bajunya?" tanya Dinda tidak sabaran.

"Kalau bajunya cantik bangeeet, gak cocok sama orangnya." Dinda berkata dengan wajah exited. Seolah-olah baju lebih cantik dari adiknya.

Dinda langsung mendorong punggung Uli supaya keluar dari kamar. Dinda tidak butuh pendapat Uli tentang kecantikan yang Dinda punya. Rendra saja sudah mengakui tentang kecantikan alami yang Dinda punya, masa kakak sendiri responnya biasa? Dinda merasa terhina!

"Diiin... Dinraaa! Tunanganmu sudah datang menjemput tuh!" Tidak lama setelah Dinda mengusirnya ke luar kamar, Uli kembali datang dan berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar.

Dinda membuka pintu dengan cepat, kalau lama-lama, kemungkinan Uli tidak akan diam. Karena Dinda malas dengar suara cempreng Uli, biarlah secepatnya Dinda membuka pintu kamar.

Pandangan yang mempesona terpampang di depan Dinda. Tidak Dinda sangka, Rendra yang berdiri di balik pintu kamar, padahal suara yang berteriak suara Uli. Dimana kakak nya yang cerewet itu? Masa bodo, yang penting bagi Dinda sekarang adalah kehadiran Rendra di depan matanya.

"Eh Abang, tumben jemputnya sampai ke pintu kamar," ucap Dinda malu-malu mau.

"Kata Uli, Adek sakit tenggorokan, benarkah?" Rendra membalas pertanyaan Dinda dengan pertanyaan lain, terlihat jelas raut cemas di wajahnya.

"Tidak, Kak Uli memang suka mengada-ngada. Lagian, jika Adek sakit tenggorokan pun, Adek masih tetap bisa temani Abang pergi kondangan," jawab Dinda mengklarifikasi fitnah yang di berikan Uli.

"Syukurlah, Abang senang mendengarnya." Rendra tersenyum, Dinda pun balas tersenyum.

"Oh, ya. Bagaimana penampilan Adek? Cantikkan?" tanya Dinda memuji diri.

"Cantik, Abang memang tak salah pilih." Rendra menjawab penuh kejujuran.

"Kalau begitu, ayo kita berangkat!" ajak Dinda bersemangat.

Sampai di tempat pesta, beberapa orang teman Rendra menyapa mereka, ada juga yang menggoda menanyakan kenapa harus menunggu tiga bulan lagi untuk menikah.

"Apa gak kelamaan nunggu sampai tiga bulan?"

"Kasian banget si Rendra, udah naksirnya dari SD, giliran di terima mesti nahan tiga bulan lagi."

"Hebat lo Ren, betah nunggu cintanya si Adinda. Kalau gue gak akan sanggup, mending nyari yang lain."

Banyak komentar yang Dinda dengar dan yang paling miris serta menyakitkan adalah komentar salah satu teman cewek Rendra.

"Tampang lurus kayak Dinda itu yang di kejar Rendra? Kalah banyak sama Mila. Heran! Mila yang cantik kok di anggurin?"

Mata Dinda terbelalak mendengarnya. Siapa Mila? Secantik apa dia?

"Bang, Adek cantik ‘kan?" tanya Dinda lagi untuk meyakinkan diri.

"Cantik, Dek."

"Cantik mana dari Mila?" Dinda bertanya lagi karena masih penasaran dengan sosok Mila yang dia dengar tadi.

"Mila? Adek kenal Mila?" tanya Rendra dengan ekspresi kaget luar biasa.

"Jawab dulu, cantik mana dari Mila?"

"Cantik Mila."

Dinda langsung memukul bahu Rendra, tapi Rendra berhasil menangkap tangan Dinda dengan cepat sebelum pukulan nya itu mendarat.

"Tapi cinta Abang kan sama Adek seorang, bukan sama Mila." Rendra mencoba mengklarifikasi.

"Bener?" tanya Dinda manyun, masih tidak percaya dan meragukan kebenaran.

"Iya, bener. Udah ah… bibir jangan di monyong-monyongin. Bikin abang gak sabar nunggu tiga  bulan aja."

"Ih, Abaaang...."

    

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nikah Yuk!   Rumah Tangga SAMARA

    Rumah Tangga SAMARA“Ehemmm…. eheeemmm….”Dinda segera menarik diri dan Rendra pura-pura tidur dengan memejamkan mata.Mak, Bapak, Uli serta Zayn dan Ziya sudah berdiri di depan pintu masuk ruang inap Rendra. Ketiganya mengulum senyum di ikuti dengan tatapan jenaka sementara Zayn dan Ziya menatap heran keduanya.“Jadi… kami ganggu nih?” Seperti biasa, kata yang di lontarkan Uli selalu ucapan menggoda.“Heeh… gak ganggu kok, Kak.” Dinda segera mengatur detak jantung supaya kembali normal, nafasnya masih seperti orang yang selesai berolah raga.“Jadi… Mak sama Bapak boleh masuk?” Gantian Mak yang menggoda.“Boleeeh….” Setengah berlari Dinda menghampiri Mak dan Bapak kemudian membawa dua orang itu masuk ke dalam, mendekati Rendra.“Bang, ada Mak dan Bapak nih. Ada Kak Uli juga.” Dinda pura-pura membangunkan Rendra. Enak sekali menjadi Rendra, setelah apa yang di perbuatnya dia bisa pura-pura tidur dan membiarkan Dinda sendirian menghadapi tatapan jenaka keluarganya.Rendra membuka mata,

  • Nikah Yuk!   Terjadi yang Diharapkan

    Terjadi yang di Harapkan. “Santi,” panggil Bu Sukma pelan.“Ya Bu.” Santi tersenyum lebar.“Duduk Sini,” ajak Bu Sukma.“Tapi Bu, nanti si Neng itu gangguin Bang Rendra. Bagaimana kalau Bang Rendra nanti terganggu dan bangun dari tidurnya?” Santi menolak, dia kemudian berusaha berjalan mendekati Rendra.“Biarkan saja Santi, dia istri Rendra. Dia yang lebih berhak duduk di sana.”Santi menghentikan langkah, terlihat sekali kalau dia sangat terkejut dengan yang di sampaikan Bu Sukma.“Istri Bang Rendra?” tanya Santi tidak percaya.“Iya, makanya kamu duduk sini sama Ibu.” Masih dengan kelembutannya Bu Sukma berkata.Santi melangkah ragu mendekati Bu Sukma, namun tatapan matanya masih mengarah pada Dinda yang sudah duduk di samping ranjang Rendra.“Santi, Rendra sudah menikah,” ucap Bu Sukma memberi tahu.“S-sudah menikah? Santi tidak percaya, Bu,” jawab Santi dengan terbata-bata, Dinda bisa melihat kalau kedua matanya sudah basah dengan air mata.“Tapi memang seperti itu kenyataan nya.

  • Nikah Yuk!   Siapa Wanita Itu?

    Siapa Wanita Itu?Uli segera memeluk Dinda, “Dek… Dek… tenang dulu.”“Bang Rendra, Kak… mana bisa Dinda tenang kalau kondisi Bang Rendra parah begitu….”“Jangan sedih dulu, sebaiknya kita ke susul ke rumah sakit untuk memastikan.”Dinda mengusap air matanya, dan mulai tenang setelah Uli mengatakan untuk menyusul Rendra ke rumah sakit.“Tadi teman Bang Rendra bilang apa sama Kakak?”“Rendra katanya mau pulang trus minjam motor temannya ini supaya cepat, kalau nunggu naik bis atau travel kan lama,” tutur Uli.Mendengar itu Dinda semakin merasa bersalah karena meminta Rendra untuk kembali.“Kalau Dinda tidak minta Bang Rendra untuk kembali… pasti Bang Rendra tidak akan kecelakaan seperti ini. Semua ini salah Dinda, Kak. Dinda yang bersalah karena terlalu egois seperti yang Kakak bilang. Seharusnya Dinda sabar saja menunggu Bang Rendra pulang.” Dinda masih merengek dalam pelukan Uli. Hatinya sakit karena masih belum bisa menerima berita kecelakaan Rendra.“Biar tenang, gimana kalau kita

  • Nikah Yuk!   Dek, yang Sabar ya

    Dek, yang Sabar Ya!Dinda berjalan mondar mandir kayak setrikaan di teras rumahnya, sudah hampir tiga puluh menit dia menunggu kedatangan Rendra namun yang di tunggu tak juga menampakkan batang hidungnya.“Bang Rendra… jadi pulang gak sih?” gumam Dinda yang semakin galau.“Dinraaa, lagi apa?” Uli datang menyapa. Zayn dan Ziya Uli pegang di kedua tangan nya.“Kak Uli, lagi apa?” Dinda balik bertanya, menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan yang Uli lontarkan kepadanya.“Ini mau bawa main Zayn dan Ziya, mereka berdua habis nangis karena di tinggal ayah nya.”Dinda menghentikan gerakannya, kemudian dia berlari mengejar Uli.“Kak Uli, Mas Reyhan sudah pergi ya?” tanya Dinda.“Sudah, barusan. Makanya anak kembar ini pada sedih lihat ayahnya pergi,” jawab Uli.“Ayo Sayang, kita main sama Nenek aja yuk,” ajak Uli sembari membawa dua anaknya masuk ke dalam rumah.“Kak Uli, Dinda bisa bicara gak?” Dinda menyejajarkan langkah nya dengan Uli.Uli menghentikan langkah, sesaat kedua alisnya te

  • Nikah Yuk!   Adek Rindu Abang

    Adek Rindu AbangDinda terduduk lemas di pinggir ranjang, untung saja dia tadi hanya berteriak di dalam hati saja. Jika dia tidak bisa mengontrol emosi, maka sudah di pastikan saat ini sudah banyak orang yang berlarian ke kamarnya.Gadis itu mengatur nafas yang menjadi sesak, lalu dengan pelan dia memukul dadanya.“Gila! Kenapa aku sampai berfikir Bang Rendra akan meninggalkan aku hanya karena masalah sepele itu?”“Tidak mungkin! Bang Rendra selama ini sangat bucin kepada ku. tidak mungkin dia semudah itu menjadikan aku janda sehari setelah menikahi aku.”Lalu Dinda memukul pelan pipinya setelah mengucapkan kata-kata yang tersimpan di dalam hatinya.Setelah merasa sedikit tenang, Dinda bangkit dan berjalan menuju meja rias. Dia berkaca dan mematut penampilan nya, diambilnya sisir untuk merapikan rambutnya yang berantakan. Setelah dia merasa cukup cantik, dia pun berjalan ke luar kamar.“Dinda istri Rendra? Sudah bangun?” sapa Mak dengan tersenyum lebar.Mak masih saja bersikap biasa

  • Nikah Yuk!   Gak Mau Jadi Janda

    Gak Mau Jadi JandaRendra membesarkan bola mata, lewat pancaran mata itu dia berkata, “Ada apa, Dek?”Tentu saja Dinda merasa salah tingkah, niatnya tadi hanya bercanda malah terdengar sama suaminya.“Hehehe… gak ada, Bang. Adek tadi becanda doang,” jawab Dinda nyengir kuda.“Abang ke masjid dulu, nanti Abang harus mendapatkan jawaban nya.” Rendra langsung berlari ke luar karena tidak mau ketinggalan shalat subuh berjamaah yang sebentar lagi akan di mulai.Mak keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah karena air wudhu, Dinda bernafas lega sambil mengurut dada dengan kedua tangan nya.“Makanya kalau ngomong tu hati-hati, jangan asal bicara,” celutuk Mak sambil lalu.“Iya Mak… iya…. Dinda ngerti.” Giliran Dinda yang masuk kamar mandi untuk menunaikan panggilan alam nya sebelum melaksanakan panggilan Tuhan.Rendra dan Pak Cahyo duduk di kursi depan usai pulang dari Mesjid. Mak meminta Dinda untuk mengantarkan dua gelas kopi dan pisang rebus ke sana.“Mak aja yang antar,” tolak Din

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status