Share

Nikahi Aku Sehari Saja
Nikahi Aku Sehari Saja
Author: Lisani

Bab 1 Dua Janin

‘Perut kamu kram itu karena kurang olahraga, Yun. Sampai kapan sih, kamu mau jadi gadis manja? Aku juga heran, kenapa harus kamu yang dijodohkan denganku?’

“Nona Ayuna?”

“Ha?! Dokter bilang a-apa tadi?” tanya gadis cantik itu tersentak. Ia tidak fokus karena memikirkan penolakan seseorang yang enggan menemaninya ke rumah sakit.

“Di dalam sini,” ucap dokter berjibab biru itu menunjuk perut Yuna. “Ada dua janin yang tumbuh. Selamat ya, Anda hamil anak kembar!”

Mata Yuna mengerjap seperti mata boneka. Gadis itu masih linglung mengetahui dirinya hamil. Fakta itu perlahan menghadirkan semburat kemerahan di kedua pipinya. Sudut bibirnya tertarik naik melukis senyum mengembang hingga memamerkan deretan gigi putihnya.

“Hamil ... aku hamil,” lirihnya parau dengan mata berkaca-kaca.

Rasanya ia masih sulit percaya. Apalagi ia mengandung buah cintanya dengan Bian. Laki-laki yang dijodohkan dengannya dan begitu sulit ia luluhkan. Sungguh ia tidak menyangka jika dalam rahimnya ada darah daging dari laki-laki yang merebut hatinya. Kini ia merasa jika memiliki Bian bukan lagi sebuah kemustahilan.

“Usia kehamilan Anda masih sebulan. Trimester pertama kehamilan itu sangat rentan. Hindari beraktivitas berat, terutama stres. Asupan makanan juga harus dijaga dan perbanyak konsumsi makanan yang mengandung asam folat. Jadi, saya harap Anda bisa memberikan perhatian lebih untuk kehamilan pertama ini. Apalagi Anda hamil bayi kembar,” tutur sang dokter turut tersenyum melihat raut bahagia di wajah pasiennya.

“Bu Dokter ... ini bukan mimpi, ‘kan? Rasanya aku ingin teriak,” cicit Yuna mengulum senyum saat gel di permukaan perutnya dibersihkan.

“Ini nyata, nanti saya cetakkan foto USG-nya. Untuk kontrol berikutnya, tolong ajak suami Anda datang,” ucap dokter itu beranjak ke meja kerjanya.

Deg! Suami?

Raut wajah Yuna seketika berubah. Mereka belum menikah dan Bian adalah pria yang sangat sibuk. Terlebih belakangan ini mereka bahkan jarang bertemu karena pria itu sedang mempersiapkan pembukaan cabang perusahaan keluarganya.

“Tapi kayaknya Kak Bian mau deh, nunda rapatnya. Keponakannya sakit, rapatnya di-cancel. Dia bahkan rela kerja dari rumah sakit. Masa buat anaknya sendiri dia nggak mau?” batin Yuna optimis.

“Bila suami Anda berhalangan atau sibuk, dia bisa menghubungi saya saja,” saran dokter kandungan itu ramah. Ini bukan pertama kalinya ia melihat pasien yang tidak menanggapi pertanyaan serupa.

Yuna mengangguk penuh semangat. Begitu besar harapannya Bian akan menemaninya datang layaknya pasangan berbahagia yang menanti kehadiran buah cinta mereka. Sesaat sebelum Yuna melewati pintu, seorang suster masuk menghampiri dokter.

“Dok, pasien yang datang dua hari lalu memutuskan untuk aborsi. Dia ingin buat janji konsultasi dengan Anda sore ini. Orang tuanya tidak mengizinkan dia melahirkan bayinya karena dia hamil diluar nikah,” ucap suster itu sendu.

Yuna bergeming menyadari satu fakta baru. Ia terlalu larut dalam euforia karena kehamilannya. Ia lupa jika dirinya juga mengalami hal serupa dengan gadis yang menjadi topik pembicaraan dua orang di belakangnya. Dirinya juga hamil diluar nikah.

Mami dan kakaknya mungkin akan memaafkannya. Namun, bagaimana dengan papinya? Hamil diluar nikah jelas adalah sebuah aib untuk keluarga besar Diratama.

“Aku harus segera bicara dengan Kak Bian. Aku yakin, Kak Bian bisa menjelaskan semuanya dengan baik pada papi. Selama ini papi yang paling sering satu frekuensi dengan Kak Bian. Bukankah papi juga yang ingin menjodohkan kami? Ayolah Yuna, jangan kebanyakan mikir. Ingat, ada dua janin di perut kamu,” batinnya kembali melajukan mobil setelah suara klakson kendaraan lain bersahutan. Ia harus fokus menyetir untuk segera tiba di kantor Bian.

Jantung Yuna semakin berdebar ketika tiba di lobi kantor dengan belasan lantai itu. Selama lift bergerak naik, Yuna justru teringat malam panas antara dirinya dengan Bian. Semua itu juga bermula di lift.

Flashback on

“Huh! Punya kakak kok bukannya meringankan beban, malah merepotkan! Tadi aku ditinggal gitu aja. Sekarang malah disuruh ke sini. Ini mereka sebenarnya pada ngapain?” gerutu Yuna mengingat sang kakak memintanya menjemput Bian setelah menghabiskan waktu bersama beberapa teman lamanya.

Kalau saja bukan untuk bertemu Bian, Yuna memilih pulang ke rumah saja. Namun, entah kenapa hatinya resah mengingat suara samar teman-teman kakaknya sedang meracau. Terbersit dugaan mungkin saja mereka sedang mabuk.

Ting!

Pintu lift terbuka dan ia melihat seorang wanita berpakaian seksi menghampiri Bian. Mata Yuna melotot dan bergegas menarik Bian sebelum wanita itu membawa pergi prianya.

“Sudah kubilang, Bian itu punya kekasih, Sayang. Nah, Yuna ini gadis yang dijodohkan dengan Bian. Lihat tuh, gercep banget ini anak. Tahu aja calon suaminya mau dibawa cewek lain,” racau salah seorang teman Bian yang sedang berpelukan dengan gadis lain. “Yun, kakak kamu udah kabur duluan pas denger ceweknya jalan sama cowok lain. Kami pamit, mau seneng-seneng.”

Yuna tidak mengatakan apa pun dan hanya mengangguk. Sejujurnya ia juga merasa pusing karena mencium aroma alkohol. Ketiga orang itu sudah keluar lebih dulu. Kini tinggal Yuna dan Bian.

“Kak, kita pulang, yuk!” ajak Yuna mengguncang tubuh Bian yang bersandar dengan mata terpejam.

“Sebentar Yun, kepalaku sakit. Aku mau tidur sebentar. Sudah dua hari aku tidur cuma sejam atau dua jam saja,” keluh Bian merogoh kartu akses di saku jasnya.

Yuna menerima kartu kamar 1102 lalu membantu Bian yang kesulitan melepas dasinya. Yuna menebak mungkin Bian merasa gerah. Namun, tiba-tiba saja Bian merangkul pinggang dan menahan tengkuk Yuna.

Yuna tersentak kaget kemudian membelalak saat bibirnya dilumat tanpa permisi. Bian mencuri ciuman pertamanya. Tubuh Yuna awalnya sekaku kayu jati. Namun, lambat laun ia terbuai dan mulai membalas ciuman Bian.

Ketika Yuna merasakan sengatan kecil di lehernya, ia bisa mendengar suara lirih Bian memujinya cantik. Rasanya Yuna semakin melambung dan tanpa canggung memeluk tubuh tinggi tegap itu. Aroma alkohol yang menyengat terkalahkan dengan bisikan mesra.

Flashback off

“Apa nanti anak kembar kami juga akan seperti Kak Bian dan kembarannya? Pasti akan sangat menyenangkan jika punya sepasang cowok cewek. Nggak apa-apa deh, kalau nggak mirip sama aku. Lebih baik mereka mewarisi semua hal baik dari Kak Bian biar jadi bibit unggul. Calon suamiku tampan, pinter, tinggi sama baik hati. Dia nyaris sempurna,” batin Yuna rasanya tidak sabar untuk tiba di lantai teratas.

Yuna mencoba menghubungi Bian. Akan tetapi, panggilan telpon darinya justru ditolak. Yuna masih berusaha berpikir positif, mungkin Bian sedang rapat. Tadinya Yuna ingin mengirim pesan seperti biasanya. Namun, kali ini ia urungkan.

“Nggak jadi deh, aku mau kasih Kak Bian kejutan,” gumamnya mengusap perutnya yang masih rata.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status