Beranda / Rumah Tangga / Nikahi Aku Sehari Saja / Bab 2 Cukup Enam Bulan

Share

Bab 2 Cukup Enam Bulan

Penulis: Lisani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-05 08:12:33

"Pa, sampai kapan aku harus pura-pura bahagia jadi pacarnya Yuna? Papa tahu? Kepalaku selalu mau meledak menghadapi sifat manjanya itu," keluh Bian menyandarkan tubuh lelahnya di sofa.

Ponselnya serasa diteror oleh gadis itu. Dua pesan terakhir pagi tadi enggan dibalas Bian. Baginya, pertanyaan Yuna sama sekali tidak penting. Tanpa rasa bersalah ia pun menolak panggilan telpon gadis itu.

"Sabar sebentar lagi, Nak. Papa sama orang tuanya Yuna masih ada proyek kerja sama. Proyek ini sangat menguntungkan kedua belah pihak," jawab Andra pada putra sulungnya.

Bian mencebik kesal. Meski Yuna cantik, wajahnya imut menggemaskan, tapi sifatnya yang kekanakan membuat Bian kadang merasa jadi pasien hipertensi.

Ia tidak ingin mati muda hanya karena punya pacar gadis kekanakan seperti Yuna. Ditambah lagi kedua orang tuanya sendiri begitu memanjakan Yuna seolah gadis itu adalah putri mereka sendiri. Hidupnya akan makin sengsara kalau gadis itu yang jadi istrinya.

Selama ini yang membuatnya cukup berkompromi adalah mamanya. Mamanya ingin sekali punya seorang putri. Entah karena rakus atau memang lupa bersyukur. Padahal, punya anak kembar laki-laki yang rupawan dan cerdas seperti dirinya dan Gian, kadang membuat orang lain merasa iri.

"Aku harap Papa tidak benar-benar minta aku menikahi Yuna. Aku nggak bakalan mau punya istri manja kayak dia," ungkap Bian bergidik.

Baru membayangkannya saja, entah kenapa bulu kuduk Bian menegak. Ia tidak sanggup menghabiskan sisa hidupnya dengan mengurusi wanita manja.

"Kalau saja sifatnya Yuna sedikit saja, kayak adik iparku. Mungkin aku akan sedikit mempertimbangkannya, Pa." Bian terkekeh sambil menguntai langkah mendekati meja kerja papanya.

Pria setengah abad itu sejak tadi menyimak ucapan Bian. Andra bersandar di kursinya lalu menatap lekat putra sulungnya. Biantara dan Giantara memang punya fisik yang mirip, tapi sifatnya berbanding terbalik.

"Papa cuma mau mengingatkan, jangan sampai kamu menyesal karena melewatkan berlian," kata Andra sarat penuh harap.

Entah mengapa pria itu merasa jika putranya terlalu sombong. Sejujurnya ide untuk meminta Bian menjadi pacar Yuna dengan alasan kerja sama dengan sahabatnya hanya kedok. Mereka memang berniat menjodohkan Bian dan Yuna.

"Nggak bakalan, Pa. Aku lebih suka gadis anggun, mandiri, cerdas, berkarakter dan bisa bersikap dewasa. Yuna itu bukan cuma manja, dia juga berisik. Mirip kayak bocah SMA yang jiwanya terjebak dalam tubuh gadis dewasa yang berusia 22 tahun," keluh Bian.

"Di mata papa, Yuna punya banyak kelebihan yang tidak dimiliki gadis lain. Contohnya saja, hatinya yang lembut," ungkap Andra.

Bian menggeleng. Keputusannya untuk lepas dari Yuna sudah tepat. Cukup enam bulan, waktu yang disepakatinya dengan sang papa juga sudah dekat. Tinggal menghitung hari saja dirinya akan putus dan bebas dari makhluk manja seperti Yuna.

Di balik pintu ruangan, Yuna hanya bisa terdiam mendengar ucapan Bian. Ternyata selama ini, laki-laki itu hanya pura-pura sabar menghadapinya demi kerja sama kedua orang tua mereka.

Bian menolaknya karena ia gadis manja. Jauh dari kriterianya yang lebih suka gadis mandiri dan bersikap dewasa.

"Kita pergi saja ya, mama yakin papa kamu akan menolak kita lagi. Nanti mama pikirkan bagaimana caranya kita bisa hidup. Mama janji, mama tidak akan manja lagi," gumam Yuna mengusap perutnya seiring langkah kakinya menjauh dari tempat Bian.

Gadis bersurai panjang berwarna hitam legam itu memasuki lift. Tangan kirinya terulur menekan tombol lantai paling bawah. Yuna bahkan tidak berbalik menatap pintu lift. Disaat yang sama, Bian pamit untuk kembali ke ruangannya.

Wajahnya yang semula ceria, kini berubah seperti pasien yang divonis akan gagal jantung. Sorot mata Yuna redup seperti awan mendung. Terhenyak, tak jauh berbeda seperti patung.

Ketika pintu lift kembali terbuka, Yuna keluar dan berjalan tergesa menuju mobilnya. Perlahan mini cooper miliknya memasuki keramaian jalan.

Tadinya Yuna pikir dirinya bisa tegar. Namun, kalimat-kalimat yang diutarakan Bian beberapa saat lalu bagaikan belati yang menyayat pilu. Terus saja terngiang menusuk ulu hatinya.

Bulir-bulir bening itu kian mengalir deras. Gadis yang telah kehilangan kesuciannya itu hanya bisa berteriak keras. Dalam mobilnya yang melaju kencang, tak akan ada yang mendengar atau memakinya, meski ia berteriak seperti orang yang tidak waras.

Yuna tidak menyangka akan mengandung darah daging dari pria yang sudah dicintainya sejak satu dekade lalu. Sahabat kakaknya itu adalah cinta pertamanya. Segala perhatian Bian selama ini membuat rasa cintanya semakin besar. Namun, ternyata semua itu palsu.

"Kupikir dia mulai mencintaiku. Waktu tidak bisa menjadi jawaban untuk perasaannya. Biantara Raga Kawiraginandra. Aku akan mengingat nama ini sebagai masa lalu," batin Yuna mengusap air matanya.

Yuna menatap puncak gedung kantor perusahaan milik keluarga Bian. Ia tidak akan menginjakkan kakinya di sana lagi. Tidak akan pernah!

Mulai hari ini, Yuna berpikir untuk mulai menyusun rencana. Bukan untuk membalas Bian, melainkan pergi dari hidup pria itu. Mungkin, dari semua orang juga, termasuk keluarganya sendiri.

Yuna tidak menyangka jika papinya menjadikan dirinya jaminan bisnis. Ia tidak punya waktu lagi. Tersisa dua minggu lagi waktu enam bulan hubungannya dengan Bian. Semakin lama menunda, kandungannya juga akan semakin membesar.

"Papi sama kakak pasti akan marah besar kalau tahu aku hamil. Mami mungkin mau memaafkanku, tapi pasti mami juga akan kecewa saat tahu, Kak Bian menolak untuk nikah sama aku," racau Yuna kalut.

Kram di perutnya membuatnya memilih menepikan mobil. Yuna tidak ingin gegabah dan membuat janin dalam rahimnya terluka. Kali ini ia harus bertindak dengan hati-hati.

“Kak Bian begitu teguh tidak ingin menikahiku. Mungkin dia tidak ingat sama sekali kejadian malam itu,” gumam Yuna dengan kepala yang bertumpu di setir mobil.

“Sama siapa aku harus meminta tolong?” batin Yuna menggulir ponselnya. Kontak-kontak di ponselnya tak satu pun yang bisa meyakinkan hatinya.

Ia membuka jendela kaca mobilnya untuk mengurangi rasa sesak. Yuna memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang bertiup. Kalimat-kalimat Bian tadi kembali terngiang seperti ratusan jarum yang menusuk jantung.

“Kalau kamu tidak menginginkanku, aku yang akan pergi dari hidupmu. Sudah cukup kamu mainin aku kayak gini,” gumam Yuna menghapus lelehan air mata di pipinya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 19 Pindah Kota

    Dari balik kaca jendela taksi online, sepasang mata tak hentinya menitikkan cairan bening. Ia melihat para pelayat yang keluar masuk melintasi gerbang rumahnya. Suasana duka menyelimuti kediaman keluarga Diratama. Keluarga itu berduka setelah kehilangan putri bungsu mereka.“Maaf kalau aku egois. Papi sama mami akan sangat malu saat tahu aku hamil di luar nikah. Kak Bian sama sekali tidak ingat. Dia pasti akan meragukan anak dalam kandunganku,” batin Yuna menekan dadanya yang sesak.Sebelum Yuna meminta supir taksi online kembali melaju, ia melihat calon kakak iparnya keluar. Tasya terus saja menggerutu. Langkahnya yang disentak diikuti oleh mamanya. Perlahan ia menurunkan sedikit kaca mobil agar bisa mendengar percakapan mereka.“Tasya! Tasya! Dengarkan mama!” bentak wanita itu sembari menarik lengan putrinya.“Apa lagi sih, Ma?” sahut Tasya yang sudah gerah dan ingin cepat kembali ke apartemennya.

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 18 Bayiku Penyelamatku

    Sepasang mata sembab itu menatap sendu ke arah layar televisi di sebuah klinik kecil. Bibirnya bergetar ingin mengatakan sesuatu. Namun, ia tidak sanggup mengungkapkan apa yang saat ini tengah ia alami. Rasanya masih sulit percaya ia lolos dari maut.“Kasihan sekali para penumpang pesawat itu. Katanya, tidak ada satu pun yang selamat. Banyak yang menduga, cadangan oksigen di pesawat habis. Makanya, penumpang pesawat itu tidak ada yang keluar sebelum pesawatnya jatuh,” komentar salah seorang perawat.“Huh ... keluarga korban pasti sangat terpukul. Yang kudengar, salah satu penumpangnya adalah putri mentri,” sambung yang lain.OB yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya mengepel lantai turut berkata, “Pesawatnya jatuh dan patah jadi dua karena membentur karang yang cukup besar. Jadi banyak korban yang hanyut dan tenggelam.”“Tapi masih ada juga yang masih bisa diselamatkan jasadnya karena masih duduk di bangku pesawat. Tubuhnya tidak terbawa arus karena masih terpasang sabuk pengaman,”

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 17 Belum Siap Kehilangan

    Menyadari Yuna pergi tanpa pamit, dua pria itu akhirnya memutuskan kembali ke Bandung. Di tangan mereka masing-masing ada surat yang diberikan Yuna. Saking paniknya, Arga langsung berlari ke mobil. Namun, Bian mencegah dan menyarankan agar mereka menyewa jasa supir untuk mengantar mereka pulang.Bagaimanapun, kepala Bian masih pusing. Ia tidak ingin mengambil resiko. Jangan sampai mereka berdua malah mengalami kecelakaan karena kurang konsentrasi dalam berkendara."Apa Yuna memasukkan sesuatu ke dalam kopi kita semalam?" tanya Arga mencoba menerka alasan mengapa mereka berdua bisa tertidur sepulas itu."Jangan tanyakan hal yang sudah pasti. Bukankah Yuna sendiri juga punya obat-obatan yang ditunjukkan pada kita? Aku sendiri tidak menduga jika dia sampai senekat ini," balas Bian yang membaca kalimat demi kalimat yang ditulis Yuna.Arga mengusap wajahnya kasar. Informasi tentang keberangkatan adiknya ke Seoul masih abu-abu. Benarkah Yuna berangkat ke sana? Bukankah adiknya sendiri minta

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 16 Pergi Tanpa Pamit

    Malam mulai merayap dan keadaan vila tak sepenuhnya senyap. Pasangan baru itu duduk bersama menyaksikan tayangan komedi di televisi. Bian merasa sedikit aneh. Yuna lebih banyak diam, tapi lebih manja dari biasanya. Meski begitu, Bian sama sekali tidak menolak ketika Yuna bersandar manja padanya. Sesekali Bian mengecup puncak kepala Yuna dan menikmati aroma samponya yang wangi."Apa kalian memintaku tetap di sini untuk terus-menerus menyaksikan kalian bermesraan?" sindir Arga yang membawa sepiring nasi goreng.Yuna tersenyum lebar melihat sajian makan malam yang sejak tadi diidamkannya. Menu nasi goreng buatan kakaknya sendiri. Padahal, sejak beberapa waktu belakangan, Yuna tidak bisa makan nasi. Mau bagaimana lagi, aroma nasi matang selalu membuatnya mual."Suapin," ucap Yuna manja.Arga yang baru saja duduk di sofa meraih sendok untuk menyuapi adiknya. Ia tidak terkejut sama sekali kali karena sudah terbiasa menyuapi adiknya saat makan sepiring berdua. Namun, kali ini Yuna menggeleng

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 15 Akad dan Tekad

    “Bagaimana saksi?” tanya penghulu yang duduk di samping Arya.“Sah!!!” seru empat orang yang dihadirkan Arya dan Bian untuk jadi saksi pernikahan.Mata Yuna berkaca-kaca mendengar kata yang mengukuhkan hubungan sakral antara dirinya dan Bian. Baik Arya maupun Bian sama-sama melepas jabat tangan mereka. Semua orang di ruangan itu kompak mengangkat tangan dan membaca doa. Hingga pada penghujung doa kala mereka semua berseru mengaminkan lafaz-lafaz indah itu, Yuna tak kuasa menahan air mata.Merasakan usapan lembut di puncak kepalanya, Yuna menoleh. Ditatapnya wajah tampan Bian dan sorot matanya yang teduh. Tanpa diperintah, Yuna mengangsurkan tangan kanan untuk tunduk dan mencium punggung tangan suaminya. Ya, mereka sudah sah sebagai suami istri secara agama.Begitu Yuna hendak melepas tangan Bian, pria itu justru menguatkan genggaman. Kemudian membacakan doa pernikahan di ubun-ubun istrinya. Tak lupa ditutup dengan sebuah kecupan dalam dan cukup lama.“Aneh, perasaan kemarin-kemarin si

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 14 Sudah Gila

    Byur ....Semburan dari minuman berwarna hitam itu menodai kemeja putih Arga. Suara batuknya belum reda karena turut tersedak. Informasi yang ditangkap gendang telinganya bagai kabar baru yang menggelegar.“Lo bilang apa barusan?” tanya Arga kembali meletakkan cangkir kopinya.Matanya membelalak nyaris keluar dari kelopak matanya. Tangan kirinya menarik berlembar-lembar tisu untuk menyeka dagunya. Ia masih terlampau syok akan tutur sahabatnya.“Gue mau lo jadi wali nikah,” ulang Bian membuka matanya perlahan.Ia sudah bisa menebak reaksi Arga. Namun, tetap saja ia tidak bisa tenang mengingat pembahasan mereka kali ini bukanlah hal sepele. Pernikahan singkat dan tiba-tiba. Belum lagi harus mereka rahasiakan.“Jadi lo ngajak gue liburan ke Bogor buat nikah?! Bukan buat refreshing?!” tuntut Arga melotot.Bian mengangguk dan menjelaskan permintaan Yuna. Berkali-kali Arga menggeleng tak percaya dengan apa yang diinginkan adiknya. Laki-laki yang tadinya sibuk menghubungi pihak WO untuk acar

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 13 Keputusan Bian

    Membayangkan kelak anak-anaknya hidup tanpa sosok seorang ayah membuat hatinya teriris. Perlahan suara tangis tertahan itu terdengar sesegukan. Bian semakin bingung dengan Yuna.“Sebenarnya ada apa, Yuna? Siapa yang sudah menyakiti kamu?” bisik Bian membalas pelukan Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya.Bibir Yuna bergetar dan matanya terpejam. Pertahanannya mulai goyah. “Kamu, Kak,” batin Yuna menjerit tertahan.“Hai, Bian. Tumben kamu di sini?” sapa suara merdu yang seketika menghentikan tangis Yuna.Rasanya Yuna enggan berbalik. Apalagi melepaskan pelukan hangat yang mungkin akan menjadi pelukan yang terakhir kali. Namun, di sisi lain ia penasaran siapa gerangan yang menyapa Bian?***Bian menjentikkan jari di depan wajah Yuna yang melamun. Jejeran ponsel dengan berbagai merek dan variasi itu belum ada satu pun dilirik oleh sosok yang mengenakan dres hitam bermotif volkadot itu. Karyawan gerai hanya

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 12 Uji Coba Perasaan

    “Yuna.” Sekali lagi suara Bian terdengar.Mata Yuna kembali berkaca-kaca. Berapa kali lagi ia harus mengalah? Suara derit kursi membuat Yuna bergeming dan memilih diam menatap gelas minumannya yang tersisa separuh.“Kak Bian pergi aja. Aku bisa pergi sendiri atau minta dibelikan sama sekretarisnya papi,” sahut Yuna mendadak kehilangan nafsu makan.“Hari ini aku cuti.”Jawaban Bian tidak hanya mengejutkan Yuna. Pun demikian dengan kedua orang tuanya. Cuti adalah kata keramat bagi Bian dan pagi ini, laki-laki itu mengatakannya seakan tanpa beban.“Sarapan yang banyak, biar punya tenaga. Sekalian kita jalan-jalan ke mana kamu mau,” tambah Bian yang kembali melanjutkan sarapannya.Kali ini mata Yuna berbinar. Diratama dan Ningrum tertular senyum kala melihat putrinya tersipu dan mengangguk malu-malu. Yuna kemudian pamit ke kamar untuk mengambil tasanya.“Nggak usah dandan!” teriak Arga ketika adiknya sudah menaiki tangga.“Enggak kok, aku udah cantik!” balas Yuna berteriak sampai seisi ru

  • Nikahi Aku Sehari Saja   Part 11 Memang Ingin Dibuang

    “Ar, Yuna udah tidur?” tanya Arga yang baru saja selesai mandi. Sebagian kepenatannya sudah berkurang. Namun, masih saja ada resah. “Udah.” Usapan handuk di kepalanya terhenti. “Dia nggak nangis atau panik gitu? Ponselnya kan, hilang?” Bian melirik ke arah ponsel Yuna yang kartunya sudah ia ganti dengan kartu barunya tadi. Terdengar Arga sedang menghela napas panjang lalu menimpali, “Dia bilang ponselnya jatuh entah di mana. Udah coba ditelpon berkali-kali, tapi udah nggak aktif. Dilacak pun percuma, cuma buang tenaga. Apalagi saat dia bilang, isinya cuma masa lalu yang emang pengen dia buang.” Deg! Buang? Apakah itu termasuk dirinya? Bian sudah melihat sebagian besar isi ponsel itu. Ada banyak hal tentangnya di dalam benda pipih itu. “Gue lebih heran lagi pas dia bilang mau putusin lo. Katanya lo kayak gunung,” kekeh Arga menatap tumbler yang ditempeli catatan khusus dari adiknya. Isinya teh chamomile. “Gunung? Maksudnya apa?” “Nanti lo tanya sendiri. Intinya, lo nggak seper

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status