Share

Part 3 Pria yang Membosankan

Yuna mengulas senyum kala keluar dari mobilnya. Dengan menenteng sebuah paper bag berisi kue kesukaan Bian, Yuna menghampiri ART keluarga Kawiraginandra.

"Selamat sore, Bibi. Apa Tante Amba ada di dalam?" tanya Yuna.

"Selamat sore juga, Nona. Makin cantik saja," puji wanita yang sedang menyiram bunga itu. "Nyonya ada di dalam, lagi buat puding."

"Oh iya Bi, ini coklat buat keponakan Bibi. Kemarin aku janji sama dia. Aku titip ya, soalnya aku nggak bisa lama-lama," ucap Yuna mengulurkan sebungkus coklat dari dalam tas selempangnya.

"Terima kasih ya, Nona. Tiap kali ke sini, pasti ada saja yang Nona kasih buat keponakan saya," ujar wanita itu terharu. Ia sangat berharap gadis itu yang kelak menjadi nyonya mudanya.

"Sama-sama, Bi. Yuna masuk dulu, ya," pamitnya.

Yuna meneguhkan hati lalu mengayuh langkah menghampiri ibu dari pacarnya. Amba sedang menuang adonan pudingnya ketika Yuna masuk ke dapur.

“Hai, Sayang. Tumben nggak telpon dulu, tante kayak lagi dikasih surprise, deh,” ujar Amba.

“Tante tahu aja, Yuna mau kasih kejutan,” ungkapnya tersipu sembari meletakkan paper bag di atas meja.

Amba mengakhiri kesibukannya di dapur. Kala hendak beranjak ke ruang tengah, Yuna menahan tangannya.

“Tante, ada yang mau Yuna sampaikan. Yuna tahu Tante akan terkejut, tapi pilihan ini sudah tepat,” ungkap Yuna meremas jemarinya gugup.

Amba mengangguk lalu bertanya, “Mau bilang apa, Sayang?”

“Sepertinya … Yuna tidak bisa jadi ….” Yuna menelan saliva dengan jantung bertalu kencang.

Harapannya selama ini harus ia relakan. Tangis Yuna pecah di pelukan wanita yang ia kira kelak akan menjadi ibu mertuanya. Lebih dari itu, ia resah memikirkan nasib anak-anaknya kelak dengan keputusannya ini.

***

Melihat putra sulungnya dengan lahap mengunyah kue kesukaannya, Amba menghampiri dan duduk di sampingnya. "Tadi Yuna ke sini. Dia yang bawakan kue itu buat kamu.”

Kunyahan di mulut Bian terhenti. Keningnya berkerut dalam pertanda laki-laki itu tidak tahu rencana kedatangan pacarnya. Bian heran, biasanya Yuna akan mengabarinya jika gadis itu akan berkunjung ke rumahnya.

"Tumben, dia nggak bilang sama aku kalau mau ke sini? Biasanya dia laporan, sampai mau pakai baju mana, juga tanya sama aku. Cocoknya yang warna biru atau kuning atau pakai aksesoris apa yang cocok sama dresnya? Aku kadang kasihan sama ponselku. Nggak bisa istirahat gara-gara Yuna berisik," ungkap Bian santai seolah tanpa beban.

Amba mengernyit lalu menatap heran putra sulungnya. "Kamu kenapa seperti itu, Nak? Setengah tahun pacaran sama Yuna, memangnya kamu masih belum bisa menerima sifat manjanya?"

Bian memutar bola matanya jengah. "Ma, kalau boleh jujur, Bian tuh capek jadi pacarnya Yuna. Dia itu bukan tipeku, Ma. Sedari awal Bian sudah bilang, jangan berharap lebih dengan hubungan kami. Rencana perjodohan ini tuh nggak bakal berhasil, Ma."

"Gadis yang kamu sukai kayak siapa?" tanya Amba sambil menggonta-ganti chanel televisi.

"Standar kayak adik iparku. Kalau bisa, dia juga pintar bergaul, mandiri dan aku mau yang seksi. Pacarku yang sekarang itu bocah, Ma. Dia itu nggak dewasa sama sekali, tapi kekanakan. Bukannya punya kekasih, teman-temanku bilang aku ke sana kemari bawa adik perempuan," papar Bian bangga dengan kriterianya.

"Seksi? Maksudnya yang pamer-pamer lekuk tubuhnya?" tanya sang mama.

Bian menelan lebih dulu kemudian menjawab, "Bukan juga. Maksud Bian tuh lebih kepada pesona seorang wanita, Ma."

"Mama cuma mau mengingatkan kamu, jangan sampai kamu menyia-nyiakan hati yang tulus. Contohnya gadis seperti Yuna. Kalau itu sampai terjadi, jangan harap mama mau bantuin kamu," ujar Amba melirik sinis sebagai tanda peringatan tegasnya.

Bian mengulum senyum lalu berkata, "Justru aku berharap waktu cepat bergulir, Ma. Supaya Bian bisa cepat-cepat mengakhiri hubungan dengan Yuna saat tepat hubungan kami cukup enam bulan."

"Dan mungkin kamu akan terkejut nantinya. Yuna mengatakan sesuatu sama mama, tadinya mama mau bilang sama kamu. Tapi, melihat reaksi kamu barusan, lebih baik mama diam dan menunggu saat yang tepat. Ya, seperti yang kamu bilang barusan," ujar wanita itu kecewa.

Bian yang melihat wajah kesal mamanya mengernyit. Apa salahnya yang hanya merasa sedang curhat? Sebelum wanita berambut pendek itu masuk ke dalam kamar, ia berbalik menatap putranya sendu.

"Ada apa, Ma? Kok Mama kayak mau nangis?" Bian semakin bingung.

"Hari ini mama menyadari kalau harapan mama pupus. Sepertinya Yuna benar-benar tidak bisa menjadi menantu mama," ungkapnya tanpa peduli apa yang hendak putranya katakan.

Bian terdiam menatap pintu jati itu. Tidak seperti ini yang ada dalam ekspektasinya. Reaksi papa dan mamanya memang sama-sama kecewa, tapi tanggapan mereka berbeda.

"Ini yang nggak gue suka dari wanita, bikin serba salah," batin Bian yang dengan santai kembali mengambil potongan kue di piring. Tanpa sadar kue itu habis seiring tayangan komedi yang ditontonnya.

Begitu tayangan berganti, Bian menelan saliva karena tayangan iklan yang menampilkan masakan khas Jepang. Entah kenapa ia mendadak ingin makan susyi. Bian begidik membayangkan dirinya makan makanan mentah kesukaan Yuna.

Bian mencoba mengenyahkan pikirannya. Namun, ia justru tersiksa sendiri. Biasanya Yuna akan membawa makan siang ke kantornya. Di antara menu yang biasa dibuat Yuna adalah susyi ala Yuna. Bisa disebut demikian, karena gadis itu memodifikasi menu dengan menggunakan bahan matang. Yang penting bentukannya mirip seperti susyi agar ia bisa memakannya.

“Arggh! Kenapa jadi lapar lagi?” batin Bian menggerutu.

Dengan malas Bian keluar kamar dan membuat mie rebus. Pukul dua dini hari ia merasa keroncongan. Tak berselang lama, semangkuk sajian instan itu sudah ludes. Saat ia hendak mencuci mangkok bekas makannya, ia melihat kotak kue yang dimakannya tadi.

“Bagaimana caranya memutuskan pacar tanpa menyakiti hatinya?” gumam Bian mengusap perutnya.

Bukannya beranjak dari dapur, Bian justru duduk anteng dan mulai berselancar di internet untuk mendapatkan referensi. Tanpa Bian sadari jika ada sepasang mata yang menyipit menatapnya heran bergantian dengan jam dinding.

"Dia mau sahur atau lagi kesurupan? Sejak kapan Bian mau makan mie instan? Akhir-akhir ini selera makannya aneh sekali," gumamnya menggeleng lalu kembali ke kamar.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status