Share

Bab 04

Author: Miss Yune
last update Last Updated: 2025-03-24 10:33:00

Aku mengabaikan pesan dari Karina. Kalau aku semakin tersulut dengan ucapannya, dirinya akan semakin merasa menang. Kuhampiri suamiku yang baru pulang dari kantor. Mas Rafli sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

“Apa yang sebenarnya Karina inginkan darimu, Mas?” tanyaku di ruang tamu, memulai percakapan dengan nada lirih yang hampir tak terdengar. Aku tak sanggup lagi menahan gejolak di dadaku.

Dia menatapku dari deretan chat entah dari siapa. “Kenapa kamu terus-menerus mempermasalahkan ini, Farah?”

“Karena aku merasa semakin hari aku kehilangan suamiku. Aku kehilangan kamu, Mas Rafli. Aku istrimu, tapi aku seperti tidak ada di hidupmu lagi.”

Dia mendesah panjang, meletakkan korannya. “Farah, aku sudah bilang, Karina butuh bantuanku. Dia baru kehilangan suaminya. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”

“Dan aku? Aku ini siapa di hidupmu? Apakah aku harus menunggumu selesai mengurus Karina dulu baru kamu ingat kalau aku ini istrimu?” suaraku pecah, air mata mulai menggenang di sudut mataku.

“Kenapa kamu harus bersikap seperti ini? Kamu tahu aku cuma ingin membantu seorang sahabat.”

Aku berdiri, mengelus perutku yang semakin besar. “Sahabat, ya? Sahabat yang sepertinya lebih penting dari istri dan anakmu?”

“Farah, cukup!” bentaknya, membuatku tersentak. Dia jarang sekali membentakku, tapi akhir-akhir ini, itu menjadi hal yang biasa. “Aku tidak ingin mendengar omongan ini lagi.”

Dia berdiri, mengambil kunci mobilnya. “Aku akan pergi ke rumah Karina. Ada beberapa hal yang perlu dia urus, dan aku harus membantunya.”

“Mas Rafli! Jangan pergi!” seruku, mencoba menghentikannya. Tapi dia sudah pergi, meninggalkan aku yang terisak sendirian di ruang tamu.

Setelah dia pergi, aku mencoba menenangkan diri. Tapi pikiranku dipenuhi oleh Karina. Aku tahu dia bukan sekadar ‘sahabat.’ Cara dia memanfaatkan Rafli, caranya memandangku dengan senyum sinis setiap kali kami bertemu, semuanya terasa seperti ancaman.

Aku memutuskan untuk menelepon Karina.

“Farah,” suara Karina terdengar dari seberang sana, tenang namun menusuk. “Ada apa menelepon malam-malam begini?”

“Apa tujuanmu, Karina? Kenapa kamu terus-menerus menarik Mas Rafli ke dalam hidupmu?”

Dia tertawa kecil, membuatku semakin geram. “Farah, kamu salah paham. Aku hanya sahabat Mas Rafli. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan.”

“Kalau begitu, kenapa kamu selalu memintanya mengurus semua masalahmu? Kenapa kamu tidak bisa mencari bantuan dari orang lain?”

“Karena Mas Rafli satu-satunya orang yang peduli padaku,” katanya dengan nada dingin. “Kamu tahu, Farah, kalau aku ingin, aku bisa saja membuat dia memilihku. Tapi aku tidak sekejam itu.”

Kata-katanya membuatku membeku. Apa yang sebenarnya dia maksud?

“Jangan pernah mencoba mengancamku, Karina,” kataku akhirnya, berusaha terdengar tegas meski suaraku bergetar.

“Oh, Farah,” katanya, suaranya berubah menjadi seperti ejekan. “Aku tidak mengancammu. Aku hanya memberitahumu kenyataan.”

Telepon pun terputus. Dan aku tahu, Karina tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Aku yakin, dia menginginkan Mas Rafli menjadi miliknya. 

*

Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan memiliki kegiatan lain. Aku membutuhkan udara segar untuk menjernihkan kepala, meskipun itu terasa mustahil dengan perasaan yang membebaniku. 

Aku ingin berjalan-jalan melepaskan semua penat yang ada dalam hatiku. Sampailah aku di mall yang ada di pusat kota. Baru kali ini, aku berjalan-jalan seorang diri. 

Saat aku berjalan halte di pinggir jalan, aku mendengar suara langkah cepat di belakangku. Aku menoleh, hanya untuk menemukan Karina berdiri di sana, tersenyum seperti predator yang siap menerkam mangsanya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku tajam, mencoba menyembunyikan rasa takutku.

“Farah, kebetulan sekali kita bertemu. Aku hanya ingin bicara,” katanya dengan nada yang terlalu manis untuk dipercaya.

“Tidak ada yang perlu dibicarakan antara kita.”

“Oh, aku rasa ada. Aku ingin kamu tahu bahwa Mas Rafli akan selalu ada untukku. Tidak peduli apa pun yang kamu lakukan atau katakan, dia akan memilihku.”

“Kamu salah, Karina,” kataku, suaraku mulai meninggi. “Dia suamiku. Dan aku tidak akan membiarkan kamu menghancurkan rumah tangga kami.”

Dia mendekat, matanya penuh kebencian. “Kamu pikir kamu bisa menghentikanku? Kamu bahkan tidak bisa membuat suamimu tinggal di rumah, Farah. Apa yang membuatmu berpikir kamu bisa mengalahkanku?"

"Jangan bercanda Karina, dia adalah suamiku."

"Suami kamu bilang? Bahkan, dia saat ini sedang menjemput putriku yang pulang sekolah. Tidak perlu berharap banyak, Farah," tukas Karina membuatku bersedih. 

Aku mencoba melangkah mundur, tapi dia meraih lenganku dengan keras.

“Kamu harus tahu, Farah. Dalam permainan ini, kamu sudah kalah.”

Aku berusaha melepaskan diri, tapi gerakannya terlalu cepat. Dia mendorongku ke belakang, dan sebelum aku menyadari apa yang terjadi, tubuhku terhuyung ke jalan. Sebuah motor melaju kencang, dan aku tidak sempat menghindar.

Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit. Kepalaku berdenyut, dan seluruh tubuhku terasa sakit. Tapi yang paling menyakitkan adalah perasaan ditinggalkan.

“Farah, kamu sudah sadar.” Suara ibuku terdengar, penuh kekhawatiran. Dia duduk di samping tempat tidurku, menggenggam tanganku dengan erat.

“Ibu…” suaraku lemah. “Apa yang terjadi?”

“Kamu mengalami kecelakaan, Nak. Untung saja orang-orang di sekitar sana cepat membawamu ke rumah sakit.”

“Maa Rafli…” aku berbisik. “Di mana Mas Rafli?”

Ibuku terdiam, raut wajahnya berubah muram. “Dia… belum datang, Nak. Ibu sudah mencoba menghubunginya, tapi dia tidak menjawab.”

Air mataku mengalir tanpa bisa dihentikan. Suamiku, pria yang seharusnya ada di sisiku, bahkan tidak peduli bahwa aku terluka.

Di tengah keheningan, pintu kamar terbuka. Aku berharap itu Mas Rafli, tapi yang masuk adalah Karina.

Dia tersenyum dingin, menatapku dari ujung tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu, Farah? Aku sudah mencoba untuk menghubungi Mas Rafli, tetapi sayang sekali dia bilang akan mengantarkan Alia menuju rumah ibuku terlebih dahulu. Tenanglah, Farah, dia akan segera menjengukmu," ujar Karina dengan senyum liciknya. 

Aku menatapnya dengan mata penuh kebencian, tapi tubuhku terlalu lemah untuk merespons. Mas Rafli lebih memprioritaskan Alia —anak Karina— dibandingkan diriku yang terkapar di rumah sakit.

Apa sama sekali tidak ada rasa sayang dari suamiku? Tidak ada perasaan yang tersisa dalam hatinya mengetahui kondisiku saat ini. Padahal, mengantarkan Alia bukanlah tugas Rafli. Kesedihan merayap perlahan di hatiku, tapi aku tidak bisa menampilkan wajah sedih di depan Karina 

Entah apa lagi yang harus aku lakukan untuk mempertahankan pernikahan kami. Aku hanya bisa berdoa bahwa ini belum menjadi akhir bagi kami.

"Pergilah, aku tidak membutuhkan wanita sepertimu untuk menjengukku!" ucapku pada akhirnya.

"Kamu bicara apa, Farah? Tidak baik mengatakan hal itu pada orang yang sangat peduli padamu." 

Sebuah suara menimpaliku, terlihat Mas Rafli dengan wajah kesal menghampiri ranjangku. "Yang aku katakan tidak salah, lagi pula dia yang menyebabkanku terkapar di rumah sakit," balasku sinis. 

*

Bersambung...

Terima kasih telah membaca...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 27

    Ketika Mas Rafli pulang, aku tidak menyadarinya. Hingga pria itu menepuk punggungku pelan. Aku sedang melamun di ruang keluarga hingga tidak mengindahkan suamiku yang baru pulang. "Ada apa?" tanya suamiku itu. "Tadi Karina menemuiku," jawabku tanpa menutupi apa pun. Ekspresi Mas Rafli menegang, tampak sekali kecemasan dalam dirinya. Mungkin, dia mengira kalau Karina kembali mengusik ketenanganku."Mau apa dia ke rumah kita? Kau baik-baik saja, kan? Dia tidak melakukan apa pun padamu?" balas Mas Rafli.Aku menggeleng. "Tidak, aku baik-baik saja. Dia hanya meminta maaf dan berpamitan padaku," ujarku dengan tenang."Lalu, mengapa kamu sampai merenunginya seperti itu?" balas Rafli."Entahlah, dia mengatakan kalau sekarang dia telah menjadi istri kedua dari adik iparnya. Apakah dia melakukan hal itu dengan adik iparnya sendiri dan menjebakmu?" Dari tadi, aku selalu memikirkan hal tersebut. Tega sekali Karina melakukannya untuk menghancurkan rumah tanggaku. Membayangkan dirinya melakuka

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 26

    Kehidupan pernikahanku dengan Mas Rafli kembali membaik. Setelah membuktikan kalau anak yang ada dalam kandungan Karina bukanlah anak Mas Rafli. Tidak lagi terdengar kabar tentang Karina. Aku bersyukur tidak lagi diganggu oleh keberadaannya."Kudengar kalau Karina akan menikah," ujar Kak Widya yang bertandang ke rumahku. "Oh ya? Menikah dengan siapa? Mungkin Ayah dari anaknya sudah bertanggung jawab pada dirinya," balasku dengan senyum di wajah. Kalau Karina sudah menikah, dia tidak lagi menjadi ganjalan dalam rumah tanggaku. Jadi, aku bahagia saja dia menikah dengan orang lain. "Kamu senang dia menikah?" tanya Kak Widya."Tentu saja, aku sangat senang bila dia menikah. Jadi, dia tidak bisa menjadi orang ketiga dalam rumah tanggaku," jawabku dengan tenang."Katanya dia menikah dengan adik suaminya sendiri. Aku tidak tahu mengapa dia memilih untuk menikah dengan adik suaminya. Bisa jadi, anak dalam kandungannya adalah miliknya," ujar Kak Widya. Sedikit terkejut dengan ucapan Kak Wi

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 25

    POV Karina..."Kamu harus mengikuti keinginanku. Beruntung aku tidak melaporkan hubungan kalian ke meja hijau. Bayangkan bila aku melakukannya. Kamu akan mendekam di penjara," ujar Tiara dengan menggerutu. "Laporkan saja, aku tidak takut. Bila aku mendekam di penjara. Akan aku seret Arifin bersamaku," balasku dengan sengit.Tiara yang tidak bisa hamil, tentu mendapatkan tekanan yang sangat besar dari ibu mertuaku. Bu Tuti kerap kali memaksanya untuk melakukan program hamil. Berkali-kali dia mengikuti program hamil, tetapi tidak berhasil.Aku menyeringai ketika Tiara hanya bisa terdiam mendengar penuturanku. Dia tidak akan bisa membalas semua perkataanku karena ini semua bukan salahku.Perselingkuhanku dengan Arifin bukan merupakan hanya kesalahanku. Arifin juga memiliki andil dalam pengkhianatan kami. Jujur saja, aku tidak mengerti jalan pikiran Tiara yang menginginkan anakku. "Bagaimana bila kamu menjadi istri kedua Arifin saja?" tanya Bu Tuti dengan pelan.Aku terkejut mendenga

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 24

    POV Karina ..Tidak! Mas Yudhi meninggal begitu cepat membuatku kehilangan semuanya. Dia memang tidak menguak perselingkuhanku. Akan tetapi, dia secepat ini meninggal karena kecelakaan naas tersebut. Kuusap perutku dengan lembut, ketika adik iparku datang untuk mengikuti pemakaman Mas Yudhi aku memanfaatkan kesempatan itu. Aku menginginkan nasib yang jelas untuk anak yang ada dalam kandunganku. Dia tidak boleh pergi dariku dan lepas dari genggamanku."Rif, kapan kamu menceraikan Tiara? Aku sudah tidak mungkin menutupi kehamilanku," ucapku dengan mimik serius.Arifin adalah adik iparku, dia dan Tiara sudah menikah cukup lama. Akan tetapi, keduanya belum dikarunia seorang anak. Hal itu membuatku menggodanya. Awalnya, kami dapat menutupi pengkhinatan ini, tetapi tidak ada lagi yang dapat kami lakukan setelah dengan mata kepalanya sendiri Mas Yudhi melihat kami bermesraan.Untungnya, ketika Mas Yudhi menyetir untuk memberitahukan perbuatan kami. Dia kecelakaan sehingga tidak sempat me

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 23

    "Ini hasil tes Anda. Bila ada yang ingin dikonsultasikan, bisa Anda konsultasikan ke dokter dengan membawanya ke ruangan," ucap petugas kesehatan yang memberikan sebuah amplop pada suamiku. Hatiku berdebar menunggu hasil tes DNA Mas Rafli. Pria itu segera menghampiri yang duduk bersisian dengan Karina. Wanita di sampingku cukup diam hari ini. Tidak ada sama sekali tersirat kalau dirinya mengkhawatirkan hasil tes tersebut. Kupandangi wajah Karina yang terlihat cekung. Kami sama-sama sedang hamil. Namun, tidak jelas pria yang menghamili Karina. Kuharap semua ekspektasiku menjadi kenyataan dan anak yang ada dalam kandungannya bukanlah anak Mas Rafli."Aku bukan Ayah dari anak yang kamu kandung, Rin," ucap Rafli dengan senyum merekah di wajah. Aku tersenyum mendapati hasil tes yang sesuai harapan. Berbeda dengan Karina yang tampak tidak percaya dengan hasil itu."Apa maksudmu? Tidak mungkin. Pasti kalian melakukan sesuatu pada hasil tes tersebut!" tuduh Karina.Mas Rafli tersenyum meny

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 22

    "Silakan bila Anda ingin menuntut rumah sakit. Kami juga akan menuntut balik Anda karena ingin melakukan penyuapan," ucap petugas keamanan membuat Karina terdiam. Aku tersenyum miring mendengar perkataan petugas. Kupandangi wajah Karina yang tampak merana. Perbuatan yang tidak sepantasnya itu diketahui oleh kami yang terlibat dengannya.Petugas keamanan memaksa Karina keluar dari rumah sakit. Aku dan Mas Rafli hanya memandanginya. Hatiku bersorak senang ketika dia mendapatkan perlakuan yang sepantasnya.Kutatap wajah Mas Rafli yang tidak terbaca. Apa dia memang memiliki perasaan pada Karina? Terlihat kalau bola mata Mas Rafli menyiratkan kesedihan."Mas sedih kalau anak yang dia kandung bukanlah anakmu?" tanyaku dengan pelan. Mas Rafli menatapku terkejut. "Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya tidak menyangka kalau Kirana dapat melakukan hal seperti ini. Ingin mengubah hasil tes agar aku mau bertanggung jawab," jawab Mas Rafli. Kuselami mata Mas Rafli, tidak ada kebohongan di dalam s

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 21

    Aku merasa sangat lemas, tidak bertenaga malam ini. Semua makanan yang tadi kumakan telah keluar hingga membuat tubuhku terasa limbung."Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi pada istri saya? tanya Mas Rafli dengan raut wajah penuh kekhawatiran.Jujur saja aku menyukai Mas Rafli yang mencemaskan kondisiku. Tidak pernah menyangka kalau hubungan kami akan kembali seperti sebelumnya. "Sebelumnya, saya ingin bertanya kapan terakhir kali Anda datang bulan?" jawab dokter yang membalas pertanyaan Mas Rafli dengan bertanya padaku.Aku terkejut mendengar pertanyaan dokter. Berpikir keras kapan terakhir kali aku mendapatkan menstruasiku. Sayangnya, aku tidak menemukan jawaban yang tepat. Setelah aku pulang dari rumah sakit pasca keguguran. Aku belum mendapatkan datang bulan. Mas Rafli langsung melakukannya padaku. Pria itu tampak mengerutkan dahi ketika aku hanya diam."Ehmm... Maaf, Dok. Saya bulan lalu baru saja keguguran. Hmm... Tidak mungkin kan kalau aku langsung hamil lagi. Kami...""Semua m

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 20

    Kupegangi pipi yang memerah karena tamparan dari Karina. Mas Rafli, suamiku langsung menegur Karina dengan mengucapkan perkataan yang sepertinya menyakiti hati Karina. "Hentikan, si*lan. Kamu benar-benar tidak bisa aku percaya lagi, Karina. Pergi kamu sekarang juga! Aku sungguh muak dengan kelakuanmu," ucap Mas Rafli kemudian mengelus pipi yang ditampar oleh Karina.Di sudut hatiku, aku ingin menampar balik perempuan yang mengancam pernikahan kami itu. Akan tetapi, mendengar ucapan Mas Rafli aku mengingat kalau dia tidak menyukai wanita yang kasar. "Mas! Mengapa kamu berubah secepat ini? Kita ini saling mencintai. Farah menjadi penghalang bagi hubungan kita seperti ucapanmu dulu, tetapi kamu tetap tidak bisa menceraikannya," ujar Karina masih tidak beranjak dari tempatnya berdiri.Sedangkan, Mas Rafli menemengiku sekarang. Dia tidak membiarkan Karina lebih dekat denganku lagi saat ini. "Aku tidak pernah mengatakan hal itu, Karina. Mungkin kamu saja yang mengkhayal. Dulu, aku memang

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 19

    Aku memang tidak begitu mengenal Kakak iparku dengan baik. Dia lebih dekat dengan Karina dibandingkan dengan diriku. Namun, Karina yang menikah terlebih dahulu dengan suaminya. Hingga, akhirnya Mas Rafli mengenalku dan menjalin hubungan denganku.Sifat Kak Widya membuatku semakin kecewa. Dia hanya diam tidak menjawab ucapanku. Kerap kali dia mengirimkan pesan untuk mengakhiri saja hubunganku dengan adiknya. Akan tetapi, kali ini dia membelaku di depan Karina. "Jawab, pertanyaanku, Kak. Kakak memang tahu kalau Karina menyukai Mas Rafli? Lalu, apa Kakak menginginkan Karina menjadi adik ipar Kakak saat ini," ujarku sengaja memancing emosi Kak Widya."Jangan sembarangan, Farah. Kamu tahu kalau aku sangat membenci pengkhianatan. Jadi, mana mungkin aku menginginkan wanita ini menjadi adik iparku," tukas Kak Widya akhirnya menjawab ucapanku. "Sudahlah, lebih baik kamu pergi dari sini, Karina. Rafli sudah memiliki keluarga sendiri. Sebaiknya, kamu intropeksi diri. Kamu memiliki anak perempu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status