SHANUMAku baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Mas Rey yang tengah menatap layar laptopnya. Keningnya berkerut membuat matanya menyipit, ekspresinya juga terlihat serius ditambah dengan tangan yang terlipat di dada membuat aku tak berani untuk mendekat, takut mengganggunya.Cukup lama Master bercengkerama dengan laptopnya, sejak aku selesai mandi hingga sekarang aku sudah rapi tapi tidak ada tanda-tanda Mas Rey mengalihkan perhatiannya."Loh, udah siap?" Pada akhirnya dia menyadari keberadaanku."Udah, kalau Mas Rey sibuk di tunda aja nggak apa-apa." jawabku.Sore ini karena dia libur, munculah ide untuk jalan berdua. Sebenarnya sudah sejak kemarin dia berencana tapi hingga detik ini belum ada tujuan sama sekali."Jangan dong, udah sebulan kita nikah tapi belum pernah lho kita pacaran. Yang lain malam minggu kita malam rabu aja, biar sepi." jawabnya dengan santai, ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa menit yang lalu.Aku mendekat untuk menyerahkan handuk padanya
SHANUM"Jam segini kok kamu nggak siap-siap? Muridnya udah pada pinter?"Aku tertawa dulu, pokoknya setiap pertanyaan yang Mas Rey ucapkan itu selalu menggelikan."Udah pada pinter. Makanya sekarang pada di ajak piknik satu sekolah.""Kok kamu nggak ikut?"Aku menggeleng, "Nggak punya uang buat bayar, yang dapat jatah full kan guru asli, apa daya hamba ini yang hanya guru pengganti. Harus bayar separuh, mana pikniknya jauh lagi bayarnya pasti mahal kan?"Secara terang-terangan Mas Rey menunjukkan protesnya lewat tatapan mata. Mungkin maksud dia kenapa tidak bilang kalau butuh uang.Aku langsung tertawa menyadari bahwa Si Tukang Usil ternyata kalau dikerjain balik gampang banget tertipunya.Tentang piknik sekolah itu memang benar adanya, dan aku malas ikut bukan karena soal bayar itu, tapi lebih malas harus satu bus dengan Arga yang secara terang-terangan masih mencoba mencari perhatianku."Enggak Mas bercanda!" ucapku ketika menyadari tatapannya masih tajam. "Aku nggak pengin ikut aja
REYSHAKA"Nak ini boleh?""Tak boleh!""Nak itu boleh?""Tak boleh!"Shanum langsung berhenti dan menatapku dengan ekspresi yang penuh dengan kejengahan."Tujuan kamu ngajak aku kesini apa sih Mas? Pamer doang?"Tingkah lucunya persis dengan Eca yang sedang ngambek karena nggak diperbolehkan membeli sesuatu yang dia suka.Aku tak pernah punya alasan untuk tidak tertawa kalau sedang bersama Shanum. Seperti hari ini, aku sedang berada di sebuah Mall, kita sudah seharian muter-muter
SHANUMTidak begitu jelas dalam ingatan semalam aku tidur jam berapa. Seingatku, setelah papa dan beberapa keluarga sampai di sini, aku menyambut mereka dengan penuh haru.Janjiku untuk tidak menangis lagi terpaksa aku langgar karena saat Mbak Kinan—sepupu iparnya Mas Rey—langsung memelukku erat sambil membisikan sebait doa juga pembangkit semangat.Selain Mbak Kinan dan Bang Alfa, ada beberapa keluarga yang ikut kesini dengan papa. Kak Dito, Om Arkan, Bang Ilyas dan adiknya—Azkia— serta ada satu lagi yang aku belum kenal. Beliau memperkenalkan diri sebagai Om Angga, kata papa, beliau ini adalah suami dari kakaknya mama.Kehadiran mereka di sini menambah lagi kekuatanku, seti
SHANUMUntukbidadariku,Aku tak inginKau menangis bersedihSudahi air mata darimuSemua keinginan akan aku lakukanSekuat semampuku sayangKarnabagiku kaukehormatankuHanya satu pintakuUntukmu dan hidupmuBaik-baik sayangAda aku untukmuMalam ini aku baru sempat membaca surat dari Mas Rey yang dititipkan ke dr. Bams kemarin, tadinya mau terharu tapi nggak jadi, akhirnya malah ngakak sendiri. Betapa nggak modalnya suamiku itu, mau menggombali
REYSHAKA"Ris, Shanum di mana?""Shanum? Nggak kemana-mana kok! Masa nggak ada?"Haris yang sedang ngobrol bersama Pakde Basuki langsung ikut masuk ke ruang tamu bersamaku.Kehebohanku mencari Shanum membuat orang-orang juga ikut heboh, Bang Nadim mencoba menghubungi nomor Shanum dan ternyata dering ponselnya terdengar di kamar."Hp nya ada di kamar, orangnya dimana?" ujar Haris yang baru saja memeriksa kamar.Bukan hanya aku, tapi abah, papa dan yang lainnya juga ikut panik karena Shanum tidak ada di rumah. Tapi mungkin paniknya karena melihat aku yang muter kesana kemari sambil berisik kayak anak ayam kehilangan induknya."Tadi pagi dia ke sekolah nggak, sih?" tanya Bang Nadim."Ke sekolah tapi cuma sebentar, udah pulang kok." jawab Mbak Yas.Mereka semua lagi mau ngerjain aku kah? Kalau iya, beneran udah berhasil, aku udah panik banget ini, tapi kenapa Shanum nggak juga muncul bawa bunga atau apa gitu?"Astaghfirullah, Abah lupa, Rey!!"Semua mata langsung tertuju pada abah."Motor
REYSHAKABeberapa hari setelah kasusku selesai, alhamdulillah kini hidupku kembali normal.Normal versiku itu berbeda. Kalau biasanya habis shubuh nggak bisa tidur lagi, sekarang bisa bangun jam 8. Kalau biasanya pulang malam jam 10 sekarang jam 10 sudah peluk istri di rumah. Kalau biasanya nggak bisa tiap hari jemput istri pulang kerja, sekarang bisa rutin tiap hari jemput.Oke. Daripada bingung kebanyakan ngomong, aku singkat saja, sekarang aku pengangguran. Udah gitu aja.Saat ini aku lebih banyak membantu abah, entah itu ngaji, di panti atau membantu mengurus ternaknya. Setiap harinya anak-anak kandung abah pergi kerja dan mantu-mantunya di rumah, sungguh menggelikan.Tetap harus mengucap alhamdulillah. Nikmati dulu sebagai waktu istirahat, setelah ini aku akan membawa Shanum ke Semarang dan mulai mencari kerja lagi."Jemput Bu Shanum, Dok?" tanya seorang wanita yang menghampiriku."Iya."Wanita yang aku tebak dari seragamnya adalah salah satu guru sekolah ini masih betah berdiri
REYSHAKA"Dari awal aku udah menyiapkan diri, lahir batin sih, Rey! Tapi ternyata kadang sifat manjaku keluar juga. Kayak sekarang ini, udah nunggu dia lama banget, tapi nggak juga datang jemput."Sebelum merespon curhatan Kak Alea aku menggerakkan tanganku agar Kak Alea mengangkat kepalanya yang menyandar di lenganku. "Jangan nempel-nempel, Bang Luham lihat nanti aku bisa diruqyah sama dia!"Kak Alea tertawa lalu segera menegakkan duduknya. "Maaf, pusing banget soalnya, lagian Sama adiknya juga! Dia udah kebal, udah sadar kalau aku bucin parah ke dia!"Aku membalas tawanya, tau banget gimana perasaannya. Nggak mudah juga menjadi pemimpin di usia yang masih terbilang muda. Apalagi tipe Bang Luham itu sangat berdedikasi sekali pada pekerjaannya, dan Kak Alea ini tipe yang mandiri tapi manja.Gimana tuh? Bingung nggak? Mandiri tapi manja?Ya pokoknya gitu.."Memang Bang Luham sampai malam terus?""Ya enggak. Sore paling udah pulang. Tapi tau nggak sih, sore pun pasti ada aja yang datang