LOGINDegup jantung Anya berdetak tidak beraturan. Dinginnya AC di kamar Felix menembus tulang wanita itu. Tentu saja Anya gugup, Felix memperlakukannya dengan kasar. Sepasang mata tajam yang menatap Anya membuat wanita itu ketakutan. Terlihat jelas ada amarah yang akan meluap, tangan Felix kini menggenggam erat pergelangan tangan Anya membuat wanita itu meringis kesakitan.
Anya tidak memprotes ataupun memberontak, karena lagi pula, dari awal Felix sudah menegaskan bahwa ia tidak akan bersikap lembut padanya. Mata Anya menatap Felix yang menatapnya dengan dahi mengerut. Felix menindih Anya tanpa hati-hati. Berat tubuh Felix membuat Anya merasa sesak. "Bukankah posisi ini terbalik? Kamu yang seharusnya di atas. Kamu yang harusnya memuaskanku, bukan aku yang memuaskanmu!" tegas pria itu dengan nada dingin. "Turun dan merangkaklah naik ke atas ranjang. Bukankah itu lebih menyenangkan?!" Felix menatap Anya dengan wajah merendahkan. Felix turun dari atas tubuh Anya dan membiarkan wanita itu bergerak sesuai perkataan Felix. Tentu saja Felix tidak menyangka Anya benar-benar merangkak seperti wanita murahan dan melempar dirinya pada Felix. Benar-benar murahan dan itu yang tertanam di dalam kepala Felix. Baju tidur transparan dengan rambut yang dibiarkan terurai. Benar-benar murahan akan tetapi wajah tanpa make up Anya yang mengganggu Felix. Wajah polos tanpa dosa, hal itu membuat Felix kesal. "Buka semuanya. Jangan sisa satupun!" Suara bariton Felix kembali terdengar. Anya terkejut dengan perkataan Felix. Mana bisa ia melakukan hal seperti itu. Maksud Anya, apa mereka akan melakukan hubungan tanpa adanya foreplay, semacam ciuman? Melihat Anya yang hanya diam membuat Felix mengerutkan kening. "Apa kamu datang kesini hanya untuk menguji kesabaranku? Kenapa hanya diam saja? Bukankah ini yang kamu mau? Jadi, lepaskan semua yang melekat dari dirimu. Wajar bukan, jika seorang suami ingin melihat tubuh istrinya tanpa sehelai benangpun?!" Anya sadar, apa yang dikatakan Felix bukanlah pertanyaan, melainkan pernyataan. Pernyataan yang begitu menyakitkan. Dengan penuh rasa gugup, Anya perlahan membuka baju tidur transparan dan seksi yang ia pakai. Tentu Felix melihat dengan teliti setiap gerakan Anya. Dia bahkan bertanya-tanya, apakah Anya sengaja memakai dalaman merah agar terkesan menggairahkan? Tubuh putih mulus tanpa sedikitpun bekàs luka sukses membuat Felix takjub, jelas-jelas Anya sangat pintar merawat dirinya. Hingga tatapan Felix tertuju di area pinggang Anya. Sesuatu berwarna coklat tua. "Apa itu tanda lahir?" tanya Felix dengan nada rendah. Anya mengikuti arah tatapan Felix dan ia mengiyakan pertanyaan pria itu. "Saya baru menyadarinya saat berumur 13 tahun." Felix terdiam sejenak. "Apa kamu masih perawan?" tanya Felix tiba-tiba. Anya tersentak ketika Felix mempertanyakan hal seperti itu. Ini sangat memalukan bagi Anya tapi ia juga sadar jika pria itu hanya menginginkan jawaban. "A-apa anda juga peduli ... dengan hal seperti itu?" tanya Anya dengan nada rendah dan berusaha untuk hati-hati. "Maksud kamu keperawanan wanita? Kalau dipikir-pikir, aku tidak peduli. Perawan atau tidak perawan sama saja," jawab Felix dengan raut wajah datar. Anya sedikit lega mendengar perkataan Felix. Ia tahu bahwa dirinya masih banyak kekurangan. Tangan Anya mulai membuka perlahan baju tidur kimono yang dipakai Felix, membuat dada bidang pria itu terlihat jelas. "Aku ingin melihat, bagaimana caramu melayaniku sampai aku puas. Jadi jangan membuatku kecewa," tegas Felix. Anya menghela napas berusaha untuk menenangkan diri dari rasa tegang. Ia perlahan menyentuh lembut dada bidang Felix. Tentu saja Anya jadi gugup setelah mengetahui fakta bahwa ternyata dada seorang pria itu terasa padat. Ini pertama kalinya bagi Anya menyentuh seorang pria. Tangan Anya menjadi bergetar, rasa gugup bercampur takut membuat wanita itu hampir menangis. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak terjatuh. Memori menyakitkan yang pernah ia alami menjadikan dirinya trauma. Ia pernah menjadi korban pemerkosaan saat berusia 18 tahun. Meski kejadiannya 4 tahun yang lalu, hal itu masih baru buat Anya. Di umurnya yang 22th tentu tidak mudah menerima itu semua. Selama ini ia masih takut jika dihadapkan dengan seorang pria. Bahkan pria yang menjadi suaminya tetap membuat Anya takut. Napas Anya terdengar tidak beraturan. Felix yang melihat Anya bergetar mulai menyentuh lembut tangan Anya. "Tidak apa-apa. Jika ini yang pertama kàlinya buatmu, aku bisa memimpin kalau begitu." Tentu saja Felix jadi khawatir meski bercampur kesal karena merasa digantung. Anya berusaha menenangkan diri. Dia tidak seharusnya memikirkan sesuatu yang telah berlalu ketika dirinya diperkosa, apalagi dia sekarang berada di atas tubuh Felix–pria yang telah menjadi suaminya. "Ma-maafkan saya, saya akan melakukan yang terbaik," ucap Anya berusaha menghilangkan perasaan yang membuatnya sedih. Wanita itu melanjutkan aktifitas yang sempat terhenti. Anya mendekatkan wajahnya menuju area leher Felix berniat untuk mengecupnya. Felix tidak menyangka ternyata Anya memulainya dari leher terlebih dahulu. "Sejujurnya aku tidak mudah terangsang tapi, entah kenapa malam ini terasa berbeda. Apa karena aku tertarik pada pergerakan kakumu itu?" tanya Felix dengan nada membisik. Anya mendengar jelas deru napas Felix yang terdengar lembut namun tidak beraturan. Apa yang dikatakan Felix benar, Anya terlalu kaku bahkan ia tidak tahu cara mengecup dengan benar. Felix tersenyum tipis dengan dahi mengerut saat Anya mengecup lehernya. Apa yang dirasakan Felix membuatnya merasa lucu, sangat geli sehingga ingin rasanya Felix mengganti Anya untuk memimpin agar wanita itu tahu cara mengecup dengan benar. "Apa mengecup adalah yang pertama kalinya bagimu?" tanya Felix sedikit terkekeh. Anya tidak menjawab, ia memilih melanjutkan kecupannya. Perlahan wanita itu turun menuju dada bidang Felix. Meski Anya gugup, ia tetap memaksa dirinya untuk melakukan yang terbaik. Setidaknya dia tidak ingin mengecewakan Felix kali ini. Anya harap, dia melakukan tugasnya sebagai istri dengan baik untuk yang terakhir kalinya. Napas Felix semakin tidak beraturan. Napas yang tadinya lembut mulai terdengar terengah. Dia tidak bisa menyangkal fakta bahwa Anya sukses membangunkan gairah Felix. "Kamu tidak ingin mencium bibirku?" tanya Felix spontan. Anya menghentikan gerakannya. Mencium? Yang Anya tahu tentang mencium adalah dua bibir yang saling menyentuh. Tapi Anya takut melakukannya, juga tidak percaya diri. Melihat Anya yang hanya diam saja membuat Felix kembali angkat bicara. "Kamu jijik?" tanya pria itu. Anya menggeleng dengan cepat. Mana mungkin ia jijik kepada suaminya sendiri. Itu tidak mungkin. Anya perlahan mendekati bibir Felix dan mencium pria itu. Anya merasakan deru nafas Felix akan tetapi Felix tidak terlihat senang saat bibir Anya diam tidak bergerak. Felix menarik tengkuk Anya semakin mendekat kemudian melumat bibir wanita itu dengan gairah membuat Anya membulatkan mata karena terkejut. Felix melakukannya sedikit kasar dan hal itu membuat bibir Anya terasa bengkak. Alis Felix mengerut saat Anya tidak membalas lumatan bibirnya membuat pria itu menghentikan gerakannya. "Kenapa hanya diam saja? Seharusnya kau yang memuaskanku, bukan aku yang memuaskanmu!" ucap Felix kesal. Anya menelan saliva, "Ma-maafkan saya, i-ini pertama kalinya buat saya." Felix yang tadinya kesal mulai menenangkan diri. Percuma juga ia marah-marah, apalagi saat mendengar kata-kata Anya barusan membuat pria itu merasa bersalah. Dia tidak tahu kalau ternyata Anya masih perawan dan tidak pernah berciuman. "Ikuti aku. Lakukan sesuai apa yang kulakukan. Jika aku melumat bibir mu, balaslah." Felix kembali melumat bibir Anya tapi kali ini pergerakan pria itu menjadi lembut. BersambungSesampainya mereka di rumah sakit, mereka mulai mencari tempat ayah Anya dirawat. Terlihat jelas rasa khawatir Anya sedangkan Felix tetap tenang seolah ini bukan apa-apa baginya. Toh dari awal, Felix tidak begitu suka dengan ayah Anya. Anya menghentikan langkahnya saat melihat ibunya duduk di kursi tunggu, berjarak beberapa meter darinya. Wanita itu menghela napas kemudian menoleh melihat Felix yang berdiri di sampingnya. "Jangan beritahu mereka kalau kita akan bercerai. Saya akan melakukan apapun—"Belum sempat Anya melanjutkan perkataannya, Felix langsung memotong. "Aku tidak suka mengulangi hal yang sama. Bukankan tadi sudah dibicarakan? Apa kamu mau aku berubah pikiran?" Felix menatap Anya dengan tatapan tajam. Anya menggeleng dengan cepat. Anya menarik napas dan membuangnya dengan lembut. Sebisa mungkin wanita itu meredakan rasa khawatirnya. dengan gugup, Anya mengambil tangan Felix dan menggenggamnya. Felix hanya menerima karena ini hal biasa. Setiap kali berhadapan dengan
Di dalam kamar Anya, terlihat wanita itu duduk di depan cermin rias. Malam ini terasa dingin bagi Anya. Melihat pantulannya di cermin membuat Anya mengasihi dirinya sendiri. Banyaknya bekas merah di sekujur tubuh wanita itu menjadi bukti betapa brutalnya kelakuan Felix. Anya merasa sesak, dengan sikap Felix yang begitu dingin terhadapnya. Anya tahu dirinya tidak secantik wanita yang mengelilingi Felix selama ini tapi setidaknya ia harap Felix bisa menghargainya. Air mata Anya terjatuh dari tadi. Dia tidak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak jatuh. Cinta sepihak memang menyakitkan dan lebih parahnya lagi, Anya tidak bisa membenci Felix meski Felix melakukan hal diluar batas sekalipun. Apa Anya bisa menghadapi Felix besok? Ia takut kepada Felix sangat takut sehingga membuat Anya berpikir berulang kali. Ia selalu mengasihani dirinya sendiri setiap kali Felix menatpnya dengan tatapan merendahkan. Seolah Anya benar-benar wanita murahan. ***Felix keluar dari kamar mandi dengan ha
Entah kenapa rasa gugup Anya berkurang, apa karena Felix sekarang melakukannya dengan lembut? Tangan nakal Felix perlahan menggapai area belakang punggung Anya dan membuka pengait BH Anya membuat wanita itu langsung berhenti mencecap bibir Felix. Anya menutupi dadanya menggunakan kedua tangan karena ia malu jika Felix melihatnya. Felix hanya diam menatap Anya yang memeluk dirinya sendiri. "Apa aku tidak boleh melihatnya?" tanya Felix dengan nada rendah dan sedikit membisik. "Sa-saya—" Belum sempat Anya melanjutkan perkataannya, Felix langsung menukar posisi membuat dirinya berada di atas tubuh Anya. Anya kembali gugup padahal tadi kegugupannya sedikit mereda. "Bi-bisakah lampunya dimatikan?" tanya Anya dengan nada sangat rendah. Felix hanya diam tanpa menggubris perkataan Anya. Pria itu membuka bh wanita itu sehingga dada Anya kelihatan. Terlihat tatapan Felix turun menatap bagian bawah Anya karena ia juga berniat membuka celana dalam wanita itu. Kini Anya terbaring tanpa
Degup jantung Anya berdetak tidak beraturan. Dinginnya AC di kamar Felix menembus tulang wanita itu. Tentu saja Anya gugup, Felix memperlakukannya dengan kasar. Sepasang mata tajam yang menatap Anya membuat wanita itu ketakutan. Terlihat jelas ada amarah yang akan meluap, tangan Felix kini menggenggam erat pergelangan tangan Anya membuat wanita itu meringis kesakitan. Anya tidak memprotes ataupun memberontak, karena lagi pula, dari awal Felix sudah menegaskan bahwa ia tidak akan bersikap lembut padanya. Mata Anya menatap Felix yang menatapnya dengan dahi mengerut. Felix menindih Anya tanpa hati-hati. Berat tubuh Felix membuat Anya merasa sesak. "Bukankah posisi ini terbalik? Kamu yang seharusnya di atas. Kamu yang harusnya memuaskanku, bukan aku yang memuaskanmu!" tegas pria itu dengan nada dingin. "Turun dan merangkaklah naik ke atas ranjang. Bukankah itu lebih menyenangkan?!" Felix menatap Anya dengan wajah merendahkan. Felix turun dari atas tubuh Anya dan membiarkan wanita itu
Anya menatap dirinya di depan cermin rias. Tentu saja dia berusaha mencari letak kekurangannya sehingga Felix tidak pernah sekalipun menghargainya. Apa dia serendah itu di mata Felix? Wanita seperti apa yang sebenarnya Felix inginkan? Jika mengingat bagaimana kejamnya perkataan Felix membuat Anya merasakan sakit yang sangat dalam. Hatinya terasa diremukkan, apalagi ekspresi wajah Felix yang menatapnya dengan tatapan sinis dan merendahkan. Apa iya, mereka harus berpisah dengan cara tidak baik? Tidak, pertanyaannya salah, bukankah awalnya hubungan mereka tidak pernah baik? Air mata wanita itu terjatuh. Dia ingin kesal tapi kepada siapa dia harus meluapkannya? Salah Anya yang terlalu mengharapkan cinta pada pria yang tidak pernah ingin bersamanya. Di mata Felix Anya adalah wanita murahan. Apa Anya perlu menggoda Felix agar pria itu bisa membuka hati untuk Anya? Toh, lagi pula bagi Felix Anya begitu rendah seolah tidak selevel dengannya. Ini malam terakhir Anya di rumah Felix. Dia mas
Anya terkejut mendengar perkataan Felix. Sekarang ini degup jantungnya berdebar kencang. Ini mimpi'kan? Apakah pernyataan cinta Felix tulus? Apakah Anya boleh berharap lagi pada pria itu? Tatapan tulus Anya menjadi runtuh saat Felix kembali angkat bicara dengan nada sedikit membisik dan meremehkan Anya. "Kamu tidak mungkin berharap aku mengatakan hal itu, bukan?" tanya pria itu tersenyum menertawakan. Ini pertama kalinya Anya melihat Felix tersenyum selebar itu. Sepertinya Felix begitu menikmati dirinya merendahkan Anya. Padahal, Anya sudah berharap pria itu tulus padanya tapi ternyata itu hanyalah salah satu permainan Felix. "Anda sesenang itu mempermainkan saya? Ternyata, selama ini anda tidak pernah menerima saya sebagai istri." Ini bukanlah pertanyaan, Anya hanya berbicara dan berharap Felix mendengarnya. Untuk meruntuhkan harapan dan rasa cinta Anya, dia perlu melihat sisi Felix yang sangat membencinya. Setidaknya, Anya bisa menghilangkan perasaannya terhadap Felix sedikit d







