LOGINEntah kenapa rasa gugup Anya berkurang, apa karena Felix sekarang melakukannya dengan lembut? Tangan nakal Felix perlahan menggapai area belakang punggung Anya dan membuka pengait BH Anya membuat wanita itu langsung berhenti mencecap bibir Felix.
Anya menutupi dadanya menggunakan kedua tangan karena ia malu jika Felix melihatnya. Felix hanya diam menatap Anya yang memeluk dirinya sendiri. "Apa aku tidak boleh melihatnya?" tanya Felix dengan nada rendah dan sedikit membisik. "Sa-saya—" Belum sempat Anya melanjutkan perkataannya, Felix langsung menukar posisi membuat dirinya berada di atas tubuh Anya. Anya kembali gugup padahal tadi kegugupannya sedikit mereda. "Bi-bisakah lampunya dimatikan?" tanya Anya dengan nada sangat rendah. Felix hanya diam tanpa menggubris perkataan Anya. Pria itu membuka bh wanita itu sehingga dada Anya kelihatan. Terlihat tatapan Felix turun menatap bagian bawah Anya karena ia juga berniat membuka celana dalam wanita itu. Kini Anya terbaring tanpa sehelai benang yang melekat di tubuhnya. Betapa indah setiap inci dari tubuh Anya membuat gairah Felix semakin meninggi. Felix memulai pergerakannya di bagian leher Anya membuat beberapa bekas kemerahan. Kali ini Felix melakukannya sedikit kasar, apa karena dia sedang bergairah? Tanpa sengaja Anya mengeluarkan nada mendesah membuat Felix semakin bergairah. Felix beralih ke bibir Anya dan mencecapnya. Setelah itu dia beralih ke telinga Anya membuat Anya semakin tidak tahan. Anya merasa aneh atas tubuhnya sendiri. Ini pertama kalinya Anya merasakan kenikmatan seperti ini dan tentu saja ia sudah kehilangan akal karena menginginkan lebih. Felix mulai membuka kaki Anya karena ia akan melakukan penyatuan. "Rasanya akan sedikit sakit tapi ... nanti akan nikmat." Anya mengangguk pelan karena ia tahu Felix akan memasukinya. Anya tersentak saat Felix memasukinya dengan sekali hentakan. Rasanya sakit tapi juga nikmat. Felix terdiam sejenak. Yah, ia tidak salah, ia merasa dibohongi oleh Anya tapi semua ini sudah terlanjur. Ia merasa kecewa meski sebenarnya ia tidak peduli tentang keperawanan wanita. Pria itu menatap wajah Anya, wajah polos dengan napas yang tidak beraturan. "Apa kamu ingin menyelesaikannya dengan cepat?" tanya Felix dengan raut wajah tanpa ekspresi. "Saya akan mengikuti anda," jawab Anya dengan lembut. Felix kemudian membuat gerakan maju mundur membuat Anya mendesah nikmat. Perlahan gerakan itu menjadi cepat dan kasar membuat suara Anya terdengar memantul di kamar itu. Tangan Anya mencengkeram kuat punggung Felix. Bagian bawahnya terasa sangat perih apalagi milik Felix begitu besar. Dia bahkan bisa melihat sisi Felix yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Entah kenapa Anya jadi berharap bahwa Felix akan berubah pikiran untuk menceraikannya. Anya harap ini bukanlah malam terakhirnya bersama Felix. Anya mencintai Felix dengan tulus. Gerakan Felix semakin cepat hingga akhirnya pria itu mencapai klimaks akan terapi Anya hanya menatap diam saat cairan putih itu keluar dan terjatuh ke perutnya. Anya tidak tahu kenapa Felix mengeluarkannya di luar. Entah kenapa degup jantung Anya kembali berdegup kencang. Ia tidak bisa memungkiri fakta bahwa dirinya sedih akan tetapi wanita itu hanya diam menatap tanpa bertanya alasan kenapa Felix melakukan hal itu. Felix membersihkan cairan putih yang ada di perut Anya menggunakan tisu yang ada di atas nakas. Bukankah sudah jelas, Felix tidak ingin Anya hamil anaknya dan itu kebenaran dari sikap Felix sekarang. Felix mengambil handuk dan menutupi bagian bawahnya. Ia memilih pergi menuju teras untuk menikmati sebatang rokok. Menatap bintang yang ada di langit tidak membuat Felix senang. Ada sesuatu yang menari-nari di pikirannya. Entah kenapa dia merasa dibohongi dan betapa bodohnya dia malah begitu mudah percaya dengan kebohongan tersebut. Mengingat kejadian tadi membuatnya kesal. "Menyebalkan! Apa harus berpura-pura suci? Wajah polosnya itu hanyalah topeng. Dasar wanita ular!" *** Anya menutupi dirinya dengan selimut. Setelah apa yang mereka berdua lakukan, Felix tidak berbicara satu katapun kepada Anya. Hati Anya terasa sesak, ia merasa ditinggalkan setelah dipakai. Tentu saja Anya menyadari adanya perubahan dari sikap Felix. Padahal tadi Anya merasa sedikit senang karena Felix memperlakukannya dengan lembut akan tetapi kenapa sikap pria itu kembali dingin? Air mata Anya terjatuh. Bukankah jelas bahwa ini akan menjadi malam terakhirnya? Sepertinya, Felix tidak puas dengan permainan Anya. Apa Anya melakukan kesalahan? Anya mempersiapkan diri pada kemungkinan bahwa besok Felix akan memberikannya surat cerai. Anya pikir, dia tidak memiliki kelebihan apapun dan mungkin saja itu alasan Felix membencinya dan ingin bercerai dengannya. Hanya saja, pada detik ini Anya masih sempat memikirkan orang tuanya. Apa yang akan ia katakan kepada mereka jika Anya bercerai dengan Felix. Ayah Anya memiliki riwayat penyakit jantung dan dia tidak ingin ayahnya akan terkejut mendengar kabar pernikahan Anya yang seberantakan ini. Apa yang harus dilakukan Anya untuk membujuk Felix? Tak lama Felix masuk dari teras. Pria itu menghentikan langkahnya saat melihat Anya yang berbaring memunggunginya. Punggung putih mulus dengan lekuk tubuh yang terlihat. "Apa dia sengaja menggodaku lagi dengan tubuhnya itu?" gumam Felix dengan dahi mengerut karena kesal. "Apa kamu tidak mengerti perbedaan tidur bersama dan melakukan s*ks bersama?" tanya Felix dengan nada suara datar. Anya tersentak saat suara pria yang ada di belakangnya terdengar. Anya mengerti apa yang dimaksud Felix. Dia meminta Anya untuk pergi dari kamarnya. Kata-kata Felix sangat menyesakkan. Wanita itu mulai terduduk dari baringnya. Ia menatap Felix yang menatapnya dengan ekspresi kesal. "Mau aku membuatmu mengerti?" tanya Felix kali ini pria itu mempertajam tatapannya. "Sa-saya akan pergi," jawab Anya dengan nada rendah. Felix tahu bahwa Anya habis menangis. Akan tetapi Felix tidak mengerti alasan Anya menangis karena apa. Padahal jelas-jelas Anya yang begitu licik di sini, lalu kenapa dia berlagak jadi korban? Felix muak dengan sandiwara Anya, dia tidak suka kemunafikan wanita itu. Anya menghela napas dan mulai melangkah memungut baju tidurnya yang telah berserakan di lantai. Sebisa mungkin Anya memeluk selimut yang menutupi tubuhnya agar tidak melorot. Sebelum pergi dari kamar itu, Anya menatap Felix berharap agar pria itu berbicara dengan nada lembut seperti yang ia lakukan tadi—saat menyentuh Anya. "Se-selamat malam," ucap Anya dengan nada rendah dan keluar dari kamar Felix dengan baju tidur yang telah ia pakai. Felix hanya diam tanpa menjawab perkataan Anya. "Lain kali, jangan bersikap sok polos dihadapanku. Aku muak melihatnya!" Anya mendengar kata-kata Felix yang terdengar menegaskan. Kapan Anya bersikap sok polos? Jika Felix membahas kejadian tadi saat dirinya disentuh, Anya tidak melakukannya dengan sengaja. Anya memang tidak berpengalaman, ini pertama kalinya buat Anya merasakan perasaan seperti tadi. Meski butuh perjuangan agar Anya tidak mengingat trauma saat dirinya diperkosa dengan paksa. "A-apa anda tidak merasakan apapun?" Entah dapet keberanian dari mana, Anya malah menanyakan hal seperti itu seolah perasaan wanita itu penting bagi Felix. Bersambung ....Sesampainya mereka di rumah sakit, mereka mulai mencari tempat ayah Anya dirawat. Terlihat jelas rasa khawatir Anya sedangkan Felix tetap tenang seolah ini bukan apa-apa baginya. Toh dari awal, Felix tidak begitu suka dengan ayah Anya. Anya menghentikan langkahnya saat melihat ibunya duduk di kursi tunggu, berjarak beberapa meter darinya. Wanita itu menghela napas kemudian menoleh melihat Felix yang berdiri di sampingnya. "Jangan beritahu mereka kalau kita akan bercerai. Saya akan melakukan apapun—"Belum sempat Anya melanjutkan perkataannya, Felix langsung memotong. "Aku tidak suka mengulangi hal yang sama. Bukankan tadi sudah dibicarakan? Apa kamu mau aku berubah pikiran?" Felix menatap Anya dengan tatapan tajam. Anya menggeleng dengan cepat. Anya menarik napas dan membuangnya dengan lembut. Sebisa mungkin wanita itu meredakan rasa khawatirnya. dengan gugup, Anya mengambil tangan Felix dan menggenggamnya. Felix hanya menerima karena ini hal biasa. Setiap kali berhadapan dengan
Di dalam kamar Anya, terlihat wanita itu duduk di depan cermin rias. Malam ini terasa dingin bagi Anya. Melihat pantulannya di cermin membuat Anya mengasihi dirinya sendiri. Banyaknya bekas merah di sekujur tubuh wanita itu menjadi bukti betapa brutalnya kelakuan Felix. Anya merasa sesak, dengan sikap Felix yang begitu dingin terhadapnya. Anya tahu dirinya tidak secantik wanita yang mengelilingi Felix selama ini tapi setidaknya ia harap Felix bisa menghargainya. Air mata Anya terjatuh dari tadi. Dia tidak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak jatuh. Cinta sepihak memang menyakitkan dan lebih parahnya lagi, Anya tidak bisa membenci Felix meski Felix melakukan hal diluar batas sekalipun. Apa Anya bisa menghadapi Felix besok? Ia takut kepada Felix sangat takut sehingga membuat Anya berpikir berulang kali. Ia selalu mengasihani dirinya sendiri setiap kali Felix menatpnya dengan tatapan merendahkan. Seolah Anya benar-benar wanita murahan. ***Felix keluar dari kamar mandi dengan ha
Entah kenapa rasa gugup Anya berkurang, apa karena Felix sekarang melakukannya dengan lembut? Tangan nakal Felix perlahan menggapai area belakang punggung Anya dan membuka pengait BH Anya membuat wanita itu langsung berhenti mencecap bibir Felix. Anya menutupi dadanya menggunakan kedua tangan karena ia malu jika Felix melihatnya. Felix hanya diam menatap Anya yang memeluk dirinya sendiri. "Apa aku tidak boleh melihatnya?" tanya Felix dengan nada rendah dan sedikit membisik. "Sa-saya—" Belum sempat Anya melanjutkan perkataannya, Felix langsung menukar posisi membuat dirinya berada di atas tubuh Anya. Anya kembali gugup padahal tadi kegugupannya sedikit mereda. "Bi-bisakah lampunya dimatikan?" tanya Anya dengan nada sangat rendah. Felix hanya diam tanpa menggubris perkataan Anya. Pria itu membuka bh wanita itu sehingga dada Anya kelihatan. Terlihat tatapan Felix turun menatap bagian bawah Anya karena ia juga berniat membuka celana dalam wanita itu. Kini Anya terbaring tanpa
Degup jantung Anya berdetak tidak beraturan. Dinginnya AC di kamar Felix menembus tulang wanita itu. Tentu saja Anya gugup, Felix memperlakukannya dengan kasar. Sepasang mata tajam yang menatap Anya membuat wanita itu ketakutan. Terlihat jelas ada amarah yang akan meluap, tangan Felix kini menggenggam erat pergelangan tangan Anya membuat wanita itu meringis kesakitan. Anya tidak memprotes ataupun memberontak, karena lagi pula, dari awal Felix sudah menegaskan bahwa ia tidak akan bersikap lembut padanya. Mata Anya menatap Felix yang menatapnya dengan dahi mengerut. Felix menindih Anya tanpa hati-hati. Berat tubuh Felix membuat Anya merasa sesak. "Bukankah posisi ini terbalik? Kamu yang seharusnya di atas. Kamu yang harusnya memuaskanku, bukan aku yang memuaskanmu!" tegas pria itu dengan nada dingin. "Turun dan merangkaklah naik ke atas ranjang. Bukankah itu lebih menyenangkan?!" Felix menatap Anya dengan wajah merendahkan. Felix turun dari atas tubuh Anya dan membiarkan wanita itu
Anya menatap dirinya di depan cermin rias. Tentu saja dia berusaha mencari letak kekurangannya sehingga Felix tidak pernah sekalipun menghargainya. Apa dia serendah itu di mata Felix? Wanita seperti apa yang sebenarnya Felix inginkan? Jika mengingat bagaimana kejamnya perkataan Felix membuat Anya merasakan sakit yang sangat dalam. Hatinya terasa diremukkan, apalagi ekspresi wajah Felix yang menatapnya dengan tatapan sinis dan merendahkan. Apa iya, mereka harus berpisah dengan cara tidak baik? Tidak, pertanyaannya salah, bukankah awalnya hubungan mereka tidak pernah baik? Air mata wanita itu terjatuh. Dia ingin kesal tapi kepada siapa dia harus meluapkannya? Salah Anya yang terlalu mengharapkan cinta pada pria yang tidak pernah ingin bersamanya. Di mata Felix Anya adalah wanita murahan. Apa Anya perlu menggoda Felix agar pria itu bisa membuka hati untuk Anya? Toh, lagi pula bagi Felix Anya begitu rendah seolah tidak selevel dengannya. Ini malam terakhir Anya di rumah Felix. Dia mas
Anya terkejut mendengar perkataan Felix. Sekarang ini degup jantungnya berdebar kencang. Ini mimpi'kan? Apakah pernyataan cinta Felix tulus? Apakah Anya boleh berharap lagi pada pria itu? Tatapan tulus Anya menjadi runtuh saat Felix kembali angkat bicara dengan nada sedikit membisik dan meremehkan Anya. "Kamu tidak mungkin berharap aku mengatakan hal itu, bukan?" tanya pria itu tersenyum menertawakan. Ini pertama kalinya Anya melihat Felix tersenyum selebar itu. Sepertinya Felix begitu menikmati dirinya merendahkan Anya. Padahal, Anya sudah berharap pria itu tulus padanya tapi ternyata itu hanyalah salah satu permainan Felix. "Anda sesenang itu mempermainkan saya? Ternyata, selama ini anda tidak pernah menerima saya sebagai istri." Ini bukanlah pertanyaan, Anya hanya berbicara dan berharap Felix mendengarnya. Untuk meruntuhkan harapan dan rasa cinta Anya, dia perlu melihat sisi Felix yang sangat membencinya. Setidaknya, Anya bisa menghilangkan perasaannya terhadap Felix sedikit d







