Share

Hukuman

     “Bajingan!”

      Arya mengumpat dengan raut muka mengeras, hatinya memanas begitu mendengar kata ancaman dari Jevan. Tangan kananya kembali mengepal kuat dan langsung melayangkan tinju pada perut Jevan. Namun Jevan lebih lihai menghindar.

      “Ada apa? Kenapa kau marah padahal selama ini kau tak memedulikanya Arya! Apa akal pikiranmu yang bodoh itu sedikit terbuka?” tanya Jevan di sela-sela tawa remehnya.

     Sejenak Arya menghembuskan napas kasar, lalu kembali tenggelam dalam lautan api emosinya. Tatap matanya semakin tajam, seakan-akan ingin menghabisinya secara kejam detik ini juga.

     “Begitulah sifat manusia bodoh! Baru sadar dan peduli ketika hendak kehilangan!” tuding Jevan dengan mata memicing.

     Di saat keduanya masih saling adu mulut dalam suasana mencekam, tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari luar, diikuti oleh Mahen – asisten pribadi Arya yang sedang terburu-buru dengan ekspresi tegang.

     “Tuan, baru saja saya mendapat telepon dari pihak rumah sakit. Mereka bilang nyonya Nadia tengah dalam keadaan kritis!” ujar Mahen, membuat Arya seketika tecengang hebat dengan apa yang ia dengar.

     Tak peduli dengan emosinya yang memuncak pada Jevan, Arya langsung bergegas ke rumah sakit. Jevan yang menyaksikannya pun tersenyum penuh kemenangan seakan keadaan telah berpihak padanya.    

     Hingga beberapa menit kemudian, Arya telah sampai di depan ruang ICU di mana di sana ada Aliya sedang berdiri mondar mandir dengan wajah gelisah. Arya mengatur napas yang terengah karena dirinya berlari kencang begitu memarkirkan mobilnya.

     “Sudah kubilang jaga dia dengan benar! Jika terjadi hal buruk maka tunggu saja akibatnya!” bentak Arya sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

     “Maaf,” lirih Aliya nyaris tak terdengar. Kepalanya menunduk di susul air matanya yang luruh, dia juga sedih dengan keadaan sahabatnya. Namun, di sisi lain wanita itu sangat marah karena lagi-lagi suaminya menyalahkanya.

      “Kau memang salah dan tak berguna! Sekarang aku akan memberimu pelajaran!” Arya meraih kedua tangan Aliya lalu menariknya secara paksa agar wanita itu mengikuti kemanapun langkahnya.

    “Lepasin Mas! Aku bisa jalan sendiri!” protes Aliya karena perbedaan tinggi badan yang jauh, Aliya seperti diseret karena langkah kakinya kalah dengan Arya.

     Sekilas Arya menoleh pada Mahen lalu memberikan perintah. “Jaga Nadia dan urus segala urusan di rumah sakit ini, aku akan kembali setelah memberinya pelajaran!”

     “Siap tuan!”

       Aliya terus meronta meski kekuatannya tak sebanding dengan Arya yang terus menyeretnya hingga terlempar ke dalam mobil. Dengan cepat pria yang dikuasai amarah itu mengunci semua pintu dan segera melajukan mobilnya menuju rumah.

     Sesampainya di rumah, Aliya masih diperlakukan kasar, suaminya terus menyeretnya hingga ke gudang belakang. Ruangan sempit dan gelap dengan serbuk debu menempel pada barang-barang yang tidak terpakai.

     “Mas—“

     “Diam!” desis Arya memotong ucapan Aliya. “Kau harus dihukum akibat dari tindakanmu yang tidak mendengarkan perintahku dengan benar!”

      Arya mengambil tali tambang yang kebetulan ada d laci gudang, lalu tanpa perasaan mengikatkanya pada tangan Aliya dengan rapat di belakang badan, Arya bahkan memaksa Aliya duduk di sudut gudang lalu mengikat kedua kakinya juga.

      “Biadab! Kenapa kau tega seperti ini Mas!!!” Aliya berteriak melengking karena emosinya semakin tak terkendali.

     Arya yang mendengarnya malah tersenyum mengerikan lalu tiba-tiba kaki kananya melayang menendang tubuh Aliya hingga wanita itu tersungkur kesakitan.

     “Kurang ajar! Tunggu dan rasakan akibatnya!” bentak Arya lalu ke luar dari gudang.

     Pria itu menuju ruang kerjanya dan membuka salah satu brangkas besar yang selama ini dia kunci dan tak terjamah siapapun. Ketika brangkas terbuka ia tersenyum bengis melihat benda-benda koleksi yang tergantung rapi di sana.

     Ada berbagai macam cambuk, pistol dan tongkat besi serta koleksi pedang hingga katana. Tangannya pun dengan lincah memilih-milih benda mana yang akan ia gunakan untuk memberi pelajaran pada istri keduanya.

     Tiba-tiba Arya tertawa seperti orang gila memilih cambuk rantai dan memandangnya dengan tatap mengerikan. Lalu dengan langkah berderab kembali ke gudang menemui Aliya, menyalakan lampu dengan cahaya temaram lantas mendekat pada Aliya yang kini tengah menangis tersedu-sedu karena ketakutan.

     “Berlututlah!” suara beratnya membentak keras.

       Tubuh Aliya bergetar dengan hebat, peluh mulai bercucuran di sekujur tubuhnya, air matanya masih menetes karena merasa hidupnya sungguh tidak adil dan sengsara. Cobaan datang silih berganti kepada dirinya.

      Splash!!!

     “AAAAHHH!!”

      Sekali cambukan mendarat di tubuh Aliya.

      “Kau tak dengar hah?! Berlutut!”

      Tak mau berdiam diri dalam pedihnya kekejaman suaminya, Aliya lantas berteriak, “Tolong aku! Aku bukan binatang yang bisa kalian biarkan saat teriak kesakitan!!!”

       Aliya meringis merasakan nyeri di tubuhnya, tak ada sahutan apapun di luar, padahal ada banyak asisten Arya sedang berjaga di sana. Namun mereka seolah tuli.

     Detik itu juga tiba-tiba Arya merobek dress Aliya dengan kasar hingga membuat wanita itu menjerit tambah keras karena badannya sekarang hanya terbalut pakaian dalam.

      “BRENGSEK! MAU APA KAU MAS!!!!!”

         

    

      

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status