Share

Pria Simpanan?

     “Aku...aku hanya bekerja Mas!” seru Aliya dengan suara gemetar sambil menggerakkan kepala berusaha melepaskan rahangnya dari cengkeraman Arya.

     Tetapi, Arya langsung tertawa kesal dan menatap jijik pada istri keduanya itu.

     “Kau kira aku bodoh? Hah! Menjijikkan!” Arya melepaskan rahang Aliya begitu kasar sampai wanita itu kesakitan.

       Hati Aliya terasa tertusuk sekarang. Rasanya ia ingin berteriak menumpahkan semua kesedihannya. Dikata jijik oleh suaminya sendiri membuat perasaannya menggeram. Bukankah seorang suami harus menghormati seorang istri? Namun, Aliya hanya mendapatkan hinaan.

    “Tahukah kau apa yang terjadi denganku Mas? Apa jika aku mengatakan yang sebenarnya kau akan melindungiku? Apakah kau akan merasakan juga kesedihanku?” air matanya perlahan menetes.

     “Aku baru saja mengalami hal yang begitu buruk Mas! Tapi kau malah menghinaku juga?”

     “Jangan cengeng! Kau bahkan masih bisa bernafas dalam rumah ini setelah Nadia pungut! Kalau tidak kau masih hidup miskin dengan setumpuk hutang!”

     Aliya yang mendengarnya pun membelalakkan mata, air matanya bahkan masih mengalir deras hingga akhirnya emosinya semakin meluap-luap pada pria yang tidak memiliki perasaan itu.

     “Jaga ucapanmu Mas!!!” bentaknya.

     “Shit! Kau berani berteriak padaku?!” balas Arya merasa geram, karena selama ini istri keduanya itu tidak pernah melawannya.

      Bagaimana bisa Aliya tetap menghormati suaminya setelah semua penderitaan ini? Aliya menatap Arya dengan tatapan kecewa dan kesal yang mendalam. Segala penderitaan yang dialaminya saat ini, Aliya memilih untuk melampiaskannya pada suaminya.

     “Dasar suami tak berperasaan! Brengsek!” teriaknya seakan menjerit sampai kedua tangannya memukul-mukul dada bidang suaminya.

      Entah mengapa Arya malah diam menerima semua yang dilakukan Aliya. Pria itu seolah-olah merasakan sedikit penderitaan Aliya, karena wanita itu menangis meraung-raung meluapkan segala amarah.

     Arya bisa tahan kalau hanya harus menjadi pelampiasan. Karena tiba-tiba ia merasa cemas melihat rok ketat Aliya yang robek. Pikirannya tiba-tiba menerka-nerka. “Apa ada sesuatu yang terjadi dengannya?” batinnya.

     “Uhuk!! Uhuk!”

      Mendengar suara batuk dari kamar istri pertamanya, Arya langsung mengalihkan fokusnya. Segera dia menghentikan tangan Aliya yang masih memukul-mukul dadanya.

     “Hentikan Aliya! Jangan pikir aku akan diam saja setelah perbuatanmu yang kurang ajar ini!”

     Perlahan Arya melangkah mendekat, menghabiskan jarak di antara mereka sampai tubuh wanita itu bergetar gugup di tempatnya.

     “Jika kau benar-benar melakukan hal murahan menjijikkan di luar sana sampai membuat malu nama suamimu, maka kau akan kuberi pelajaran!” teriak Arya di depan wajah Aliya yang langsung membuat wanita itu menegang ketakutan.

    Tatapan tajam kembali terbit di wajah pria tak berperasaan itu. Pada akhirnya Arya pergi meninggalkan Aliya untuk segera menemui Nadia— istri pertamanya yang membutuhkan perawatan extra karena penyakit kanker yang dideritanya.

     Tubuh Aliya seketika lemas. Bahkan, kakinya gemetar sampai tubuhnya terduduk di lantai. Baru saja akhirnya ia berani menumpahkan amarah pada suaminya.

     Cukup lama Aliya menenangkan diri dan pada akhirnya ia memilih masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya yang tidak hanya lelah raga namun juga jiwa. Aliya termenung lagi sampai akhirnya kedua matanya terasa berat dan berakhir ketiduran di malam yang semakin dingin.

***

          “Aliya! Buka pintunya Aliya!” teriakan Nadia terdengar keras disertai suara ketukan pintu.

      Samar-samar Aliya mulai membuka matanya. Ternyata hari sudah siang, kemarin malam dia mengunci pintu kamar dan memilih menangisi nasib malangnya semalaman hingga ketiduran. Ia bahkan berniat tak bekerja karena tak ingin bertemu dengan pria bengis yang telah merengut mahkota kewanitaannya.

     Bekas tangisan masih terlihat jelas, kantung mata hitam tercetak di wajah sendunya. Namun, tak dapat melunturkan kecantikan alaminya.

    “Sudah seharian kau mengunci diri, sekarang keluarlah untuk makan Aliya!” suara Nadia masih terdengar keras di luar sana.

     Namun, alih-alih menanggapi Nadia, Aliya bangkit dari tidurnya menuju meja rias di sebelah ranjang. Menatap pantulan dirinya yang kacau. Wajahnya tampak pucat karena sebutir nasi belum mengisi perutnya.

     Karena dobrakkan semakin terdengar keras, akhirnya Aliya membuka pintu dan sahabatnya itu langsung masuk dengan tatap khawatir tercetak di wajah pucat sakitnya.

      “Aliya! Aku memintamu menikah agar kelak aku mati, Mas Arya ada yang menemani dan punya keturunan, tapi kenapa kalian malah bertengkar semalam!”

      Mendengarnya membuat sudut bibir Aliya terangkat. “Istri kedua? Sungguh hal yang hina.”

     “Jaga ucapanmu Aliya! Sudah kubilang setelah aku mati kau akan mendapatkan semua kebahagiaanku!”

         “Siapa yang akan menjamin semua itu jika kau mati Nadia!!!”

       Nadia langsung terdiam, mulutnya seakan terasa berat untuk menjawab. Ia pun tak tahu akan jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan Aliya.

      “Pernahkah kau berpikir jika dia akan mencampakkanku? Bahkan dia bisa kapan saja menceraikanku setelah kau mati!” bentak Aliya sambil mengguncang pundak Nadia agar sahabatnya itu membuka suara.

     Aliya masih melotot marah sampai-sampai wajah polos cantiknya terlihat menakutkan. Kesabarannya hilang dan ia lampiaskan amarahnya pada Nadia. Air matanya pun lolos begitu saja.

     “Jawab aku Nadia!” amuk Aliya lagi.

     Tentu saja jantung Nadia berdebar kencang. Memang benar jika ia yang menyebabkan Aliya masuk ke dalam pernikahan yang tidak dia impikan. Namun, dibalik semua itu dia juga cukup menderita karena penyakitnya.

      Nadia pun menatap nanar Aliya yang masih menangis tersedu-sedu itu. Andai jika tuhan memberinya kesehatan dan umur yang lebih panjang, pasti ia tidak akan membawa sahabatnya itu ke dalam pernikahan ini.

      “Maafkan aku Aliya,” ucapnya lirih, Itulah yang bisa Nadia ucapkan untuk membalas semua pertanyaan yang dilontarkan Aliya, kedua matanya kini ikut menumpahkan air mata.

     “Sayang, apa yang terjadi denganmu!” tiba-tiba suara berat Arya terdengar, pria itu langsung menghampiri Nadia dan membawanya ke pelukan.

      Sekilas Arya menatap tajam penuh amarah pada Aliya. “Kau apakan dia!” bentaknya.

      Namun, belum sempat Aliya menjawab, seorang pembantu menyela pembicaraan mereka.

     “Maaf tuan dan nyonya, di bawah ada tamu yang mencari nyonya Aliya.”

      Inilah kesempatan Aliya untuk menghindari perdebatan dan amarah Arya. Aliya malas bertengkar lagi, akhirnya ia segera berlalu menuruni tangga walau Arya mengikutinya.

      Seketika jantung Aliya memacu kencang. Napasnya terasa sesak saat tatapannya bertemu dengan tatapan seorang pria yang telah merenggut kehormatannya.

     “Mau apa Pak Jevan kesini!”

     Pria dengan Mata tajam seperti elang dengan manik mata berwarna hazel serta hidung mancung dengan rahang runcing berkulit putih bersih bak dewa yunani itu malah menyeringai lebar.

      “Jadwal kegiatan kerja serta laporan keuangan hanya kau yang menghandle. Maka kedatangan saya sudah jelas! Menjemput sekertaris cantik kesayangan saya.”

     Arya yang mendengarnya pun bak kayu bakar yang tersulut api. Emosinya tiba-tiba muncul apalagi mereka mempunyai dendam kesumat bertahun-tahun.

     “Oh jadi kau pria simpanan Aliya?”

      

      

    

    

    

    

    

    

      

    

    

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status