Share

Bab 2. Pesta Penutupan Film 

 Ayana sedang bersiap untuk pergi ke pesta makan malam yang diadakan oleh Pak Sutradara, hal tersebut membuat Ayana sibuk dan melupakan masalah semalam yang sampai saat ini masih belum dia ingat siapa pria tersebut. Dia pikir selama tidak ada perubahan dalam dirinya yang begitu jelas dan signifikan, dia rasa itu semua akan baik-baik saja. 

 “Ya ampun Mbak Aya! Kamu masih belum siap juga? Pak Sutradara sudah menunggumu dari tadi,” kata Septha yang menerobos masuk ke dalam kamar hotel yang Ayana tempati.

 “Iya, iya. Ayo kita pergi sekarang,” sahut Ayana sambil sedikit merapikan kembali riasan wajahnya.

 Acara penutupan malam ini diadakan di sebuah restaurant mewah tepat pinggir pantai. Karena acara makan malam ini tidak diliput oleh media sama sekali, Ayana berani mengenakan baju seksi berwarna putih. Dia menggunakan pakaian berjenis one shoulder dress. Dress yang Ayana kenakan membuat satu sisi bahu yang mulusnya terbuka, apalagi potongan dress yang panjang membelah sampai atas lutut membuat kaki Ayana terlihat sangat jenjang.

 “Ayana, kau begitu cantik malam ini,” puji Pak Sutradara.

 “Terima kasih, Bang. Meskipun acara pesta ini hanya berlangsung satu malam saja, aku tidak akan melaluinya dengan biasa saja.”

 “Itu yang aku suka darimu, kau tidak pernah menyepelekan hal yang kecil. Ya sudah kalau begitu kita mulai acaranya.”

 Sebelum menuju acara puncak Ayana dan semua rekan kerjanya makan malam bersama dengan hidangan yang sudah disiapkan diatas meja. Pak Sutradara menuangkan red wine ke gelas Ayana yang masih kosong, dia cukup tahu betul akan kesukaan Artis kesayangannya itu. Ayana rasa bukan hanya Pak Sutradara saja, semua rekan kerja dan rekan terdekatnya sudah mengetahui akan hal itu, hingga jika Ayana ulang tahun sudah pasti mereka akan memberikan sebuah hadiah sebotol red wine atau tas. Tidak perlu tas mahal yang penting unik dimata Ayana.

 Ketika semua orang sedang bersantap sambil berbincang bersama, tiba-tiba ada seorang pria muda tampan dan gagah tampak berjalan menghampiri meja yang Ayana dan semua orang tempati. Sekilas pria tampan tersebit melihat tengah menatap kearah Ayana, tetapi Ayana langsung memalingkan wajahnya dan kembali berbincang dengan rekan kerja yang membintangi film sama dengan Ayana.

 “Mohon perhatiannya sebentar. Perkenalkan ini adalah Pak Arsenio Shailendra, dia yang mensponsori film kita dan satu hal lagi yang penting Hotel yang kalian tempati adalah miliknya juga. Ucapkan terima kasih kalian kepada Pak Arsenio karena jika tidak ada Pak Arsenio, tidak mungkin film yang kita garap sekarang berjalan dengan baik,” kata Pak Sutradara.

Semua orang tersenyum menyambut baik kehadiran seorang pria tampan, gagah yang memiliki kulit putih dan bermata coklat tua tersebut. Secara bergantian termasuk Ayana dan crew yang lain mulai menyalami Arsenio, dia pun mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Arsenio. Dari sorot mata, senyum dan garis di wajahnya, Ayana tahu kalau Arsenio ini adalah seorang pria yang baik dan juga ramah.

 “Saya sudah menyiapkan kursi untuk Anda, Pak. Silakan duduk.” Pak Sutradara berkata sambil menarik kursi kosong yang tepat berada disebelah Ayana.

 “Terima kasih,” jawab Arsenio dan kemudian duduk.

 Ayana terlihat tidak begitu nyaman duduk disamping pria tersebut. Entah apa yang dipikirkan Pak Sutradara sehingga dia mempersiapkan kursi untuk Arsenio tepat berada disamping Ayana. Apakah Pak Sutradara ingin membuat film kembali dengan Arsenio dan Ayana yang akan menjadi pemeran utamanya atau ada rencana lain?

 “Santai saja,” bisik Arsenio tepat di samping telinga Ayana.

 Mendengar Arsenio berbisik seperti itu justru membuat detak jantung Ayana berdebar dengan sangat kuat, apalagi aroma tubuh dan juga napasnya yang begitu wangi membuat Ayana sedikit terbuai dengan keberadaannya malam ini.

 Waktu sudah menujukan pukul 23.00 tepat dan acara puncak akan segera dimulai. Sang DJ bersiap memulai aksinya, dia akan menyuguhkan sebuah pertunjukan yang akan membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut bergairah dalam buaian musik yang mengentak. Sebenarnya Ayana begitu tidak suka dengan musik yang seperti itu, dia pikir musik tersebut terlalu berbisik. Ketika semua orang sudah mulai menggerakkan tubuhnya untuk menari serta berjoget mengikuti alunan musik, Ayana memilih untuk pergi dan menghindar.

 Ayana pergi ke pinggir pantai, dia duduk di sebuah kursi berbahan kayu yang panjang tepatnya di bawah pohon kelapa. Angin malam yang sama kembali menyapanya, dia memejamkan matanya membiarkan angin malam merasuk ke dala,m jiwa, hati dan pikirannya. Ayana akan membuat dirinya senyaman dan setenang mungkin di tempat tersebut.

 “Menenangkan,” gumam Ayana. 

 “Bolehkah aku bergabung?” tanya seorang pria.

 Ayana menoleh dan melihat asal suara yang bertanya tersebut, “Ah boleh, silahkan duduk.”

Pria tersebut ternyata Arsenio. Ayana begitu kaget ketika Arsenio membawakan sebotol red wine dan menyimpannya tepat di sampingnya. Dilihat dari tahun dan namanya saja Ayana tahu kalau red wine yang dibawa Arsenio bukan red wine yang murah.

“Anggur merah berasal dari Australia, dilelang pada tahun 2004 dengan harga 38.420 dollar AS atau setara dengan 534 juta rupiah. Rasanya pasti sangat luar biasa karena sudah disimpan sejak tahun 1951 di Australia. Benarkan?” tanya Ayana.

“Benar. Aku tidak menyangka kamu akan mengetahui jenis Red Wine yang satu ini,” kata Arsenio sambil membuka tutup botol minuman tersebut.

“Tunggu, kenapa kau membukanya?” tanyaku kaget.

“Untuk kita minum. Apalagi?”

Red wine dengan harga hampir setengah miliar lebih itu dibuka begitu saja hanya untuk dinikmatinya malam ini bersamanya. Benar-benar kaya raya orang ini, pikir Ayana. Ayana saja yang menyukai red wine sekalipun sepertinya tidak akan dia buka begitu saja hanya untuk dinikmati dengan orang yang baru saja dia kenal.

“Kenapa Anda ingin meminumnya bersamaku?” tanya Ayana penasaran.

“Karena Anda sangat spesial bagiku,” jawabnya sambil menuangkan red wine tersebut untuk seorang wanita cantik di sampingnya.

Ada denyutan kecil dalam jantung Ayana yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya kecuali dulu ketika ada salah satu pria yang dia sukai menyatakan cinta kepadanya dan itu sudah berlalu lama sekali mungkin ketika Ayana masih duduk di bangku SMA kelas 2.

“Kenapa Anda ditempat ini dan bukanya ikut berpesta?” tanya Arsenio.

“Aku tidak terlalu menyukai hal seperti itu. Kata pesta bagiku adalah duduk ditempat yang sepi ditemani dengan ini,” jawab Ayana sambil mengangkat gelas yang berisi wine.

“Sama, aku juga tidak begitu menyukai hal seperti itu.”

“Ternyata kita banyak kesamaan.”

Ayana dan Arsenio berbincang banyak. Dari sebotol red wine, Ayana mengenal banyak tentang Arsenio termasuk kediamannya begitupun dengan Arsenio yang sudah mengetahui semua tentang diri Ayana. Sebenarnya menceritakan masalah pribadi kepada seorang yang baru dikenal adalah larangan keras bagi seorang Selebritis seperti Ayana, bisa saja cerita yang Ayana sampaikan di salah artikan atau di salah gunakan oleh Arsenio. Tapi entah kenapa Ayana merasa nyaman dan tenang ketika berada di samping pria tersebut.

“Sepertinya sudah sangat larut, aku harus kembali ke Hotel. Kedua mataku pun sudah sangat redup dan kepalaku rasanya sudah mulai pusing,” kata Ayana berpamitan.

“Kalau begitu aku antar,” kata Arsenio yang terdengar samar.

Keesokan Harinya

 Perlahan Ayana membuka kedua matanya, sekilas dia melihat cahaya matahari yang sudah mulai menyelisik masuk ke dalam kamarnya. Ayana merasakan kepalanya masih sedikit pusing mungkin karena efek wine semalam. Dia segera bangun ketika ingatannya semalam mulai tergambar sedikit demi sedikit, aku yakin semalam yang mengantarkan aku kembali ke Hotel adalah Arsenio.

“Ya Tuhan! Apa dia tidak mendengar apapun dariku? Aku harus menanyakan hal itu kepadanya. Siapa tahu dia mengabadikan hal itu di ponselnya atau bagaimana jika dia mengunggahnya di sosial media?” tanya Ayana cemas, “tidak, jangan. Jika itu terjadi hal itu akan menjadi aib terbesarku.”

Ayana yang sudah mandi segera berlari keluar kamar untuk menemui Arsenio. Mengingat perbincangan semalam dia yakin Arsenio tinggal di rumah mewah yang semalam dia tunjukkan kepadanya.

“Mbak Ayana! Kamu mau kemana? Kita harus pulang, pesawat kita akan terbang pukul 10!” teriak Septha yang sedang mengemas semua barangku.

“Tunggu sebentar ada sesuatu yang harus kau tanyakan kepada seseorang!” jawab Ayana sambil terus berlari menyusuri lorong-lorong hotel.

Setelah berlari dengan sangat kencang dan Ayana pun langsung naik taxi, sampailah dia di sebuah rumah besar yang dijaga ketat oleh petugas keamanan tepat di depan gerbangnya. Para Petugas keamanan itu terlihat menyeramkan, fostur tubuhnya tinggi dan besar, mereka semua menggunakan pakaian serba hitam. Ayana langsung menutup sebagian wajahnya dengan masker hitam karena takut petugas keamanan itu mengenalinya apalagi Ayana adalah selebritis terkenal pada saat ini.

“Maaf Pak, bolehkan saya bertemu dengan Pak Arsenio?” tanya Ayana kepada Petugas Keamanan.

“Apakah sebelumnya Anda sudah membuat janji?” 

“Belum,” jawab Ayana singkat karena memang sebelumnya antara dia dan Arsenio tidak pernah membuat janji untuk bertemu kembali.

“Maaf Anda tidak bisa masuk. Jika ada pesan, Anda boleh menyampaikannya kepada kami.”

“Ah itu, aku ingin bertemu dengan Pak Arsenio.”

“Maaf sebelumnya Nona, tapi Pak Arsenio pagi tadi sudah pergi ke LA untuk melakukan perjalanan bisnisnya.”

“Apa? Kapan dia kembali?” tanyaku.

“Kami tidak tahu dan kami tidak bisa memastikan hal itu.”

Ayana kembali dengan tubuh yang lemas, pikiran buruk tentang kejadian semalam membuatnya tidak mau menjalani hari seperti biasanya. Ayana takut kalau Arsenio memiliki niat jahat yang akan menghancurkan karirnya.

“Aku harap dia bukan seorang pria buruk yang aku pikirkan. Aku tidak mau karir yang aku jaga selama ini hancur begitu saja,” ucap Ayana dalam hati, "apakah Arsenio pria yang baik?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status