Mobil tahanan yang membawa Emilia Pilscher dari Kansas City menuju penjara barunya di Rikers Island, New York melaju stabil. Empat petugas berseragam resmi mengamankan narapidana wanita tersebut di bagian belakang mini van warna hitam bertuliskan Jail Car itu.Dalam keheningan, benak Emilia berteriak menyalahkan dirinya yang bodoh. Seharusnya dia tak perlu membalas dendam kepada keluarga Richero. Mungkin situasinya akan berbeda, dia masih menjadi nyonya besar Bowmann yang hidup enak dimanjakan dengan barang-barang mewah dan memiliki reputasi sebagai wanita terhormat. Dia masih sayang nyawa, kalau tidak pastinya sudah bunuh diri dengan berbagai cara yang mudah. Emilia larut dalam lamunan yang tiada bertepi. Konon kabarnya narapidana yang menghuni penjara khusus berpenjagaan ketat itu tidak ada yang bisa melarikan diri. Belum lagi mereka penjahat kelas kakap yang keji. Emilia bertanya-tanya bagaimana dia bisa bertahan di tempat mengerikan itu."Akhirnya sampai juga!" tukas singkat sala
Pengacara yang ditunjuk oleh keluarga Richero yaitu Mister Barnabas Klein menunjukkan bukti test DNA Agatha Cartier yang 100% persis sama dengan Emilia Pilscher yang dinyatakan telah tewas karena perkelahian narapidana dalam penjara wanita Kansas City. "Pihak penggugat yaitu keluarga Richero merasa diteror secara masif oleh terdakwa karena informasi mengenai alergi dari Nyonya Celia Richero-Bradburry yang sempat mendapat kiriman karangan bunga Red Spider Lily di rumah sakit pasca bersalin menimbulkan anaphylaxis shock yang membahayakan nyawa. Di kesempatan berikutnya, terdakwa juga mengirimkan Pavlova Cake dengan kandungan buah kiwi yang memiliki efek alergi terhadap Tuan Arnold Richero. Beliau keracunan dengan gejala mual, sesak napas hingga kejang-kejang dan hilang kesadaran ketika dijemput oleh ambulans. Tindakan Nyonya Emilia Pilscher alias Agatha Cartier tidak bisa dianggap enteng. Semua itu berbahaya dan bisa menghilangkan nyawa targetnya!" Mister Barnabas Klein membacakan kesi
"Mom, aku akan baik-baik saja di rumah sakit. Pulanglah dengan Tino karena banyak pekerjaan di perkebunan, bukan?" ujar Levi yang masih terbaring lemah dengan infus terpasang di pergelangan tangannya.Nyonya Lucia Sorrano pun menghela napas lalu berkata, "Baiklah, nanti Mom akan kembali ke mari sore. Apa kau ingin dimasakkan sesuatu, Honey?" "Aku ingin nachos dengan saus keju dan salad buah, kalau Mom sempat membuatnya untukku. Namun, bila terlalu sibuk jangan dipaksakan, okay? Love you, Mom!" balas Levi lalu tersenyum melepas kepergian ibunya bersama Tino."Lekas sembuh, Levi!" tukas Austin singkat. Dia membukakan pintu untuk nyonya majikannya. Tanpa dia sadari, kebiasaan buruknya dahulu yang memandang wanita sekadar obyek pemuas napsu telah berubah. Kehidupan keras di penjara dan juga kehilangan semua harta warisan keluarga Robertson menjadikan Austin menjadi pribadi yang lebih baik dan sopan menghadapi lawan jenis. Tuan muda yang dahulu menganggap semua bisa dibeli dengan uang it
"Ohh Gosh, ada pohon tumbang menghalangi jalan kita!" seru Nyonya Lucia Sorrano ketika mobil pick up itu mulai sampai setengah perjalanan ke tujuan yaitu rumah sakit.Austin memelankan kecepatan mobil itu lalu menarik handrem. Dia terpaksa mengambil jas hujan sekali pakai di laci dashboard lalu melapisi pakaiannya sebelum meninggalkan mobil. "Tunggu di dalam sini saja, biar aku sendiri yang memindahkan pohon tumbang itu, Ma'am!" pesan Austin sebelum turun. Dengan sekuat tenaga Austin menggeser lebih tepatnya menggulingkan batang pohon tua itu ke tepi jalan agar cukup untuk mobil pick up yang dikendarainya melintas. Malangnya di depan sekitar sepuluh meter ada satu batang pohon tumbang lagi. Terpaksa Austin menggulingkan pohon itu juga ke tepi jalan. Sebetulnya sangat berat, tetapi tak ada orang lain yang dapat membantunya. Jadi Austin memaksakan diri menggunakan segenap tenaganya semaksimal mungkin."Kuharap tak ada batang yang melintang separah yang dua ini tadi. Hujannya masih dera
"Apa kau suka masakan mommy, Tino?" tanya Levi sambil mengunyah nasi putih dan semur bola-bola daging sapi. "Tentu saja, Levi. Masakan ibumu terkenal lezat di antara para pekerja perkebunan. Makanlah yang banyak, tadi katamu kau lapar!" jawab Austin sopan, dia tak ingin dianggap menjilat majikan. Kenyataannya dia betah bekerja di perkebunan buah Golden Twig karena Nyonya Lucia selain baik memperlakukan karyawan juga pandai memasak. Dia hanya tak ingin melewati batas antara majikan dan karyawan dengan bertingkah tidak sopan. Ada rasa suka dalam hati Austin, tetapi pengalaman kerasnya hidup di dalam penjara dulu mencegah dia melakukan hal yang akan membuat kesulitan untuk dirinya ke depan."Untungnya badai topan sudah reda. Tino, besok temani aku memeriksa perkebunan dengan naik kuda. Pasti angin kencang menimbulkan banyak kerusakan. Aku akan mencatat apa saja yang harus dibenahi oleh para pekerja setelah mereka kembali dari rumah masing-masing minggu depan!" ujar Nyonya Lucia Sorrano
Angin kencang bercampur hujan deras di awal musim gugur itu membuat orang-orang di kawasan perkebunan buah tetap bertahan dalam rumah saja dan menghindari aktivitas di luar gedung. Suara badai topan kencang terdengar seperti bersiul-siul ditemani bunyi benda-benda jatuh yang berderak dan berdebam ke permukaan tanah."Seharusnya aku melarang Levi berangkat sekolah tadi pagi, ini sudah lebih dari jam kepulangannya. Ckk ... kuharap anakku baik-baik saja!" gumam Nyonya Lucia Sorrano mondar-mandir di ruang makan.Sebagian besar pekerja perkebunan mengambil cuti di musim gugur karena tidak banyak pekerjaan untuk dilakukan. Hanya ada Agustino yang tidur di mess tanpa ingin pulang ke mana pun. Akhirnya, sekitar pukul 15.00 Nyonya Lucia Sorrano mengambil jas hujan untuk menyeberang ke mess karyawan. Dia nekad menembus hujan badai untuk menemui Austin atau yang biasa dipanggil Tino di mess."TOK TOK TOK."Austin yang awalnya sedang tidur siang pun mendengar sayup-sayup suara ketokan jamak di p