Laura terbangun dari tidurnya, kepalanya sakit, dan tangannya perih. Ia melihat ada beberapa sayatan di tangannya. Laura segera bangun dan merapikan tempat tidur. Tidak lupa juga ia membersihkan darah kering yang ada di lantai dekat ranjang.Karena ini hari libur, ia mandi dan diam di kamar. Sejak semalam Laura tidak keluar kamar, bahkan tidak makan malam. Hal itu membuat Bik Mia khawatir. Bik Mia membawakan sarapan ke kamar Laura.Tok ... tok ... tokMendengar suara ketukan pintu, Laura bergegas menuju pintu dan membukanya. Nampak sosok Bik Mia dengan nampan di tangannya."Non belum makan sejak semalam, jadi Bibi bawakan sarapan.""Iya, makasih banyak ya Bik." Laura berkata sambil tersenyum. Ia berusaha menutupi luka yang saat ini ia rasa. Laura benar-benar tidak mau ada yang mengetahui tentang hal itu."Non, baik-baik aja kan? Apa nyonya melakukan sesuatu pada non?""Aku baik-baik aja, Bik. Tidak perlu khawatir," Laura meyakinkan Bik Mia bahwa ia baik-baik saja. Sebenarnya Bik Mia ti
Laura membuka gagang pintu depan, ia mengintip ke dalam rumahnya. Tidak ada satupun yang ia lihat, sepi dan senyap, tampaknya semua orang sudah tidur.Laura membuka pintu dengan hati-hati, untungnya ia mempunyai kunci cadangan. Laura masuk ke dalam rumah tanpa suara. Saat ia membuka pintu kamar, Laura mendengar suara langkah kaki. Ia menoleh ke belakang dan yap, itu adalah ibunya.Plakk.."Dari mana saja kamu malam-malam begini?" Indah menampar Laura dengan tamparan yang sangat keras. Pasti menyakitkan bukan?"Aku ... aku pergi sama temen, bun.""Kamu emang anak kurang ajar. Menyesal saya udah pernah lahirin kamu," kata-kata Indah yang membuat Laura sangat terpukul. Ia benar-benar sedih, dan kecewa. Ibu yang sangat ia hormati mengatakan hal seperti itu. Anak mana yang tidak sakit hati."Kenapa juga saya di lahirin? Kenapa?!" Laura lepas kendali. Ia tidak mampu menahan emosinya lagi, suara Laura membangunkan Bik Mia dan Iswan. Merasa ada yang tidak beres, mereka berdua bergegas ke tempa
Laura terbangun dari tidurnya, badannya pegal-pegal, dan lagi kepalanya yang masih pusing sejak semalam. Ia menatap dirinya di cermin, berusaha mengukir senyuman yang indah.Itu berhasil, ia bisa terlihat baik-baik saja sekarang. Tapi ada satu hal lagi, penyakitnya kambuh. Tapi itu tidak masalah baginya, rasa sakit seperti teman baginya.Sejujurnya, Laura saat ini tidak baik-baik saja. Baik itu fisik ataupun psikis nya. Laura menderita penyakit 'kardiomegali', atau pembengkakkan pada jantung. Saat ia pingsan hari itu, dokter menyerahkan hasil tes yang ia sembunyikan selama ini. Laura segera mandi dan bersiap ke sekolah. Ia juga membawa pil itu bersamanya.Saat sarapan, Laura hanya diam seperti biasanya, tidak memperdulikan apa yang di katakan ayah dan ibunya. Laura berpamitan, walaupun tidak di respon oleh ibunya, setidaknya ia tahu tentang tata krama.Tidak di sangka, Rafael ternyata sudah menunggunya di depan gerbang rumah. Memang sih, selama Laurel tidak ada, Rafael yang akan selalu
Dua bulan berlalu begitu cepat. Seluruh kelas XII bersiap untuk memasuki ruang ujian. Seperti yang di katakan dua bulan yang lalu. Ini adalah penentu nasib mereka, lulus atau tidak, itu tergantung usaha mereka semua. Selama seminggu, para siswa kelas XII termasuk Laura, Rafael, Kinan dan Akbar bersusah payah agar mendapat nilai terbaik di ujian ini.Setidaknya ujian kali ini, Kinan dan Akbar lebih serius dari biasanya. Karena memang setiap ujian, Kinan akan bergantung pada Laura, dan Akbar terpisah kelas dengan mereka. Mungkin Akbar akan menyimpan contekan di bawah mejanya.Laurel juga sudah kembali dari London sebulan yang lalu. Tapi karena kesibukannya, Laura tetap di antar jemput oleh Rafael. Tentu saja, Rafael sangat senang dengan hal itu. Ia mempunyai waktu sedikit lebih lama bersama Laura.Laurel sibuk dengan skripsi yang harus segera di kumpulkan nya ke dosen. Itulah hal yang tidak dapat ia hindari. Tidak banyak yang berubah akhir-akhir ini. Begitupun dengan usaha Laura untuk me
Keesokan harinya, Laura terbangun saat kakaknya mengelus rambutnya dengan lembut. Laurel membawakan susu untuknya."Kakak? Lo di sini?" Laura beranjak duduk."Gue bawain susu buat lo.""Oh, makasih ya, kak."Laura bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar mandi. Ia membersihkan diri dan segera meminum susu yang Laurel bawakan. Hari ini hari libur, seperti biasa, Laura menghabiskan waktunya di kamar.Melepaskan seluruh beban pikirannya. Lebih lagi, dalam waktu dekat ini akan ada pengumuman kelulusan di sekolahnya. Laura akan mencoba untuk mengajak ibu atau ayahnya. Walaupun serasa mustahil baginya, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.Sebelumnya, Laurel kembali ke kamar Laura untuk memberitahu satu hal. Hari ini Laurel akan berkunjung ke rumah Alya. Sementara ayahnya, ada urusan mendadak di kantor. Laura hanya mengangguk saat Laurel memberitahukan hal itu.Tok ... tok ... tok"Hem, siapa lagi sih." Laura tampak kesal, karena ia beberapa kali bangun dari tempat tidurnya. Hal itu sangat
Laurel bingung harus mencari adiknya di mana. Ia menanyakan tentang keberadaan Laura pada Bik Mia, namun nihil. Bik Mia tidak mengetahui dimana Laura berada saat ini. Saat melewati area danau, tiba-tiba ia melihat dua orang yang sedang duduk di tepian danau itu. Laurel menepikan mobilnya, ia memperhatikannya.Dan ternyata benar, itu adalah Laura dan Rafael. Ia lega, karena Laura baik-baik saja. Karena saat ini, adiknya sedang berada bersama Rafael."Hm, pemandangan di sini sejuk banget, ya." keduanya menengok ke arah suara, dan mendapati Laurel yang sedang berdiri di belakang mereka."Kakak?" Laura berdiri yang di ikuti dengan Rafael. "Bagaimana lo bisa ada di sini, kak?""Emang gue nggak bisa ada di sini?""Ya bukan gitu kak. Gimana sih lo," Laura memperhatikan sekitar, ia mengira kalau Alya sedang bersama kakaknya itu."Eh, bro. Kita ketemu lagi. Makasih ya udah jagain Laura selama ini," kata Laurel sambil menepuk-nepuk pundaknya Rafael. Sementara Rafael hanya tersenyum sebagai jawab
Hari ini, adalah hari kelulusan Laura. Tidak heran jika sekarang Laura sangat lama bersiap. Banyak yang ingin ia persiapkan. Tapi yang menjadi masalahnya saat ini, siapa yang akan menghadiri acaranya? Laura bahkan tidak berani mengatakan hal ini pada orang tuanya.'Bagaimana gue bakalan kasih tahu bunda ma ayah, gue aja gak berani. Ayah, pasti ia sibuk di kantor. Kakak? Ia pasti sibuk dengan para pasiennya. Dan bunda? Tidak mungkin bunda mau menghadiri kelulusan gue, bunda kan sangat benci sama gue. Hm, Bik Mia mau gak ya?' Batinnya bingung.Tidak ada pilihan lain, Laura memutuskan untuk mengajak Bik Mia ke sekolahnya. Laura berjalan gontai ke dapur, selagi meja makan masih sepi. Ia memeluk Bik Mia dari belakang, tentu saja hal itu membuat Bik Mia kaget."Non, bikin Bibi kaget aja deh.""Hehe, maaf ya, Bik.""Apa non perlu sesuatu?" Bik Mia menanyakan maksud dari tindakan Laura saat ini."Iya nih Bik. Hari ini kan hari kelulusan Laura, Bibi mau kan menghadirinya?" Laura menatap Bik Mia
Laura menatap layar ponsel, menampilkan berbagai referensi kampus terbaik. Laura berniat melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi.Setidaknya dengan melanjutkan pendidikan, Laura bisa melupakan sejenak masalah hidupnya. Belum lama menatap ponsel, Laura merasakan nyeri di kepalanya, hingga cairan kental berwarna merah menetes dari hidungnya membasahi layar ponsel dalam genggamannya.Penyakit Laura kambuh, memang sudah saatnya ia mengikuti saran dokter, rutin minum obat yang sudah diresepkan. Tapi, Laura lebih memilih untuk menahan rasa sakitnya dibanding meminum obat tersebut. Mungkin, ia punya alasan tersendiri.Dadanya sesak, dan Laura lebih memilih untuk menikmati rasa sakit itu. Malam sudah beranjak larut, rasa sesak di dada Laura sangat menyiksanya.Laura tidak punya cara lain, ia berdiri dan mulai mengambil pil penghilang rasa sakit. Tapi pil tersebut, hanya membawa rasa kantuk. Mungkin, karena malam sudah larut, rasa kantuk jelas akan menyerang siapa saja.Sejenak, L