Share

Bab 6

Penulis: Alfylla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-05 10:03:29

Evelyn dan Alan kini sudah berada di dalam mobil milik Alan. Alan memakai sabuk pengaman dan juga membantu memakaikan sabuk pengaman pada Evelyn yang agak kesusahan. Evelyn mengucapkan terima kasih, namun tak dibalas apapun oleh Alan.

Evelyn tersenyum kecil, merasa bahagia karena semuanya sudah selesai. Setelah ini dia akan pulang, mendapatkan bayaran, dan semuanya selesai. Dia bisa segera melunasi hutangnya dan hidupnya akan tenang seperti sedia kala.

Setelah beberapa saat, Alan tak kunjung menghidupkan mesin mobilnya. Evelyn melirik ke arah pria itu, yang sedang menyandar dengan sebelah tangan menutupi matanya. Tunggu, apa dia ketiduran?

"Kenapa kamu menerima tawaran Zara untuk menemaniku ke sini?" Evelyn terperanjat kaget saat Alan tiba-tiba bersuara. Alan menurunkan lengannya lalu menatap Evelyn dengan serius.

"Karena aku membutuhkan uang." Evelyn menjawab dengan jujur. Dia menunduk, merasa malu mengatakan itu. Tapi, memang itu kebenarannya.

"Butuh berapa?" Alan bertanya lagi. Evelyn menengok ke arahnya sekilas lalu kembali menatap ke arah kakinya yang bergerak sedikit gelisah.

"Sesuai kesepakatan. Itu sudah cukup bagiku," jawab Evelyn tanpa menyebutkan nominal. Alan diam, lalu mengambil sebuah berkas dari jok belakang. Dia membaca selembar kertas yang Evelyn tak tahu apa isinya.

"20 juta?" tanya Alan dengan sebelah alis terangkat. Evelyn menatapnya dan mengangguk pelan.

"Iya." Evelyn menjawab singkat. Bagi Evelyn, uang segitu tentu sangat banyak. Apalagi bagi dirinya yang sekarang sedang dikejar-kejar oleh pihak pinjaman online. Setelah Evelyn hitung, bahkan akan ada sisa setelah dia melunasi semua hutangnya.

Alan menyimpan berkas tersebut di tempat semula. Berkas tersebut adalah surat kesepakatan yang dibuat oleh Zara. Zara juga lah yang menentukan jumlah bayarannya. Dan bagi Alan, itu adalah nominal yang sedikit. Alan menghela nafas pelan, dengan mata menatap lurus ke depan. Dia tak terlihat akan segera menghidupkan mesin mobilnya. Dan Evelyn yang duduk di sampingnya jadi bingung sekaligus penasaran kapan dia akan diantar pulang.

"Tidurlah denganku malam ini. Akan kubayar sepuluh kali lipat dari kesepakatan awal."

Alan berkata seraya menatap Evelyn dengan tatapan serius. Sedangkan Evelyn sudah melotot ke arahnya mendengar itu.

"A-apa?" Evelyn bertanya terbata, merasa tak percaya dengan yang baru saja dia dengar barusan.

"Temani aku tidur malam ini. Bayaranmu akan bertambah jadi 200 juta." Alan menjawab dengan nada tenang, seolah sedang membicarakan cuaca yang bersahabat hari ini. Jelas beda dengan Evelyn yang syok mendengar penuturannya.

"Kamu bisa membeli banyak hal dengan uang sebanyak itu." Alan kembali berbicara, berusaha meracuni pikiran Evelyn yang sedang berusaha memberikan penolakan.

"Aku tidak butuh uang sebanyak itu," balas Evelyn dengan suara pelan. Dia lalu memalingkan wajah, enggan membalas tatapan Alan.

"Tidak butuh? Kamu yakin?" Alan bertanya dengan nada mengejek. Evelyn tak menjawab dan memilih bungkam.

"Kamu bisa membeli rumah. Jadi tidak perlu repot membayar uang kos setiap bulan," ujar Alan lagi. Evelyn menatap ke arahnya sesaat kemudian menunduk lagi. Perkataan Alan mulai masuk ke dalam otaknya, membuatnya berpikir banyak.

Dengan uang 200 juta, dia bukan hanya bisa melunasi hutangnya. Tapi dia juga bisa membeli sebuah rumah, seperti yang dikatakan Alan. Dia tak perlu tinggal di kamar kos yang sempit lagi jika punya rumah. Dia bisa membeli banyak barang impiannya selama ini. Dia bisa ....

Tunggu, kenapa dia jadi berkhayal jauh sekali?

"Bagaimana?" Alan bertanya lagi, terlihat tidak sabar menunggu jawaban dari Evelyn.

"Tenang saja. Aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Hanya kita berdua saja yang tahu." Alan berkata lagi dengan seringai tipisnya. Melihat Evelyn yang terlihat sedang berpikir, membuat Alan sengaja mengatakan banyak hal, berusaha membuat pertahanan Evelyn goyah.

Evelyn menatap Alan dengan jemari saling meremas. Jantungnya berdebar kencang, dan telapak tangannya berkeringat.

"Kesempatan ini belum tentu akan datang lagi padamu." Setiap perkataan Alan berhasil meracuni otak Evelyn. Hingga akhirnya, Evelyn menganggukkan kepala dengan perlahan. Dan Alan tak bisa menahan senyum liciknya saat tahu kalau Evelyn menerima tawarannya.

Tak terlalu sulit juga membujuknya ternyata.

***

Evelyn menyumpahi dirinya sendiri karena mau-mau saja menerima tawaran Alan. Kini dia sudah berada di dalam kamar hotel bersama dengan Alan. Dan tak mungkin dia bisa kabur saat keadaan sudah seperti ini. Evelyn bahkan sudah mendengar suara pintu yang dikunci di belakangnya.

Tubuh Evelyn membeku, hingga dia merasa tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Kini pikirannya di penuhi dengan caci maki dan sumpah serapah untuk dirinya sendiri. Begitu juga hatinya yang dipenuhi rasa takut.

"Tenang saja. Aku tidak akan memperlakukan kamu dengan kasar." Suara Alan terdengar agak jauh dari Evelyn. Walau begitu, mendengar perkataannya membuat Evelyn bergidik ngeri. Ya Tuhan. Jadi beginikah akhirnya? Dia menjual dirinya sendiri demi uang 200 juta? Dia benar-benar melakukannya?

Wajah Evelyn memucat seketika. Tubuhnya merinding, merasa takut dengan apa yang akan terjadi.

Tubuh Evelyn tersentak kaget saat merasakan sesuatu bergerak pelan melingkari perutnya. Evelyn menahan nafasnya sendiri saat merasakan hembusan nafas di tengkuknya. Kemudian Evelyn memejamkan matanya dengan erat saat merasakan sesuatu yang basah dan lembut bergerak pelan di leher sampingnya.

"Jangan tegang. Rileks saja. Nanti kamu juga akan terbiasa," bisik Alan di telinga Evelyn, diakhiri dengan kecupan pelan di daun telinganya.

Evelyn setia memejamkan mata dengan kedua tangan terkepal erat. Perlahan namun pasti, dia bisa merasakan hawa dingin di punggungnya. Tak lama kemudian Evelyn merasakan tali gaunnya jatuh perlahan menyusuri lengan atasnya.

Alan berdiri di belakang Evelyn, sengaja memulai keinginannya dengan perlahan. Dia tak terburu-buru, karena ingin menikmati momen ini. Perlu diingat, ini akan menjadi seks pertama Alan, setelah dia bercerai dua tahun lalu dari Citra. Dan Alan juga masih tak menyangka kalau dia akan melakukannya dengan seorang perempuan yang usianya jauh di bawahnya.

Tapi, tak masalah. Evelyn sudah legal. Bukan anak di bawah umur lagi. Yang penting, Evelyn menyetujui dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan apapun darinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • (Not) One Night   Extra Part 2

    Tiana sebagai wanita paham sekali kalau pendidikan bagi wanita itu penting. Walau Evelyn berstatus adik iparnya, tapi Tiana menganggap Evelyn seperti anak sendiri. Karena itu, Tiana memberikan nasehat pada Evelyn agar melanjutkan pendidikannya. Evelyn awalnya ragu untuk kuliah, minder karena teman-teman seumurannya sudah lulus S1, sedangkan dia baru mau masuk kuliah. Namun, semua keluarga Alan, termasuk Alan sendiri mendukung saran dari Tiana. "Kuliah itu untuk kalangan umum, Eve. Hanya karena kamu sudah menikah dan melahirkan, bukan berarti kamu tak boleh kuliah. Justru harus, karena kamu sudah menjadi ibu, dan kamu akan menjadi guru pertama untuk anak-anak kamu nanti." Itu adalah kata-kata yang diungkapkan oleh Karina, dan Evelyn jadi lumayan pede setelah mendengarnya. Akhirnya, setelah membuat keputusan yang lumayan berat, Evelyn mendaftar kuliah di universitas tempat Alan menjadi donatur. Tentu Evelyn tak sendirian, karena dia ditemani oleh Zara yang mendaftar S2. Masalah an

  • (Not) One Night   Extra Part 1

    Evelyn berdiri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Evelyn kini memakai sebuah gaun pengantin yang cantik dan indah berwarna rose gold. Rambutnya di gelung dengan cantik, dan diberi hiasan berupa sebuah mahkota kecil di atas kepala. Penampilannya sekarang sudah mirip seperti putri dalam film kerajaan. Bukan tanpa alasan Evelyn berpenampilan seperti itu hari ini. Karena hari ini, adalah hari resepsi pernikahannya dengan Alan. Ya, setelah satu tahun lebih sejak akad pernikahan, resepsi pernikahan mereka baru diadakan sekarang. Tentu saja menunggu Evelyn pulih dulu setelah melahirkan tiga bayinya. "Tubuh kamu mungil dan cocok sekali dengan gaun ini. Walau sudah melewati fase hamil dan melahirkan, tubuhmu tetap terbentuk seperti awal. Orang-orang tak akan menyangka kamu sudah melahirkan tiga bayi loh." Karina yang menemani Evelyn di ruang ganti tersenyum melihat kecantikan Evelyn sekarang. Karina tidak menganggur, karena sekarang dia sedang menggendong salah satu bayi E

  • (Not) One Night   Bab 76. End

    Hari sudah malam, dan Evelyn kini sudah berbaring di atas ranjang. Dia sudah berganti pakaian, dan tentu saja Alan lah yang membantunya. "Kak Tiana menginap di sini?" Evelyn bertanya pada Alan yang duduk di pinggir ranjang. Tangannya berada dalam genggaman tangan Alan yang besar dan hangat. "Iya. Kak Tiana dan Kak Reno akan menempati kamar samping," jawab Alan. "Kalau Karina, dia hanya akan di sini saat pagi sampai sore saja. Mungkin, setelah agak besar Karina bisa saja membawa salah satu dari mereka untuk menginap di rumahnya," ucap Alan. Evelyn tertawa pelan mendengar itu. Dia tak masalah sebenarnya. Justru Evelyn senang karena banyak yang membantunya merawat tiga bayi kembarnya. Jangankan tiga, merawat satu bayi pun kadang kewalahan. Jadi Evelyn sangat berterima kasih pada Tiana dan Karina yang mau membantunya. Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka. Alan dan Evelyn menengok secara bersamaan ke arah pintu, dan ternyata Karina lah yang membuka pin

  • (Not) One Night   Bab 75

    Setelah menjalani perawatan selama beberapa hari di rumah sakit pasca operasi, akhirnya hari ini Evelyn sudah diperbolehkan pulang. Tidak sendirian, karena ketiga bayinya pun sudah boleh di bawa pulang setelah menjalani serangkaian pemeriksaan untuk memastikan mereka baik-baik saja. Zara, Reno, dan Vino yang ada di rumah sudah berkumpul, siap menyambut kepulangan Evelyn dan baby triplets. Sementara Tiana dan Karina ikut Alan ke rumah sakit, untuk membantu Alan dan Evelyn membawa pulang baby triplets mereka. Kelahiran anak-anak Alan dan Evelyn bukan hanya membuat mereka saja yang bahagia. Tapi seluruh keluarga Alan bahagia dengan kehadiran tiga bayi mereka. Apalagi Karina dan Vino yang tidak memiliki anak. Mereka merasa diberi kesempatan untuk jadi orang tua lewat anak-anak Alan. Mobil Alan masuk ke halaman rumah dan terparkir rapi di samping rumah. Tiana dan Karina langsung keluar dengan masing-masing menggendong seorang bayi. Zara pun berinisiatif mendekati mobil Alan dan mengambi

  • (Not) One Night   Bab 74

    Evelyn berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan Alan yang berada di sampingnya. Tangan Alan setia menggenggam tangannya dengan erat. Tatapan mata Alan tak bisa berbohong tentang yang dia rasakan sekarang. "Tenang, Mas. Semuanya pasti baik-baik saja." Evelyn berucap dengan tenang. Dia sudah berganti baju dan kini menggunakan pakaian khusus pasien. Karena sebentar lagi, Evelyn akan melakukan operasi caesar, untuk mengeluarkan ketiga bayinya. Awalnya, Evelyn berkeinginan untuk melahirkan secara normal. Namun dengan keadaan dia yang hamil tiga bayi sekaligus, terlalu besar resikonya. Akhirnya operasi caesar lah yang dipilih oleh Evelyn untuk persalinannya. "Aku benar-benar khawatir," ucap Alan dengan suara pelan. Berkali-kali dia mencium punggung tangan Evelyn dengan tatapan penuh rasa khawatir. "Aku tahu. Tapi Mas harus percaya kalau aku bisa melalui ini dengan baik," ucap Evelyn berusaha menenangkan Alan yang sangat khawatir tentang dirinya sekarang. Evelyn tersenyum pada Alan b

  • (Not) One Night   Bab 73

    Waktu terus berjalan, hingga tak terasa kalau sekarang usia kehamilan Evelyn sudah menginjak minggu ke 24. Perutnya sudah membesar, memperlihatkan dirinya yang memang sedang hamil. Ukuran perut Evelyn lebih besar dari ibu-ibu lain di usia kehamilan segitu karena memang dia mengandung bayi kembar.Siang ini, Evelyn baru pulang dari rumah sakit bersama dengan Alan setelah melakukan pemeriksaan rutin. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Alan terus merangkul pinggang Evelyn karena khawatir istrinya akan jatuh atau tersandung."Hai! Bagaimana pemeriksaannya?" Saat sampai di ruang keluarga, Zara langsung bertanya pada paman dan tantenya tersebut."Baik. Selalu baik," jawab Alan. Dia membantu Evelyn untuk duduk di atas sofa dengan nyaman. Lalu Alan menaikkan kaki Evelyn ke atas sofa agar Evelyn selonjoran saja."Kamu gak pergi keluar, Zara? Bukannya hari ini kamu gak kuliah?" Evelyn bertanya pada Zara yang baru saja menyimpan ponselnya di atas meja."Gak sih. Lebih asyik di rumah saja," jawa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status