Share

Nyonya Satu Miliar
Nyonya Satu Miliar
Penulis: R15

Bab 1

"Turunkan aku!"

Khania meronta dalam gendongan sosok pria dengan perawakan tinggi. Namun, pria itu terus berjalan santai tanpa menggubris ancaman yang dilayangkan gadis itu.

Langkah pria itu terdengar menyusuri lorong mansion besar ini, dan berhenti tepat di sebuah ruangan. Pria itu pun membuka pintu dengan kasar dan masuk bersama sosok yang di gendongnya.

"Kubilang turunkan aku! Ini pelecehan! Aku akan lapor polisi!"

BRUK! 

Gadis berusia dua puluh tahun itu meringis saat tubuhnya dihempaskan ke atas sofa. 

Melihat itu, sang pria tersenyum sinis dan berkata, "Polisi bukan apa-apa bagiku." Manik birunya menatap Khania dengan tajam. "Dan, lancang sekali kau bilang aku melakukan pelecehan. Asal kau tahu, pamanmu sudah menjualmu padaku."

Khania tersenyum miris. Lagi-lagi, pamannya berulah. Laki-laki paruh baya itu memang membuat hidup Khania selalu berada dalam masalah.

Dia berani bertaruh bahwa uang yang di dapat pamannya hanya untuk berjudi dan bersenang-senang saja. 

"Ck," Khania terlihat kesal, "Berapa uang yang kau berikan pada pamanku?"  

Pria itu tersenyum miring, "Satu milyar."

Mendengar itu, Khania tercengang. Dia menatap sosok itu tak percaya. "Kau gila! Kenapa kau memberinya sebanyak itu?"

Pria itu mengangkat bahu lalu duduk disamping Khania. "Itu bukan urusanmu. Yang jelas, transaksi sudah selesai dan kau sudah harus terikat kontrak denganku."

Muka Khania terlihat pucat. Dalam hati, dia membatin khawatir,"Sial, aku harus bagaimana? Apa aku kabur saja?" 

"Oh iya, jangan coba-coba kabur. Aku tidak segan melakukan hal buruk padamu atau keluargamu jika itu terjadi," ancam Leo seakan tahu jalan pikiran gadis itu. 

DEG! 

Khania sontak teringat sang bibi, apa yang akan terjadi pada orang yang disayanginya jika memang dia melarikan diri? 

BRAK! 

Belum sempat memproses semua, sebuah kertas berbalut map putih kembali dilemparkan pria itu ke atas meja. "Sekarang tanda tangani perjanjiannya."

"Hei! Aku bahkan tidak mengenalmu. Bagaimana aku bisa percaya hal ini tidak membahayakanku?" ujar Khania dengan tatapan waspada.

Pria itu terdiam sesaat lalu membuka suara. "Kalau begitu perkenalkan, namaku Leo Martin, orang paling kaya di negeri ini," jawabnya bangga. 

Khania melihat selebaran itu lalu beralih menatap pria yang sudah lancang menculiknya.

Tak dipungkiri, paras Leo begitu rupawan dengan kulit putih bersih, hidung mancung, dan rambut pirang lurus. Siapa pun tahu, dia berdarah blasteran.

"Apakah aku setampan itu? Sampai kau tak berkedip saat melihatku," ujar Leo dengan nada sarkastik.

Gambaran indah itu hancur seketika saat Khania mendengar penuturan Leo. "Aku menyesal telah memujinya," batinnya. 

"Jangan buang waktu, segera tanda tangani itu," perintah Leo sambil menunjuk map di atas meja. 

Tanpa pikir panjang, Khania menggelengkan kepala tanda dia menolak. "Aku akan membayar semua hutang pamanku," ujarnya.

Khania sendiri tak yakin dengan apa yang dikatakannya, membayar lunas? Dengan uang sebesar itu butuh berapa lama dia harus bekerja.

Leo mengernyitkan alis. "Hutang?"

"Anggap saja aku berhutang dengan uang yang kau berikan pada pamanku, dan aku akan membayarnya."

"Hey!" Leo menatap Khania tajam, "Jangan mempersulit dirimu. Baca saja perjanjiannya dan tanda tangani secepatnya. Di sana, tidak ada hal yang akan merugikanmu." 

Khania terdiam. Sungguh hal yang sangat sulit bagi Khania untuk memutuskan semua secara mendadak. Khania tidak mau berurusan dengan para orang kaya yang selalu menggunakan uang sebagai jalan pintas. Namun, bagaimana keluar dari permasalahan ini? Semakin berpikir, pikiran Khania semakin buntu. Terlebih, membayangkan nasib bibinya yang terancam karena hutang paman yang tak tahu diuntung itu.

"Hufft." Khania menghela napas. Meski ragu, tangan mungil Khania tetap meraih kertas itu yang dibacanya dengan seksama.

Alisnya mengerut saat ada hal yang mengganjal.

"Pertama, aku harus menjadi bagian dari keluarga Martin?" tanya Khania dalam hati.

Khania menatap Leo bingung, tetapi pria itu hanya diam saja, seolah itu bukanlah hal yang harus dipermasalahkan.

Oleh sebab itu, Khania pun menarik kesimpulan bahwa dirinya harus menjadi saudari bagi Leo.

"Mungkin, keluarganya butuh anak perempuan yang bisa diandalkan?"

Khania mengangguk sendiri dan terus membaca rangkaian perjanjian itu sampai akhir.

Benar yang dikatakan Leo, tak ada hal yang dapat merugikan dirinya jika menandatangani perjanjian itu.

Di sana juga tertulis bahwa Khania tidak perlu membayar apapun dalam bentuk uang. Sebagian besar hanya berisikan poin-poin bahwa Khania harus membantu Leo, dan semua itu berlaku hanya satu tahun. 

Khania menghela napas. "Baiklah, aku setuju." Dia pun menandatangani kertas itu dan memberikannya pada Leo.

"Baiklah ... ingat, ini adalah kontrak dengan beberapa perjanjian yang sudah kau setujui secara sah. Jika melanggar walau hanya satu poin, kau tetap akan berhadapan dengan hukum." Leo menjelaskan dengan wajah serius. 

"Hm...." Khania mengangguk malas, "Aku mengerti." 

Leo pun tersenyum dengan senyum kemenangan, "Dengan begini, semuanya beres. Terima kasih, Khania."

PROK! PROK! 

Leo kemudian menepuk tangannya seakan memberi kode. Tak lama, muncullah tiga orang memasuki ruangan itu. 

Khania terkejut saat melihat "paman tak tahu diri" itu ada di antara mereka.

"Selanjutnya, pak penghulu, tolong nikahkan kami sekarang," ujar Leo pada pria lainnya.

Seketika tubuh Khania menegang. "Apa? Siapa yang akan menikah?"

Seketika, Leo menggelengkan kepala. "Kau ini tidak membacanya dengan benar, ya? Di poin pertama, jelas tertulis kau harus menjadi bagian dari keluargaku. Lantas apa maksudnya itu?"

"Bukankah itu artinya aku jadi saudarimu?" tanya Khania sambil menatap Leo, berharap yang dikatakannya benar. 

Pria itu menggelengkan kepalanya. Perlahan, dia mendekati Khania dan berbisik, "Saudari? Yang benar saja! Istri, kau harus menjadi is-tri-ku." 

Di akhir kalimat, Khania dapat mendengar penekanan dari pria itu.

"Hah?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status