Share

Melisa Datang Nayla Hilang

Author: A Dreamer
last update Last Updated: 2025-02-03 19:16:42

Suasana rumah sederhana milik Flora sore itu mendadak berubah panas ketika sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan halaman. Flora yang tengah menyiram tanaman di pekarangan, mengerutkan dahi melihat sosok tinggi semampai turun dari kendaraan. Wajahnya cantik sempurna, namun matanya menyala penuh amarah.

“Melisa Gunawan,” gumam Flora pelan, tubuhnya kaku.

“Jadi ini tempatmu bersembunyi, Flora Andini!” seru Melisa tajam, suaranya menggema menusuk udara sore yang damai. “Hidup seperti wanita desa, namun masih merebut apa yang menjadi milikku!”

“Melisa, hentikan omong kosongmu itu!” ucap Flora tenang, meski jantungnya berdegup tak karuan.

Melisa berjalan cepat menghampiri, hak sepatunya menghentak tanah dengan kasar. “Kau tahu persis maksudku! Jangan berpura-pura polos! Kau pikir hanya karena Nathan datang beberapa kali ke mari, kau bisa kembali menguasai hatinya?”

“Sudah cukup, Melisa. Ada anak kecil di sini,” bisik Flora, menoleh ke arah anak kecil yang berdiri di ambang pintu bersama neneknya, Marlina.

Namun Melisa justru melirik tajam ke arah Nayla. “Jadi ini anak yang kau klaim sebagai anak Nathan, hah? Lihat saja! Menjijikkan! Berani sekali kau menggunakan anak untuk menjebak pria sekelas Nathan Marshall!”

Nayla yang masih polos langsung memeluk kaki neneknya dengan wajah mungilnya penuh akan ketakutan.

“Nenek, tolong, jangan biarkan dia marahi Ibu,” isaknya lirih.

Marlina menunduk memeluk Nayla erat. “Sstt, tidak apa-apa, Sayang. Nenek di sini.”

Flora mengepalkan tangan. “Melisa, tolong. Jangan bawa Nayla ke dalam masalah ini. Jika kau ingin bicara, bicara saja padaku. Jangan seret anakku!”

“Anakmu?” Melisa menyeringai. “Aku tahu semuanya! Nathan ingin kembali padamu! Karena anak ini! Karena wanita murahan sepertimu! Kau pikir siapa dirimu, hah?!”

Flora menahan napas. Penghinaannya menyayat, tapi ia tetap berdiri tegak.

Baru saja Melisa hendak mendekat lagi, suara deru mobil lainnya terdengar dari kejauhan. Beberapa menit kemudian, dari dalam mobil keluar seorang pria yang tubuhnya tampak lebih kurus, pucat, namun masih gagah.

“Nathan!” seru Marlina kaget.

Nathan berjalan cepat meski langkahnya sedikit goyah. Ia tak ingin Melisa mengatakan sesuatu hal yang kembali menyakiti Flora.

Nathan segera menghampiri Nayla.

“Kau tenang ya, akanku pastikan tidak ada yang bisa menyakiti kalian,” bisiknya lembut, mencium puncak kepala Nayla yang masih tersedu.

Flora terpaku. Dia tak menyangka Nathan akan datang dalam keadaan seperti ini.

Nathan berdiri perlahan, menatap Melisa dengan mata merah menyala. “Apa yang kau lakukan di sini, Melisa?”

“Sudah jelas, Nathan! Aku hanya ingin memperingatkan wanita rendahan ini untuk tidak bermimpi tinggi!”

“Cukup!” suara Nathan melengking, penuh wibawa. “Kau telah melewati batas. Ini rumah mereka. Bukan tempatmu menyebar racun dan kebencianmu.”

“Jadi, kau memang benar-benar memilih mereka?” suara Melisa bergetar.

Nathan menghela napas berat. “Ya. Flora adalah ibu dari anakku. Wanita yang pernah kubuang tanpa belas kasih. Dan Nayla adalah darah dagingku—yang selama tiga tahun tak pernah kutahu keberadaannya. Kini aku tahu, dan aku tidak akan melepaskan mereka lagi.”

Melisa menelan ludah. “Nathan, kau harus percaya padaku. Dia menjebakmu lagi!”

“Kau dan aku tidak punya ikatan apa pun, Melisa. Dulu terjadi karena sebuah kebodohanku. Dan sekarang, aku memintamu untuk pergi.”

Melisa terdiam, wajahnya berubah merah padam. Ia melirik ke arah Flora, menatap penuh dendam.

“Ini belum selesai,” desisnya sebelum berbalik dan melangkah pergi.

Setelah suara mobil Melisa menghilang, Flora baru bisa menarik napas lega. Tapi hatinya masih penuh tanya.

Nathan menatap Flora, matanya lembut. “Aku mendengar kabar dari asistenku bahwa Melisa datang ke sini dan mengacau. Aku tidak bisa tinggal diam. Flora, aku tahu aku pernah menghancurkanmu. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”

Flora menggelengkan kepalanya. "Cukup Nathan. Kau dan keluargamu adalah musibah untukku!"

"Tidak Flora, beri aku satu kesempatan lagi!" mohon Nathan dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Flora masih diam. Luka di hatinya belum benar-benar sembuh, tapi sorot mata Nathan berbeda. Ada ketulusan yang dulu tidak pernah ia lihat.

***

Pagi itu sinar matahari menyusup lembut di antara dedaunan, menyinari perkebunan kecil milik keluarga Flora. Udara sejuk, aroma tanah basah dan kicau burung yang bersahutan menjadi latar harmoni dari kehidupan sederhana yang kini dijalani Flora bersama sang nenek dan buah hatinya, Nayla.

Flora tengah memetik beberapa buah dari batang pohon yang rendah, meletakkannya dengan hati-hati ke dalam keranjang bambu yang ia bawa. Marlina, sang nenek, tak jauh darinya, sibuk memilah hasil panen lain yang telah terkumpul.

"Panennya lumayan bagus hari ini," ucap Marlina sambil tersenyum, menyeka keringat di dahinya.

Flora mengangguk, tersenyum tipis. “Iya, Nek. Syukurlah. Ini cukup untuk dijual ke pasar besok.”

Hari itu terasa damai. Nathan tak datang seperti hari-hari sebelumnya. Flora sempat melirik ke arah jalan kecil yang biasanya dilalui mobil hitam milik Nathan. Tapi hari ini tak ada suara mesin, tak ada langkah kaki pria itu.

“Mungkin dia sudah lelah. Mungkin dia menyerah,” batin Flora. Entah mengapa ada sedikit rasa lega, namun juga secuil rasa kehilangan yang tak ia akui.

Di sisi lain lahan, Nayla tengah berlarian kecil mengejar kupu-kupu dan capung yang menari-nari di antara rerumputan. Tawa kecilnya mengisi udara, menjadi nada paling merdu di tengah sunyi. Sesekali Flora menoleh dan memastikan anak itu masih dalam jangkauan pandangannya.

“Nayla, jangan terlalu jauh, Sayang!” seru Flora dengan nada lembut namun mengingatkan.

“Iya, Ibu!” balas Nayla riang, masih mengejar capung yang hinggap di atas bunga liar.

Namun hanya beberapa menit kemudian, Flora menunduk sejenak memeriksa hasil panen. Ketika ia kembali menoleh ke arah Nayla bermain.

Kosong.

Tidak ada siapa pun.

“Nayla?” panggil Flora, berdiri seketika, matanya menajam menyisir sekitar. “Naylaaa?”

Tak ada sahutan.

“Nenek! Nayla hilang dari pandanganku!” seru Flora panik, segera berlari ke tempat tadi Nayla terakhir kali terlihat.

Marlina berdiri cepat, raut wajahnya berubah pucat. “Apa? Bukannya dia tadi di sana?!”

“Iya! Tapi, dia tidak di sana lagi!”

Flora mulai berlari menyusuri semak dan pohon-pohon kecil di sekitar lahan. “Naylaaaa! Sayang! Ini Ibu! Jawab Ibu, Nak!”

Namun hanya angin yang menjawab. Hening. Sunyi yang mencemaskan.

Flora mulai kehilangan arah, napasnya tersengal. “Tidak, ini tidak mungkin. Nayla hanya beberapa meter dariku tadi.”

Marlina menyusul dengan langkah tertatih, suaranya mulai gemetar. “Nayla."

Air mata mulai mengalir dari sudut mata Flora. Keringat dingin mengucur deras di pelipisnya. Ketakutan merambat perlahan, menggigit sanubarinya.

“Nayla, tolong jangan bermain terlalu jauh, Ibu mohon,” bisiknya lirih, seolah anaknya bisa mendengarnya.

Ia kembali memanggil-manggil, suaranya kini parau. Ia menyusuri jalan kecil di balik semak, tempat yang jarang dilalui. “Nayla, jawablah Ibu, tolong!”

Langkah Flora mulai limbung. Dalam pikirannya, bermunculan kemungkinan buruk—ular, jurang kecil, atau seseorang yang membawa pergi anaknya. Dunia seakan runtuh. Nafasnya tak teratur.

Marlina duduk di atas batu besar, tubuhnya gemetar. “Ya Tuhan, lindungi cucuku.”

Flora berlari kembali ke tengah ladang, berputar-putar, matanya liar mencari bayangan kecil milik Nayla.

Nayla masih belum ditemukan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Luka Yang Tak Terlihat

    Sudah hampir dua bulan sejak malam kelam di gudang tua itu berlalu. Luka di tubuh Nathan telah mengering, dan luka di bahu Flora pun perlahan sembuh. Namun, luka yang tertinggal di hati mereka tidak sesederhana itu.Rumah Nathan kini jauh lebih tenang. Tak ada lagi penjaga berseragam hitam di setiap sudut, tak ada ketegangan bisnis yang membuat udara rumah terasa sesak. Hanya suara Nayla yang sesekali memecah keheningan dengan tawa kecilnya.Namun, di balik kedamaian itu, ada jarak yang belum sepenuhnya hilang.***Pagi itu, cahaya matahari menembus jendela kaca ruang makan, menciptakan kilau keemasan di atas meja. Nathan sedang menuangkan kopi ketika Flora masuk dengan langkah pelan, rambutnya masih sedikit berantakan. Ia mengenakan gaun rumah berwarna lembut, tampak sederhana namun menenangkan.“Pagi,” sapa Nathan dengan senyum hangat, tapi senyum itu sedikit kaku.“Pagi,” balas Flora pelan, duduk di kursi berhadapan dengannya.Keheningan menggantung beberapa detik sebelum Nathan ak

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Comta Yang Tak Mudah Mati

    Sirene polisi meraung semakin keras, menggema di antara dinding gudang tua itu. Lampu merah biru menari liar di antara debu dan asap senjata. Di tengah kekacauan itu, Nathan menunduk, tubuhnya gemetar, memeluk Flora yang bersimbah darah di pelukannya.“Flora… bertahanlah, dengar aku…” suaranya parau, nyaris pecah. “Aku di sini, sayang. Aku tidak akan pergi lagi.”Flora berusaha tersenyum, bibirnya bergetar. “Kau… seharusnya… masih di rumah sakit…”Nathan memejamkan mata, air mata menetes di pipinya. “Aku dengar kau hilang. Aku cabut infus, paksa diri keluar. Aku tak bisa biarkan kau sendirian.”Sebelum Flora sempat menjawab, suara langkah berat dan bentakan polisi menggema dari luar.“Letakkan senjatamu, Reno! Kau dikepung!”Reno yang masih berdiri beberapa meter dari mereka menoleh cepat. Wajahnya pucat, keringat menetes di pelipisnya. Senjatanya terangkat, matanya liar.“Jangan mendekat!” teriaknya. “Kalian tidak tahu apa yang kalian lakukan! Aku punya bukti—semuanya ada di sini! Me

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Pilihan Yang Berat

    Flora menelan ludahnya. Kalimat pria itu menampar kesadarannya, menimbulkan rasa takut sekaligus penasaran yang saling bertabrakan di dalam dadanya.“Aku tidak mengerti,” ucap Flora lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh deru mesin. “Kalau kau tidak ingin dia mati, kenapa kau membuatku datang sendirian malam-malam begini?”Pria itu menyeringai samar, menghembuskan asap rokok ke arah jendela. “Karena hanya kau yang bisa menyelamatkannya, Flora Andini.”Jantung Flora serasa berhenti berdetak. Ia menatap pria itu penuh tanda tanya. “Menyelamatkannya? Bagaimana maksudmu?”Tatapan mata pria itu berkilat dingin. “Ada sesuatu yang ditanamkan di perusahaan milik Nathan—dokumen yang bisa menghancurkan reputasi seluruh keluarga Marshall. Kalau aku memberikannya ke tangan yang salah, Nathan tidak akan pernah keluar hidup-hidup dari meja operasi itu.”Flora tercekat, pandangannya bergetar. “Jadi ini... ancaman?”“Bukan ancaman,” pria itu mengoreksi, “kesempatan. Aku bisa memastikan tim medis beker

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Tawaran Yang Menghancurkan

    Malam itu, pilihan Flora hanya dua, menyerahkan dirinya ke dalam jebakan yang ia tak tahu pasti atau membiarkan Nathan berjuang sendirian di ruang operasi yang penuh risiko. *** Flora menggenggam ponselnya erat-erat, layar yang sudah gelap terasa seperti bara di telapak tangannya. Suara asing itu masih bergema di telinga, menancap tajam di pikirannya. “Kalau mau Nathan keluar hidup-hidup, temui aku malam ini. Sendirian.” Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia melirik sekilas ke arah Veronica, Melisa dan Tuan Marshall yang sibuk membicarakan tindakan medis berikutnya dengan dokter. Tidak ada seorang pun yang memperhatikan Flora. “Siapa yang meneleponmu?” suara kecil Nayla membuat Flora tersentak. Putrinya menatap dengan mata berkaca-kaca, penuh rasa ingin tahu sekaligus ketakutan. “Bukan siapa-siapa, sayang,” jawab Flora cepat sambil menyembunyikan ponsel ke dalam tasnya. Ia memeluk Nayla lebih erat, seolah dengan itu ia bisa menyembunyikan kegelisahan yang semakin menyesa

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Ketegangan Di Rumah Sakit

    Flora tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa, wajahnya pucat, napasnya memburu. Ia baru saja mendapat telepon dari salah satu perawat yang mengenalnya, mengabarkan bahwa Nathan dibawa ke Unit Gawat Darurat. Di pelukannya, Nayla terlelap, masih menyisakan bekas air mata di pipinya.Begitu sampai di lorong rumah sakit, pandangannya langsung tertuju pada Veronica, Melisa, dan Tuan Marshall. Ketiganya berdiri bersama, seolah menghadang jalan menuju ruang tindakan. Flora menatap mereka satu per satu, matanya tajam, tapi suaranya bergetar.“Di mana Nathan?” tanyanya.Veronica menoleh, wajahnya tegang. “Dia di dalam. Kondisinya kini kritis.” Nada bicaranya berbeda tidak lagi penuh kebencian, tapi ada nada gentar yang jarang Flora dengar.Flora melangkah maju. Namun Melisa berdiri di depannya, menahan dengan sengaja. “Kau tidak perlu di sini. Kau hanya membuatnya semakin tertekan.”Flora menatapnya dingin. “Aku adalah orang yang seharusnya berada di sisinya. Kalian yang membuatnya seperti

  • Nyonya, Tuan Presdir Sedang Mencari Putrinya   Badai Itu Kembali Datang

    Malam berganti dengan cepat. Kegelapan yang menyelimuti langit tak ubahnya seperti kabut kelam yang menyelimuti hati Flora. Setelah seharian mencari Nayla tanpa hasil, tubuhnya mulai melemah, namun tidak dengan semangatnya. Ia duduk di beranda rumah, memeluk lutut, menatap jalan setapak yang sepi dengan tatapan kosong. Air matanya telah mengering, menyisakan perih yang mengendap di dada.Nathan mendapatkan informasi dari salah satu bawahannya jika Nayla hendak dibawa keluar pulau dan sedang dalam perjalanan menuju sebuah pelabuhan oleh ibunya, Veronica. Sementara itu, Nathan berada di dalam mobil, masih berusaha menghubungi sang ibu, Veronica Marshall. Berkali-kali ia menekan nomor yang sama, namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Kepalanya berdenyut karena panik dan lelah, tapi naluri sebagai seorang ayah tak membiarkannya berhenti terlebih ketik dia melirik ke arah Flora, hatinya terasa semakin hancur. Saat ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk dari seseorang yang tak dikenal. “D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status