Saat ini Reynand sedang berada di Grand Residence Apartment. Sebuah apartemen dengan desain eksklusif dan fasilitas premium di kawasan Kebayoran Lama.Bukan tanpa alasan Reynand sampai ke apartemen mewah tersebut. Reynand ingin menyelidiki keberadaan Bram terkait dengan penyelewengan dana 12 miliar. Pasalnya Direktur Utama itu selalu mangkir jika Maya mencarinya untuk minta penjelasan.Semenjak pertemuannya dengan Dokter Wira tempo hari, makin banyak hal-hal ganjil yang ia temui.Hari ini Reynand membuntuti kemana Bram pergi. Itupun atas saran Kevin yang lebih dulu mencurigai ada yang tidak beres dengan Bram. Dan akhirnya perjalanannya membawa Reynand ke apartemen mewah ini.Sengaja dia tidak memakai seragam agar Bram tidak menyadari keberadaannya. Kali ini dia memakai jaket kulit berwarna hitam, topi, dan kacamata baca.Reynand duduk di salah satu kursi di sudut lobi sambil membaca koran. Dari tempatnya berada dia dapat dengan leluasa mengamati orang-orang yang keluar masuk ke dalam a
Reynand sampai di kantor ketika Maya sedang menandatangani berkas-berkas di mejanya."Selamat pagi, Nona.""Siang, Rey. Ini sudah jam berapa." Jawab Maya tetap fokus pada pekerjaannya.Sikap diam Reynand membuat Maya menoleh."Apa ada masalah?""Mmmhhh ... iya. Eh tapi kalau Nona sibuk, nanti aja."Maya menutup berkas dan meletakkan pena pada tempatnya lalu bersandar di kursi."Sekarang aku nggak sibuk. Kamu bisa duduk dan ceritakan ada masalah apa.""Kita ke ruang meeting saja."Maya heran tapi akhirnya berdiri mengikuti Reynand yang telah berjalan terlebih dahulu. Tampak dia berbicara pada Karin."Karin, kami ada meeting dadakan. Batalkan semua agenda Ibu Maya atau tunda sampai siang setelah jam dua.""Karin, berkas yang saya tanda tangani sudah selesai. Kamu bisa ambil di meja saya."Karin melongo melihat kedua atasannya berkata sambil berlalu menuju ruang meeting.Di ruang meeting mereka duduk berhadapan. Kemudian Reynand mengeluarkan sebuah amplop coklat seukuran folio."Apa ini?"
Pukul empat sore Maya sudah sampai di rumah. Dia masuk ke paviliun melalui gerbang samping. Mang Darto yang diminta untuk parkir di depan paviliun sepertinya sudah paham, pasti Bi Munah sudah menceritakannya.Entahlah, sejak dia memergoki Bram dengan Andini dia agak jengah berada dalam rumah itu. 'Tunggulah waktu yang tepat, dan kalian semua akan keluar dari rumahku,' pikir Maya dalam hati yang masih terasa nyeri jika mengingat hal itu.Sampai di kamar hal pertama yang Maya lakukan adalah menghubungi Reynand. Ditekannya tombol memanggil, tapi berkali-kali Reynand dihubungi tidak ada tanda panggilannya terhubung. Maya mencoba mengirim pesan melalui aplikasi berwarna hijau tapi hanya centang satu."Duh kemana lah si Reynand ini. Lagi dibutuhkan malah nggak bisa dihubungi," Maya akhirnya mengalah, " ah nanti sajalah aku hubungi lagi.Lebih baik aku mandi dan bersiap - siap,” katanya kemudian melempar ponsepnya asal
Setengah jam kemudian mereka sampai di sebuah restoran mewah dengan desain Eropa Klasik. Bangunan depan restoran tersebut menjulang tinggi dengan lampu-lampu besar menghiasi setiap sudutnya. Tiang-tiang kokoh terbuat dari marmer dengan warna perpaduan putih gading dan emas semakin membuat kesan mewah pada restoran tersebut.Kedatangan mereka disambut oleh dua orang pelayan di depan pintu masuk. Maya menggandeng lengan Kevin dan melangkah anggun menuju meja yang telah direservasi Kevin terlebih dahulu.Di sebelah kanan kiri mereka terdapat hiasan rangkaian bunga warna warni membuat suasana malam itu benar-benar romantis.Berbagai macam hidangan telah tersaji di meja. Begitulah Kevin, tidak suka menunggu. Sore tadi dia sudah membuat reservasi meja berikut menu makannya. Jadi begitu mereka datang tidak perlu lagi menunggu pesanan datang.Beberapa kali bertemu membuat Maya bisa lebih santai berbincang dengan Kevin. Dia orangnya coo
"Pagi, Cantik."Tiba-tiba Kevin muncul di pintu. Pagi ini sesuai rencana Kevin datang ke kantor Maya untuk membicarakan situasi perusahaan."Hai ... pagi, rajin amat. Jadwal kita jam 10 kan, Vin?""Iya sih, kangen aja buru-buru pengen ketemu kamu." Kevin tertawa ciri khas pemuda tampan itu. Tak ketinggalan buket mawar pink yang selalu dia bawa untuk Maya."Vin, jangan kasih bunga terus lah. Aku nggak enak. Aku harap kamu nggak lupa dengan kata-kataku semalam.""Ah santai ajalah, May. Anggap saja bunga ini sebagai tanda persahabatan kita. Tenang aja, aman. Aku nggak akan maksa kamu kok." Kevin berkata serius."Oke, baiklah. Kalau gitu aku terima."Maya bangkit melangkah mendekati Kevin yang masih berdiri untuk mengambil buket itu. Tapi malang saat hendak melangkah sepatunya sedikit menyenggol salah satu kaki meja membuat dia terhuyung.Kevin menangkap tubuh Maya agar tidak
"Kevin, Reynand, ada apa ini?" Maya menatap mereka tajam meminta penjelasan."Ooh ... nggak papa kok, May. Cuma main-main aja. Ya kan, Rey? Yuk kita mulai meeting-nya."Kevin melepaskan cengkeraman tangan Reynand dan tersenyum sedikit gelagapan. Lalu keluar setelah menepuk-nepuk pundak Reynand dan menuju ruang meeting. Sedang Reynand mendengus kesal. Dia menunduk tidak berani memandang Maya."Mari, Nona. Kita mulai meeting-nya."Maya tak bergeming membuat Reynand terpaksa menatapnya. Mata mereka bertemu. Ada sesak yang menguasai perasaan keduanya."Kamu berhutang penjelasan sama aku, Rey."Kata Maya lirih namun tegas lalu meninggalkan Reynand dan menyusul Kevin menuju ruang meeting. Reynand kemudian menyusul mereka dengan perasaan yang sulit diartikan.Setahun bekerja bersama Maya baru kali ini dia merasakan sesuatu yang sangat mengganggu. Apakah dia cemburu seperti yang Kevin katakan t
Reynand bergegas menghampiri Maya yang ambruk. Beruntung sebelum benar-benar jatuh Kevin sempat menangkapnya. Akan tetapi, posisi Kevin yang tidak siap menopang tubuh Maya ikut terhuyung. Dia terduduk dan Maya jatuh dalam pangkuan Kevin."Nona," Reynand menjerit karena kaget. Dia tidak pernah menyangka pukulannya meleset dan mengenai bahu Maya."Gila lo, Rey. Kalau mukul kira-kira dong. Cewek ini lo kasih bogem ambruklah.""Gue gak sengaja, niat gue ngasih pelajaran elo. Tadi sih gak terlalu kuat harusnya."Reynand panik dan mengambil alih tubuh Maya dari pangkuan Kevin."Kita bawa ke rumah sakit sekarang."Sumpah demi apapun, baru kali ini Reynand gemetaran. Rasa gentar menghadapi preman manapun tak sebanding dengan takutnya saat ini. Siapa sangka atasan yang selama ini dijaga justru terkena pukulannya sendiri.Reyanand tidak mempedulikan pandangan heran para karyawan yang kebetulan me
Reynand terpaksa membiarkan Maya sendiri dulu. Dia sudah hafal jika suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, Maya akan diam seribu bahasa. Dipujuk pun tidak akan mempan, bisa-bisa Reynand justru akan kena semprot Reynand memilih keluar ruangan setelah Bi Munah datang dan memberikan squishi bintang kesayangan Maya."Nitip Nona sebentar ya, Bik."Bi Munah mengangguk lalu menghambur memeluk nona mudanya itu.Sedangkan Reynand memilih duduk di kursi taman dekat dengan ruangan VVIP yang ditempati Maya.Dia memandang sekeliling memperhatikan sekitar lalu menghirup udara berharap sedikit melonggarkan sesak di dadanya.Dia meraih ponsel di saku seragamnya ingin menghubungi Kevin.Namun urung karena dilihatnya ada sebuah notifikasi di aplikasi berlogo kamera. Sebuah aplikasi pemantau CCTV.Reynand membuka notifikasi, seketika nampak di layar monitor Nyonya Widya sedang melakukan panggilan.[Anda tidak perlu khawatir Tuan Dewantara, hari ini putri saya yang bodoh itu kondisinya ngedrop lag