Pukul empat sore Maya sudah sampai di rumah. Dia masuk ke paviliun melalui gerbang samping. Mang Darto yang diminta untuk parkir di depan paviliun sepertinya sudah paham, pasti Bi Munah sudah menceritakannya.
Entahlah, sejak dia memergoki Bram dengan Andini dia agak jengah berada dalam rumah itu. 'Tunggulah waktu yang tepat, dan kalian semua akan keluar dari rumahku,' pikir Maya dalam hati yang masih terasa nyeri jika mengingat hal itu.Sampai di kamar hal pertama yang Maya lakukan adalah menghubungi Reynand. Ditekannya tombol memanggil, tapi berkali-kali Reynand dihubungi tidak ada tanda panggilannya terhubung. Maya mencoba mengirim pesan melalui aplikasi berwarna hijau tapi hanya centang satu."Duh kemana lah si Reynand ini. Lagi dibutuhkan malah nggak bisa dihubungi," Maya akhirnya mengalah, " ah nanti sajalah aku hubungi lagi.Lebih baik aku mandi dan bersiap - siap,” katanya kemudian melempar ponsepnya asalSetengah jam kemudian mereka sampai di sebuah restoran mewah dengan desain Eropa Klasik. Bangunan depan restoran tersebut menjulang tinggi dengan lampu-lampu besar menghiasi setiap sudutnya. Tiang-tiang kokoh terbuat dari marmer dengan warna perpaduan putih gading dan emas semakin membuat kesan mewah pada restoran tersebut.Kedatangan mereka disambut oleh dua orang pelayan di depan pintu masuk. Maya menggandeng lengan Kevin dan melangkah anggun menuju meja yang telah direservasi Kevin terlebih dahulu.Di sebelah kanan kiri mereka terdapat hiasan rangkaian bunga warna warni membuat suasana malam itu benar-benar romantis.Berbagai macam hidangan telah tersaji di meja. Begitulah Kevin, tidak suka menunggu. Sore tadi dia sudah membuat reservasi meja berikut menu makannya. Jadi begitu mereka datang tidak perlu lagi menunggu pesanan datang.Beberapa kali bertemu membuat Maya bisa lebih santai berbincang dengan Kevin. Dia orangnya coo
"Pagi, Cantik."Tiba-tiba Kevin muncul di pintu. Pagi ini sesuai rencana Kevin datang ke kantor Maya untuk membicarakan situasi perusahaan."Hai ... pagi, rajin amat. Jadwal kita jam 10 kan, Vin?""Iya sih, kangen aja buru-buru pengen ketemu kamu." Kevin tertawa ciri khas pemuda tampan itu. Tak ketinggalan buket mawar pink yang selalu dia bawa untuk Maya."Vin, jangan kasih bunga terus lah. Aku nggak enak. Aku harap kamu nggak lupa dengan kata-kataku semalam.""Ah santai ajalah, May. Anggap saja bunga ini sebagai tanda persahabatan kita. Tenang aja, aman. Aku nggak akan maksa kamu kok." Kevin berkata serius."Oke, baiklah. Kalau gitu aku terima."Maya bangkit melangkah mendekati Kevin yang masih berdiri untuk mengambil buket itu. Tapi malang saat hendak melangkah sepatunya sedikit menyenggol salah satu kaki meja membuat dia terhuyung.Kevin menangkap tubuh Maya agar tidak
"Kevin, Reynand, ada apa ini?" Maya menatap mereka tajam meminta penjelasan."Ooh ... nggak papa kok, May. Cuma main-main aja. Ya kan, Rey? Yuk kita mulai meeting-nya."Kevin melepaskan cengkeraman tangan Reynand dan tersenyum sedikit gelagapan. Lalu keluar setelah menepuk-nepuk pundak Reynand dan menuju ruang meeting. Sedang Reynand mendengus kesal. Dia menunduk tidak berani memandang Maya."Mari, Nona. Kita mulai meeting-nya."Maya tak bergeming membuat Reynand terpaksa menatapnya. Mata mereka bertemu. Ada sesak yang menguasai perasaan keduanya."Kamu berhutang penjelasan sama aku, Rey."Kata Maya lirih namun tegas lalu meninggalkan Reynand dan menyusul Kevin menuju ruang meeting. Reynand kemudian menyusul mereka dengan perasaan yang sulit diartikan.Setahun bekerja bersama Maya baru kali ini dia merasakan sesuatu yang sangat mengganggu. Apakah dia cemburu seperti yang Kevin katakan t
Reynand bergegas menghampiri Maya yang ambruk. Beruntung sebelum benar-benar jatuh Kevin sempat menangkapnya. Akan tetapi, posisi Kevin yang tidak siap menopang tubuh Maya ikut terhuyung. Dia terduduk dan Maya jatuh dalam pangkuan Kevin."Nona," Reynand menjerit karena kaget. Dia tidak pernah menyangka pukulannya meleset dan mengenai bahu Maya."Gila lo, Rey. Kalau mukul kira-kira dong. Cewek ini lo kasih bogem ambruklah.""Gue gak sengaja, niat gue ngasih pelajaran elo. Tadi sih gak terlalu kuat harusnya."Reynand panik dan mengambil alih tubuh Maya dari pangkuan Kevin."Kita bawa ke rumah sakit sekarang."Sumpah demi apapun, baru kali ini Reynand gemetaran. Rasa gentar menghadapi preman manapun tak sebanding dengan takutnya saat ini. Siapa sangka atasan yang selama ini dijaga justru terkena pukulannya sendiri.Reyanand tidak mempedulikan pandangan heran para karyawan yang kebetulan me
Reynand terpaksa membiarkan Maya sendiri dulu. Dia sudah hafal jika suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, Maya akan diam seribu bahasa. Dipujuk pun tidak akan mempan, bisa-bisa Reynand justru akan kena semprot Reynand memilih keluar ruangan setelah Bi Munah datang dan memberikan squishi bintang kesayangan Maya."Nitip Nona sebentar ya, Bik."Bi Munah mengangguk lalu menghambur memeluk nona mudanya itu.Sedangkan Reynand memilih duduk di kursi taman dekat dengan ruangan VVIP yang ditempati Maya.Dia memandang sekeliling memperhatikan sekitar lalu menghirup udara berharap sedikit melonggarkan sesak di dadanya.Dia meraih ponsel di saku seragamnya ingin menghubungi Kevin.Namun urung karena dilihatnya ada sebuah notifikasi di aplikasi berlogo kamera. Sebuah aplikasi pemantau CCTV.Reynand membuka notifikasi, seketika nampak di layar monitor Nyonya Widya sedang melakukan panggilan.[Anda tidak perlu khawatir Tuan Dewantara, hari ini putri saya yang bodoh itu kondisinya ngedrop lag
Sudah tiga hari semenjak kepulangannya dari rumah sakit Maya menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan di kamar. Menonton serial kesayangannya atau sesekali membaca novel drama percintaan.Rasa nyeri di bahunya dan kondisi badan yang belum sehat sepenuhnya membuat gadis cantik itu enggan beranjak dari paviliun.Hanya sesekali dia memantau pekerjaan kantor melalui Karin sekretarisnya yang rutin melaporkan setiap pagi. Persiapan syuting iklan sudah melalui persiapan tahap akhir sehingga dia bisa sedikit bersantai.Pagi ini Maya duduk di kursi ayun menghadap jendela sambil membaca majalah yang memperlihatkan koleksi sebuah butik. Sekali-sekali berbelanja untuk memanjakan diri tidak salah sepertinya. Dia berencana mengunjungi butik itu akhir pekan nanti setelah pulang dari kantor.Tok ... tok ... tok pintu kamar di ketok dari luar. Tanpa menunggu instruksi, Bi Munah masuk membawa sebuah nampan berisi sarapan."Non
Dalam layar tampak Maya keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk putih sebatas dada. Reynand terpesona dengan apa yang dilihatnya. Berdosakah sekarang jika dia mengagumi gadis pujaannya itu? Pemandangan itu terlalu indah untuk dilewatkan.Maya berhenti membelakangi kamera seperti mencari sesuatu. Tapi tidak ketemu. Dengan posisi Maya seperti itu, Reynand dapat dengan jelas melihat kaki Maya yang putih mulus karena handuk yang dikenakan Maya berada di atas lutut.Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Jiwa kelakiannya terusik ketika melihat keadaan Maya yang nyaris tanpa busana. Tampak Maya berjalan ke kiri lalu hilang dari layar monitor.Syukurlah ... Reynand mengelus dada. Sedikit merasakan kelegaan akhirnya Maya menghilang dari pandangan. Karena jika terus disuguhi pemandanhan seperti itu Reynand bisa gila dibuatnya. Dia menghela nafas dalam. Sesak di dadanya kini sedikit menghilang.Tapi
"Nggak bisa gitu dong, Om. Aku nggak setuju kalau begini caranya," kata Reynand yang saat ini sudah berada di rumah Dokter Wira.Mereka terlibat dalam sebuah perbincangan tentang bagaimana bisa menangkap Widya dan anak buahnya."Tapi, Reynand, Om juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tolonglah mengerti, semua memang salah Om. Seperti yang sudah kuatakan, Om terjebak dalam lingkaran yang di buat Nyonya Widya. Om buntu, Rey, dan Om butuh seseorang untuk mendukung.""Mendukung untuk membunuh Maya? Tidak, Om. Ini gila ... mana mungkin aku melukai gadis yang sangat aku cintai. Om Wira juga tahu perasaanku seperti apa ke Maya."Reynand frustasi, sedang Dokter Wira hanya terdiam. Dia tahu yang dilakukan terhadap Maya adalah salah. Bagaimanapun nyawa Maya bisa tetancam.Reynand berdiri, dia berjalan mondar mandir, berusaha mencerna pengakuan Dokter Wira. Dan bagaimana bisa ide konyol itu muncul, dan su