Share

5. Obsesi

Author: Nousephemeral
last update Last Updated: 2025-10-07 14:11:17

 Elea tergolek pasrah ketika Rendra melepaskan kain yang menempel di tubuhnya satu persatu hingga tubuh telanjangnya menjadi sasaran mata penuh nafsu Rendra berlabuh.

Sejak Rendra membaringkannya di tempat tidur, Elea tidak sekalipun menatap ke arah pria itu. Sekarang pun, dia masih mempertahankan wajahnya menoleh ke samping. 

Sorot matanya yang tampak kosong dan lelah buat Rendra terusik. Elea memang seringkali mengabaikannya. Bukan sering lagi, selalu. Perempuan itu selalu mengabaikannya.

Jika biasanya Rendra mengatasi pengabaian itu dengan ancaman. Dan menganggap pengabaian Elea adalah hal yang menawan dan justru menganggapnya hiburan, karena sekeras apa pun Elea mengabaikannya, dia tidak akan benar-benar lepas dari genggamannya.

Namun kali ini, Rendra lebih terusik dari biasanya.

Dia merasa marah. Di saat yang sama ada emosi lain yang dia rasakan. Namun, Rendra meragukan yang dia rasakan sekarang tidaklah hanya marah. Tepatnya menyangkal jika ada emosi yang lebih utama akibat diabaikan Elea.

“Liat aku, Lea,” titahnya di balik suaranya yang tajam.

Elea masih bergeming. Telinganya seolah tidak mendengar apa pun. Sementara tatapannya pun masih sekosong sebelumnya.

Kenyataannya memang demikian. Elea tidak fokus. Karena seluruh atensinya sedang tertuju pada kondisi ibunya. Dia sungguh cemas membayangkan sesuatu yang buruk terjadi pada sang ibu. 

Satu-satunya keluarga yang dia punya hanya ibu. Alasannya bertahan hidup hanya karena ibu. Jika ibu tidak ada… lebih baik dia menyusulnya ke mana pun ibunya pergi. 

Dia tidak mau ditinggalkan sendirian. Terlebih ada pria gila yang tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang.

Elea tersentak ketika merasakan usapan halus di sudut matanya. Menoleh hanya untuk mendapati Rendra yang sedang menghapus air matanya yang tanpa sadar kembali keluar.

Elea buru-buru ikut menghapusnya sendiri. Padahal dia sudah bertekad tidak akan menangis lagi di hadapan pria itu. Tapi kenapa dia jadi mudah menangis seperti ini? Mungkin karena berkaitan dengan ibunya, jadi perasaannya lebih sensitif.

Elea menatap Rendra yang menatapnya dalam tatapan yang sulit dimengerti. Dia ingin mengalihkan pandangan lagi, namun malah terjebak dengan mata pria itu. 

Elea sadar alasannya lebih suka mengalihkan pandangan, tidak mau bertatapan lama-lama dengan Rendra karena mata pria itu entah bagaimana caranya selalu berhasil menjebaknya untuk tidak berpaling.

“Aku suka melihat kamu menangis. Tapi, jangan disituasi seperti ini.”

Elea kembali membuang wajahnya ke samping. Menunjukkan raut wajah yang tidak menyenangkan untuk dilihat.

Alih-alih terhibur — seperti biasa— Rendra malah merasa terhina. Dia menyeringai mendengus, lalu merangkum rahang Elea, memaksa wajahnya agar menatapnya.

“Kamu pikir kamu siapa bisa terus mengabaikan aku seperti ini?” tanyanya tajam. “Jadilah tahu diri, Elea. Aku sudah melakukan banyak hal untukmu, bukannya seharusnya kamu harus menunjukkan sikap yang tahu diri?”

 Elea mengepalkan tangan erat. Kata-kata Rendra begitu menohoknya. Memaksa dirinya mengingat semua yang pria itu lakukan untuknya. Dia benci mengakuinya, tapi Rendra tidak sepenuhnya salah. 

Pria itu telah melunasi semua utang keluarganya. Dia juga pernah membantu kakaknya yang terlibat kasus penipuan tidak dipenjara — bahkan dia juga yang mengganti uang korban yang ditipu kakak brengseknya itu. 

Kakak yang telah menjual rumah mereka, namun ternyata masih tetap dianggap anak emas oleh ibunya. Elea masih ingat jelas tangisan ibunya, membujuknya untuk memohon kepada Rendra agar menolong kakaknya.

Elea tidak bisa menyangkal jika bantuan Rendra sangat berarti. Dia tahu harus berutang budi. Tapi, yang dia inginkan bukan dengan cara membuatnya seperti ini. Bukan dengan cara Rendra mendominasi hidupnya yang mematahkan dirinya yang berjiwa bebas.

Dadanya bergemuruh. Ada rasa marah, benci, frustrasi dan kepasrahan bercampur menjadi satu. Dia menatap Rendra penuh emosi, tidak tahu harus membalas bagaimana. Karena apa pun yang dia katakan, Rendra selalu punya cara untuk membuatnya merasa kecil. 

Elea sadar dia memang tidak bisa membayar semua yang telah dilakukan Rendra selain menggunakan tubuhnya. Sungguh Elea menyadari itu. Hanya saja dia merasa marah oleh obsesi Rendra yang terlalu berlebihan.

Elea mungkin tidak akan semarah ini jika Rendra hanya ingin tubuhnya saja. Masalahnya pria itu terobsesi untuk menguasai keseluruhan hidupnya. Rendra tidak memberi jangka waktu yang jelas sampai kapan dia harus melayaninya. Pria itu hanya melakukan sesukanya. 

Elea selalu menanti pria itu akan bosan dengannya. Sayangnya sudah dua tahun berlalu pun, Rendra sama sekali belum kehilangan nafsu kepada tubuhnya.

***

Elea mengerang, dadanya sontak membusung, merasakan kemaluannya yang sempit dan basah dimasuki oleh daging besar dan tebal milik pria di atasnya. 

Mata gelap Rendra yang penuh nafsu memperhatikan bagaimana sosok Elea yang berada di bawahnya tampak sempurna di matanya. Bekas-bekas ciuman dan sentuhannya tersebar banyak, tampak mencolok di kulit perempuan itu yang putih. 

Jejak itu tak hanya menunjukkan betapa Rendra bernafsu kepada Elea, tapi juga menunjukkan obsesinya yang ingin semua orang tahu jika sosok cantik Elea sudah ada pemiliknya — sudah menjadi miliknya.

Selagi menggerakkan pinggulnya maju mundur, menumbuk kejantanannya keluar masuk di dalam kewanitaan sang kesayangan, mata Rendra tak sekalipun berpaling.

Dia perhatikan setiap ekspresi yang tergambar di paras cantik itu ketika dia menggaulinya seperti ini. Elea selalu terlihat menahan diri dan Rendra selalu menggagalkannya dengan mempercepat hujamannya. 

Ujung-ujungnya sekeras apa pun Elea menahan diri, pada akhirnya dia akan mengerang, ikut hanyut ke dalam kenikmatan yang Rendra ciptakan.

Gerakan pinggul Rendra bertambah cepat seiring waktunya. Matanya turun ke bawah hanya untuk melihat kejantanannya keluar masuk di dalam kewanitaan Elea yang tampak merah, merekah dan basah.

Melihat bagaimana sepanjang tegangnya tertelan dengan begitu baik di dalam milik sang perempuan menimbulkan kepuasan tersendiri baginya. Apalagi melihat Elea pun seiring waktu tampak menikmati, itu hanya menunjukkan jika perempuan itu pun tidak bisa sepenuhnya menolaknya.

Mata Rendra kembali naik, jatuh ke wajah Elea yang tampak berkali-kali lipat lebih menawan jika sedang dia buat keenakkan seperti ini.

Bibirnya yang bengkak dan memerah karena ciumannya sedikit terbuka, tampak menggoda, mengundangnya untuk kembali mencumbunya liar. Rambut hitam panjangnya berantakan, tersebar di bantal dengan beberapa helainya menempel di wajah dan lehernya yang basah oleh keringat.

Matanya yang setengah terbuka, memancarkan sorot mata yang begitu redup, bersirobok dengan matanya. 

Elea tampak begitu erotis. Suara-suara yang dikeluarkannya bagaikan musik paling indah di telinganya. Rendra menggeram, mengetatkan rahang ketika merasakan apitan kian kencang di dalam sana.

Elea pasti sudah dekat dengan pelepasannya.

Rendra menunduk untuk kembali melumat bibir Elea sambil mengangkatnya untuk duduk di atas pangkuannya. Elea tersentak, nyaris memekik merasakan kejantanan sang pria semakin tenggelam di dalam miliknya. 

Elea melingkarkan tangannya di sekeliling leher Rendra. Sementara punggungnya melengkung dengan indah. Kepalanya menengadah, memperlihatkan leher jenjangnya yang penuh oleh bercak kemerahan. 

Rendra terus mengamatinya dengan obsesi yang semakin menyala-nyala. Betapa indah dan cantiknya perempuan ini. 

Perempuannya. Kesayangannya. Miliknya. Dunianya.

Elea adalah miliknya. Satu-satunya hal di dunia ini yang bisa membuatnya merasa utuh dan gila. 

Rendra mengakui, jika dia mencintai perempuan ini. Dia memujanya. Tapi juga ingin mendominasinya sepenuhnya, menjadikan Elea bagian dari hidupnya yang tak terpisahkan. 

Rendra meninggalkan kecupan dalam di tulang selangka Elea. Lalu, membisikkan sesuatu yang tidak pernah dia ungkapkan kepada perempuan mana pun, termasuk kepada perempuan yang akan menjadi tunangannya.

“Kamu terlalu cantik untuk dunia ini, Lea,” suaranya serak, hampir seperti gumaman, “dan hanya aku yang berhak melihat kamu seperti ini.”

[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   5. Obsesi

    Elea tergolek pasrah ketika Rendra melepaskan kain yang menempel di tubuhnya satu persatu hingga tubuh telanjangnya menjadi sasaran mata penuh nafsu Rendra berlabuh.Sejak Rendra membaringkannya di tempat tidur, Elea tidak sekalipun menatap ke arah pria itu. Sekarang pun, dia masih mempertahankan wajahnya menoleh ke samping. Sorot matanya yang tampak kosong dan lelah buat Rendra terusik. Elea memang seringkali mengabaikannya. Bukan sering lagi, selalu. Perempuan itu selalu mengabaikannya.Jika biasanya Rendra mengatasi pengabaian itu dengan ancaman. Dan menganggap pengabaian Elea adalah hal yang menawan dan justru menganggapnya hiburan, karena sekeras apa pun Elea mengabaikannya, dia tidak akan benar-benar lepas dari genggamannya.Namun kali ini, Rendra lebih terusik dari biasanya.Dia merasa marah. Di saat yang sama ada emosi lain yang dia rasakan. Namun, Rendra meragukan yang dia rasakan sekarang tidaklah hanya marah. Tepatnya menyangkal jika ada emosi yang lebih utama akibat diab

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   4. Puaskan Aku dengan Benar

    Meskipun Pak Haris tidak mungkin berani melihat ke belakang barang sedikit saja, namun Elea tetap tidak menginginkan Rendra menjamahnya di mobil. Elea tahu seberapa pun dia tidak menginginkan Rendra, sentuhan pria itu bisa buatnya mengeluarkan suara tidak senonoh yang pasti akan sangat memalukan jika didengar orang lain. Sebabnya Elea terus merengek, memohon Rendra tidak melanjutkan. Namun, permintaannya sama sekali tidak didengar. Justru semakin Elea merengek dan memohon, Rendra justru kian menikmatinya. Hasrat yang selama ini dia tahan-tahan selama sebulan sudah tidak bisa ditahan lagi. Rendra menurunkan lengan baju Elea setelah berhasil membuka kancingnya. Dia menaburkan kecupan di sepanjang tulang selangkanya yang indah. Elea menggigit bibir keras-keras, menahan desahannya agar tidak lolos, ketika Rendra memijat-mijat buah dadanya selagi menciumi bahu dan lehernya. Memalukan. Sungguh memalukan. Dilecehkan saat ada orang lain bersama mereka, buat Elea merasa semakin di

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   3. Jangan Di sini

    Saat itu, empat tahun yang lalu, di umurnya yang baru 16 tahun, Elea menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di mansion keluarga Kartanegara. Hal pertama yang melintas di pikiran Elea ketika melihat mansion itu untuk pertama kalinya adalah... betapa tidak adilnya dunia. Saat dirinya kehilangan rumah, saat banyak orang yang harus bertahan hidup di bawah jembatan atau tidur beralas kardus di jalanan, di sini ada sebuah keluarga yang memiliki rumah sebesar ini. Bukan sekadar rumah, tapi mansion raksasa yang berdiri anggun dan megah di atas tanah beribu-ribu hektar luasnya. Dikelilingi pohon-pohon rindang, tumbuh-tumbuhan hijau, bunga-bunga yang cantik. Sangat indah, sangat memanjakan mata, di saat yang sama ada keluarga yang harus tinggal berdesakkan di pinggiran kumuh kota. Elea pikir, mansion seperti milik keluarga Kartanegara hanya terdapat di drama-drama, film-film atau cerita-cerita fiksi saja. Cara pandang Elea mungkin terlalu sempit atau mungkin dia hanya menolak percaya saj

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   2. Tidak Ada Jalan

    Setelah diancam akan digauli di meja makan, Elea akhirnya menyantap sarapannya juga. Setelah sebelumnya izin terlebih dahulu ke kamar mandi untuk membasuh muka dan dia menemukan banyak bekas ciuman yang pria itu tinggalkan di tubuhnya.Tak heran. Semalam pria itu menggaulinya seperti binatang liar. Seolah menumpahkan seluruh hasratnya yang selama sebulan ini tidak bisa tersalur akibat yang menjadi tumpahan hasratnya nekat melarikan diri. Meskipun hanya sebulan saja Elea bisa menjauh dari pria itu. Elea berusaha fokus pada hidangan di hadapannya. Meskipun begitu, dia bisa merasakan tatapan Rendra terus tertuju ke arahnya. Menatapnya yang tengah makan dengan ogah-ogahan. Yang sebelumnya merasa lapar, berubah langsung kenyang hanya dengan duduk sarapan bersama pria itu."Makan dengan benar, Elea," titah Rendra dingin.Ucapan itu bagaimana angin lalu. Karena Elea tetap menunjukkan sikap yang sangat tidak sopan. Dia mengunyah sambil memasang ekpresi seolah begitu muak berada di sana."Mak

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   1. Pelarian yang Sia-sia

    Elea terkapar lemas tidak berdaya.Napasnya terengah. Wajahnya banjir oleh keringat yang bercampur dengan jejak air mata yang sudah mengering.Elea memejamkan mata. Samar-samar, dia mendengar suara air yang mengalir dari kamar mandi. Berpikir pria yang baru saja menggaulinya tengah mandi, Elea ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi. Sayangnya tubuhnya terlalu lemas untuk digerakkan. Kakinya bahkan masih terasa bergetar. Pun di dalam tubuhnya masih terasa mengganjal seperti ereksi pria itu masih tertanam di dalam dirinya. Padahal satu-satunya yang ingin Elea lakukan adalah pergi, bergelung di bawah selimutnya sendiri. Berharap pria itu tidak menemukannya lagi.Saat Elea pikir pria itu tengah mandi, suara samar air yang mengalir tidak lagi terdengar. Disusul suara langkah kaki yang mendekat dan kasur yang ditempatinya bergerak pelan, pertanda ada seseorang yang mendudukinya.Elea masih betah memejamkan mata. Tidak ingin tahu apa yang kemungkinan sedang Rendra lakukan sekarang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status