Home / Romansa / Obsesi Dosen Tampan / Datangnya Sang Penyelamat.

Share

Datangnya Sang Penyelamat.

Author: Amaleo
last update Last Updated: 2025-10-13 10:47:48

Kevin menoleh ke arah pintu. “Pelanggan baru, aku handle—”

“Tidak usah,” potong Noah dengan nada tenang, langkahnya mantap mendekat. “Aku hanya ingin berbicara dengan salah satu staf yang bersama kamu itu.”

Kevin menatap Zelda sekilas. “Kau kenal dia?”

Zelda menggeleng cepat. “T-tidak!” Sembari ia buru-buru bangkit dan kembali di balik counter.

Alis Noah naik sebelah sambil tersenyum licik. Ia berdiri di depan counter sekarang. “Long Black, 2 shots espresso. Tidak pakai gula. Takeaway”

Suara itu membuat Zelda kehilangan napas. Ia berusaha tampak profesional, meraih gelas plastik tanpa menatap wajahnya.

“Baik, Profesor.”

“Profesor?” Kevin menatap mereka bergantian, keningnya berkerut.

Noah hanya menatap Zelda lebih lama, seperti mengingatkan siapa yang memegang kendali. Saat minuman sudah siap, Noah menerimanya dengan dingin dan membayar pesanannya.

“Sampai jumpa setelah kau selesai bekerja,” katanya pelan. “Kita belum sempat bicara panjang.”

Lonceng pintu kembali berbunyi ketika ia keluar. Zelda masih terpaku, tangan dingin menggenggam cangkir kosong.

Kevin mengerjap bingung. “Zelda, itu tadi siapa?”

Zelda menatap pintu yang baru tertutup, dada berdebar. “Bukan siapa-siapa. Cuma … seseorang yang seharusnya tidak aku libatkan dari awal.”

Tepat pukul 22:10, Zelda keluar dari Kedai Kopi yang sudah tutup sambil mengelus tangan kanan yang masih berdenyut perih karena terkena air panas.

Wajahnya tampak lelah—bukan hanya karena pelanggan yang datang tanpa henti, tapi juga karena pikirannya belum bisa lepas dari Noah. 

Sosok itu muncul tiba-tiba di kedainya tadi, seperti badai kecil yang datang tanpa aba-aba dan pergi meninggalkan perasaan aneh di dadanya.

Saat melewati dua orang yang berpapasan dengannya, ia merasa diperhatikan. Seketika udara di sekelilingnya menebal. Naluri membuatnya menoleh sekilas ke belakang.

Dan benar saja—dua pria itu kini mengikuti, dengan botol miras di tangan dan tatapan yang terlalu lama untuk disebut kebetulan.

“Hei, cantik! Sendirian malam-malam begini?” seru salah satu pria itu sambil mengayunkan botol di tangannya. “Ayo ikut kami, hanya mau … bersenang-senang, kok.”

Nada suaranya sengau, disertai tawa mabuk yang membuat Zelda refleks melangkah lebih cepat dari biasanya.

Namun sialnya—sebelum sempat menjauh, seorang pria bertubuh gempal muncul dari persimpangan dan menghadang jalannya.

“Halo, Nona! Kenapa diam saja, hah? Mau kabur, ya?” katanya dengan nada kesal, langkahnya mantap mendekat. 

Zelda menelan ludah. Jantungnya berdegup kencang, tapi tubuhnya seperti membeku di tempat. Ketiga pria yang kini berdiri di depannya tampak lusuh, kotor, dan berbau menyengat. 

Sangat jelas mereka adalah kelompok pemabuk yang tak tahu waktu. Dan sialnya lagi, malam ini Zelda menjadi sasaran mereka.

Tak lama, salah satu pria di belakang Zelda dengan cepat mengunci tangannya dan mulai menahan tubuhnya dengan kasar.

“Ayo, ikut kami! Kalau kau berontak, kau akan tahu akibatnya!”

“Ouch …!” teriak Zelda meringis kesakitan.

Zelda terhuyung jatuh ke tumpukan box dan kardus bekas di sudut gang sempit itu. Suara benda-benda berjatuhan bergema lirih di antara dinding kusam yang basah oleh embun malam. 

Aroma sampah dan alkohol bercampur di udara, membuat kepalanya semakin pusing.

“Diam, jalang! Jangan berani berontak!” tukas pria gempal itu dengan nada marah.

Pria yang lain dengan kasar menarik rambutnya ke atas, memaksa wajah Zelda menghadap ke cahaya lampu jalan yang remang.

“Lihat ini, teman-teman. Jalang ini tersesat  ke tempat yang salah,” ucapnya dengan tawa serak, diikuti tawa mereka yang begitu menakutkan baginya.

Zelda mencoba berontak, tapi tangannya sudah lebih dulu diikat ke belakang menggunakan tali rafia yang mereka ambil dari salah satu box. Nafasnya tersengal, tubuhnya gemetar di antara dingin dan ketakutan.

“Lepaskan aku!” teriaknya, namun hanya dibalas tawa mengejek.

Pria gempal itu mendekat, menepuk pipinya dengan kasar. “Tenanglah, Nona. Kami hanya mau mengobrol sedikit … lebih lama.” 

Sembari menekan setiap katanya, pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga Zelda sambil berbisik dengan nada penuh geraman, “kami ingin menikmati tubuh molekmu sebentar. Setelah itu, kami akan melepaskanmu dengan pakaian yang compang camping.”

Bulu kuduk Zelda meremang sekejap. Ia tak bisa menahan tangisnya—tubuhnya gemetar hebat. Jantungnya berdebar cepat hingga perasaan panik menderainya tanpa peringatan.

Dengan kedua mata yang sudah basah, Zelda menarik napas dan berteriak sekencang-kencangnya.

“T-TOLONG —!!”

“Brengsek! Sudah kukatakan jangan berontak! —” 

Buk!!

Salah satu pria memukul wajah Zelda dengan keras, hingga darah segar perlahan keluar dari sudut bibirnya. Pria satu lagi dengan cepat membekap mulut Zelda dengan sangat kuat dan kasar dari belakang tubuhnya.

“Ayo! Kita lepaskan pakaiannya. Cepat!” teriak pria itu yang sudah menahan tubuh Zelda dengan posisi bertahan. Dan kedua pria lainnya mulai melakukan aksinya pada gadis yang kini sangat tak berdaya.

“Mmhh—!” Zelda menjerit tertahan, napasnya tersengal di balik genggaman pria yang menutup mulut dan menahannya terlalu kuat. Sesekali ia meringis kesakitan di sekujur tubuhnya.

Salah satu pria menarik baju seragamnya dengan kasar, hingga kancingnya terlepas. Dada Zelda menyembul keluar dengan liar, hanya dibungkus renda abu-abu.

“Mmhhn—!!” Kedua mata Zelda membulat hingga ia semakin meronta tak berdaya dan panik ketakutan secara bersamaan. 

“Sial!” geram pria gempal itu pelan. Dan tangan gemuknya dengan gusar meremas kuat salah satu buah dada Zelda yang masih ditutupi oleh bra.

“Lihat dada sintal ini! Dia benar-benar jalang yang sangat pantas sebagai pelampiasan birahi kita!”

Salah satu pria yang lain mulai menahan kedua kaki Zelda sembari merobek celana denimnya dengan kuat dan tergesa-gesa. Selanjutnya, ia menahan kedua kaki telanjangnya dengan paksa, agar Zelda membuka kakinya lebih lebar. 

“Cepat! Lebarkan pahamu atau kita yang memaksamu sampai kakimu patah!”

Cengkeraman mereka terlalu kuat. Udara di gang itu semakin menipis dan mencekik dari segala arah. Zelda hanya bisa gemetar, diliputi ketakutan yang melumpuhkan. 

Ia pun merasakan bahwa nyawanya juga akan ikut terancam seiring berjalannya waktu—jika ia tak bisa membebaskan diri dari sini.

Hingga suatu ketika, derap langkah kaki terdengar di ujung lorong gang sempit itu, dan muncul sosok yang selama ini tidak pernah diharapkan Zelda untuk datang. “Lepaskan dia!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Dosen Tampan   Evakuasi ke Lantai 25

    Tiga pria itu sontak menoleh bersamaan.Zelda masih tak berkutik dipenuhi ketakutan yang sudah terlanjur memenuhi dirinya. Namun di bawah alam sadar, ia seperti mengenal suara berat itu. Bayangan seseorang muncul di bawah lampu jalan yang temaram—tinggi, tegap, dan berwibawa.Zelda tertegun. Sosok itu berjalan mendekat tanpa sedikitpun keraguan.“Aku bilang, lepaskan!” ulangnya.Salah satu pria tertawa sinis sembari bangkit dan melepaskan tubuh Zelda, disusul oleh lainnya.“Siapa lagi bedebah ini?!” Tanya salah satu pria itu, lalu menunjuk Zelda, “kau kenal dengan jalang ini??”Zelda menatap bayangan pria itu yang awalnya terlihat masih samar menjadi terlihat sangat jelas, ketika pria itu terus melangkah maju. Kedua mata Zelda membulat terperangah lemah.“Prof …?” suara Zelda nyaris pecah.Tanpa menoleh pada gadis itu, Noah menatap para pria yang masih berdiri dengan ekspresi bingung dan takut.“Pilih,” ucapnya datar, “kabur sekarang … atau aku pastikan kalian tak bisa berdiri lagi.”

  • Obsesi Dosen Tampan   Datangnya Sang Penyelamat.

    Kevin menoleh ke arah pintu. “Pelanggan baru, aku handle—”“Tidak usah,” potong Noah dengan nada tenang, langkahnya mantap mendekat. “Aku hanya ingin berbicara dengan salah satu staf yang bersama kamu itu.”Kevin menatap Zelda sekilas. “Kau kenal dia?”Zelda menggeleng cepat. “T-tidak!” Sembari ia buru-buru bangkit dan kembali di balik counter.Alis Noah naik sebelah sambil tersenyum licik. Ia berdiri di depan counter sekarang. “Long Black, 2 shots espresso. Tidak pakai gula. Takeaway”Suara itu membuat Zelda kehilangan napas. Ia berusaha tampak profesional, meraih gelas plastik tanpa menatap wajahnya.“Baik, Profesor.”“Profesor?” Kevin menatap mereka bergantian, keningnya berkerut.Noah hanya menatap Zelda lebih lama, seperti mengingatkan siapa yang memegang kendali. Saat minuman sudah siap, Noah menerimanya dengan dingin dan membayar pesanannya.“Sampai jumpa setelah kau selesai bekerja,” katanya pelan. “Kita belum sempat bicara panjang.”Lonceng pintu kembali berbunyi ketika ia ke

  • Obsesi Dosen Tampan   Tanda Kepemilikan.

    "Kenapa kamu tidak menghubungiku?"Zelda tergagap. Jantungnya bertalu-talu dengan keras, sehingga ia tak sadar memalingkan wajah. Noah tak memberinya kesempatan. Ia menangkup wajah Zelda, memaksa gadis itu menatapnya. Cengkramannya terasa dominan."Jangan buang muka dariku, Zelda. Aku membencinya." Geram pria itu tertahan."A-aku ketiduran, Profesor," Zelda berbohong, suaranya gemetar. "Aku pulang … s-sangat larut dari kerja shift malam.."Noah menyeringai licik. "Lelah?"Tanpa aba-aba, Noah menarik tubuh Zelda dengan kasar ke dekapannya. Zelda menjerit kecil, tubuhnya terperangkap rapat.“Profesor —!” Panggil Zelda tercekik. Noah menundukkan kepalanya. Hidung mancungnya menyusuri setiap kontur wajah Zelda hingga ke leher jenjangnya. Ia mulai memberi kecupan liar yang berakhir pada hisapan keras. “Ngh ….” Desahan pelan lolos dari bibirnya, sementara tangannya meronta mendorong bahu Noah. “Prof —!”“Shh …,” desis Noah sambil tangan kanannya kembali menutup bibirnya. “Kamu teriak, s

  • Obsesi Dosen Tampan   Hubungi Aku Malam Ini!

    Zelda menatap lama selembar kartu nama yang baru saja diberikan Noah. Pandangannya kosong, seolah pikirannya masih tertinggal pada rasa takut yang baru saja ia alami. “Aku yakin, setelah ini, kita pasti banyak menghabiskan waktu, apalagi kau jadi mahasiswaku di sini.” Hah!? Zelda hanya menggelengkan kepala. Jadi, dugaannya selama ini benar, Noah memiliki motif tertentu. “Hubungi aku nanti malam. Aku ingin berkenalan lebih baik. Lagipula, kita akan sering bekerja bersama, bukan?” Zelda terdiam beberapa detik. “Uh, aku rasa—” “Jangan terlalu dipikirkan,” ucap Noah dengan nada sedikit memerintah, menyelipkan kartu nama itu ke telapak tangan Zelda sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. “Aku adalah laki-laki sejati. Aku pasti tanggung jawab terhadap perbuatanku dua bulan lalu, Zelda.” Zelda tertohok. Kata-kata itu menyambar hati kecilnya. “Be-bertanggung jawab? A-apa maksudnya, Prof?” Zelda menggigil ketakutan ketika wajah Noah semakin dekat dengannya. “Prof, to-tolong jang

  • Obsesi Dosen Tampan   Dosen Baru di Kelas.

    Tangan Zelda membeku di atas buku catatan. Dia masih memandang wajah Noah, lekat-lekat, untuk memastikan kembali bahwa laki-laki bernama Noah Grimm itu sama dengan Noah Grimm yang sudah mengambil mahkotanya dua bulan lalu. Namun, lamunan itu seketika pudar ketika teman akrabnya, Sarah, menyikutnya pelan. “Ya Tuhan … Apakah dia titisan Dewa Ares yang sering aku dengar di mitologi Yunani itu? Tampan sekali!” Zelda mengerjap cepat dan tak mengindahkan ucapan Sarah yang sangat terlihat mengagumi pria di balik podium itu. Tatapan Noah menyapu kelas dan berhenti tepat di matanya. Itu cukup untuk menghancurkan seluruh tembok pertahanan yang Zelda susah payah bangun. Ia tersenyum tipis. Senyum yang Zelda kenal. Senyum yang dulu datang bersamaan dengan aroma musk bercampur citrus, dan asap rokok di kamar hotel bintang tiga malam itu. Zelda menunduk cepat, pura-pura menulis. Dalam kepalanya, hanya ada satu kalimat, “Dia ingat. Ya Tuhan, dia ingat!” Kali ini, ada sedikit kilatan licik dan r

  • Obsesi Dosen Tampan   Malam yang Memabukkan.

    "Kamu cantik sekali, Zelda," bisik Noah, kali ini benar-benar mendekat, suaranya nyaris hilang ditelan musik. Jari-jarinya dengan lembut menyentuh helai rambut Zelda yang jatuh ke bahu.Zelda tidak bisa bicara, hanya menelan ludah. Kepalanya berputar karena efek alkohol. Entah bagaimana ceritanya,Zelda tiba-tiba pusing dan gairahnya meningkat. Seolah, dia sedang dijebak oleh seseorang.Malam ini sebenarnya perayaan ulang tahun ke-19 Zelda, malam di mana dia memutuskan untuk berhenti menjadi gadis beasiswa yang selalu sempurna, baik akademis ataupun sikap.Ini adalah kali pertama dia mengunjungi bar, tanpa tahu apa efek samping alkohol dan bagaimana dia bersikap ketika mabuk nanti."Aku tahu tempat yang lebih tenang dari ini," Noah melanjutkan, tatapan matanya mengunci mata Zelda.Tanpa kata-kata, Zelda berdiri memandang Noah.Efek alkohol membuat kesadaran Zelda mulai pudar hingga pada akhirnya, dia berjalan mengikuti Noah meninggalkan bar.Di dalam taksi, mereka tidak bicara lagi hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status