Home / Romansa / Obsesi Dosen Tampan / Tanda Kepemilikan.

Share

Tanda Kepemilikan.

Author: Amaleo
last update Last Updated: 2025-10-13 10:40:18

"Kenapa kamu tidak menghubungiku?"

Zelda tergagap. Jantungnya bertalu-talu dengan keras, sehingga ia tak sadar memalingkan wajah. Noah tak memberinya kesempatan. Ia menangkup wajah Zelda, memaksa gadis itu menatapnya. Cengkramannya terasa dominan.

"Jangan buang muka dariku, Zelda. Aku membencinya." Geram pria itu tertahan.

"A-aku ketiduran, Profesor," Zelda berbohong, suaranya gemetar. "Aku pulang … s-sangat larut dari kerja shift malam.."

Noah menyeringai licik. "Lelah?"

Tanpa aba-aba, Noah menarik tubuh Zelda dengan kasar ke dekapannya. Zelda menjerit kecil, tubuhnya terperangkap rapat.

“Profesor —!” Panggil Zelda tercekik.

Noah menundukkan kepalanya. Hidung mancungnya menyusuri setiap kontur wajah Zelda hingga ke leher jenjangnya. Ia mulai memberi kecupan liar yang berakhir pada hisapan keras.

“Ngh ….”

Desahan pelan lolos dari bibirnya, sementara tangannya meronta mendorong bahu Noah.

“Prof —!”

“Shh …,” desis Noah sambil tangan kanannya kembali menutup bibirnya. “Kamu teriak, seseorang akan datang karena suaramu. Jangan berontak dan nikmati saja!”

Gestur tubuh Noah semakin menggoda. Bibirnya dengan lihai masih mengecup dan menjilat setiap lekuk kulit di tempat yang tidak seharusnya.

Mulai dari pipi, bahu, leher jenjangnya dan tulang selangka …

“Ngh —!” Zelda menjerit tertahan, napasnya tersengal di balik genggaman Noah yang menutup mulutnya.

Ditengah cumbuan yang semakin menuntut, tangan besar Noah satunya menelusuri tubuh Zelda dan mencengkram punggungnya posesif, seolah tak ingin gadis itu bergerak sedikit pun.

Tubuh pria itu semakin menahannya agar tetap di tempat, dan semakin terperangkap dalam godaan maut yang diciptakan Noah sendiri.

Disisi lain, Zelda masih berontak. Terus mendorong Noah sekuat tenaga. Namun, perlahan ia hilang kendali karena ia merasa nikmat oleh godaan pria itu. Meski Zelda tahu, bekas merah akan tertinggal di sana.

Tiba-tiba cumbuan itu terhenti.

Zelda membuka matanya dan mengerjap sembari berusaha mengumpulkan kembali dirinya. Bola mata Zelda menyorot Noah yang masih menatap leher jenjang Zelda dengan kepuasan dingin.

"Itu hukuman untukmu karena tidak melakukan apa yang aku minta. Ingat, urusan kita yang sebenarnya belum selesai,” bisiknya.

Beberapa detik kemudian, kedua kaki Zelda sempat lemas. Noah dengan sigap menahannya agar tak jatuh. Zelda menatap tangan besar itu yang masih mencengkeram tubuhnya, lalu mengalihkan pandangannya ke wajah Noah—menemukan ekspresi yang sulit dipahami.

Kini ia yakin, penampilannya pasti tampak berantakan, mungkin juga liar. Zelda menatap Noah tajam, seolah menyalahkan pria itu atas semua yang baru saja terjadi.

Noah tertawa rendah melihat ekspresi Zelda sekarang. Lalu ia melanjutkan. “Waktu itu … kamu sangat tidak sopan karena meninggalkanku pagi buta, sendirian di hotel. Seharusnya kamu meninggalkan pesan singkat di kertas kalau kau pamit pergi."

Tatapan Zelda seketika meredup. Zelda menelan ludah berat, masih merasakan degup jantungnya yang begitu cepat. “A-Aku minta ma … Aah —”

Rasa nyeri itu semakin pekat ketika tangan Noah meraba salah satu payudaranya dan meremasnya cukup kasar. Karena tidak tahan lagi, tangannya menarik baju Zelda yang dimasukkan ke dalam rok, kemudian menerobos kain tipis itu.

“Prof … Akh —!” Desahan Zelda kali ini lebih keras dan tak tertahankan, terlebih ketika Noah berahsil membuka pengait di punggungnya, lalu bermain dengan jari telunjuk.

"Kau tahu, aku tidak bisa melupakan ini," bisik Noah, nafsu yang berbahaya mewarnai suaranya. "Ya Tuhan. Ini ... membuatku candu. Aku menyukainya."

"Profesor, tolong! Mmmph, he-hentikan!" Zelda memohon, dan dengan sekuat tenaga, ia berhasil mendorong Noah sedikit menjauh.

Zelda gemetar ketakutan. "A-Aku minta maaf ... Maafkan aku atas kesalahanku waktu itu. Aku tidak bermaksud—!"

Noah melirik, tampak seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri apakah akan menarik Zelda kembali atau tidak. Melihat tubuh Zelda yang terlalu gemetar, ia akhirnya melepaskan cengkeramannya sambil mundur selangkah.

Di waktu bersamaan, Zelda menghela napas panjang karena sesak yang terasa mencekik dirinya sedari tadi.

"Baiklah. Aku memaklumi, dan menerima permintaan maafmu kali ini,” katanya, nadanya kembali dingin. "Tapi jangan ulangi kesalahan yang sama, Zelda. Tugasmu bukan hanya urusan akademik."

“M-Maksud Anda, Profesor?” tanya Zelda dengan napas terengah.

Noah terkekeh, “Apa kau lupa? Aku memegang ‘rahasiamu’ saat musim panas yang lalu, Nona,” ucapnya dingin.

“Aku bertanya-tanya. Jika aku melaporkan hal itu langsung ke para petinggi Fakultas, apa … kau masih bisa bertahan disini dengan beasiswa mu itu? Atau malah … dikeluarkan dari Kampus?” Ancamnya dingin.

Kedua mata Zelda membulat, tanpa sadar ia menggeleng kepala cepat. “Prof! Aku dari awal tidak bermaksud untuk melakukan itu denganmu. A-Aku sama sekali tak tahu hal seperti ini akan terjadi.” Kedua mata Zelda mulai basah, air mata perlahan jatuh di pipinya.

“T-Tolong … maafkan kesalahanku. Dan … aku mohon, jangan laporkan aku pada dosen lain dan petinggi universitas. Bagaimana kalau ibuku tahu kalau beasiswaku dicabut dan … d-dan —”

Wajah Noah yang semula dipenuhi amarah mendadak berubah. Kedua matanya terpejam rapat, seolah kembali bergulat dengan dirinya sendiri. Namun, reaksi itu lenyap seketika saat ia kembali menatap Zelda—gadis yang kini tampak gemetar, dengan ketakutan yang begitu nyata di matanya.

“Cukup. Kau boleh keluar,” ucapnya datar, sangat tiba-tiba.

Ia menyuruh Zelda keluar lebih dulu. Zelda melihat perubahan raut wajah Noah sebentar sebelum berbalik, membuka pintu darurat, dan berlari terburu-buru menuju toilet.

Di dalam toilet, ia bersandar di tepi wastafel, mencoba menenangkan napasnya yang masih tersengal. Ia melihat bekas hisapan di lehernya di cermin.

Yang paling mengerikan, di tengah ketakutan itu, ia merasakan sensasi sentuhan Noah yang membuatnya merinding, sekaligus membuatnya mendesah, walau sejenak. Namun, dia tahu, ketakutan ini belum berakhir, karena sejak kemarin dan seterusnya nanti, ia harus berhadapan lagi dengan Noah, di dalam kelas.

***

Pukul 19:00. Aroma kopi, susu, dan kayu manis memenuhi The Daily Grind. Zelda berdiri di balik counter, apron tergantung di pinggang, tangannya lincah mengatur mesin espresso—setidaknya mencoba agar pikirannya teralihkan sementara.

Sejak pagi, pikirannya tidak tenang.

Noah bertingkah profesional di kelas, tapi setiap kali ia berbicara, Zelda merasa tanda merah di lehernya seperti terbakar. Tanpa sadar ia menutupi leher itu dengan syal, berharap tak ada yang memperhatikan.

“Sialan! Dia benar-benar ingin membuatku gila,” pikirnya.

Saat menuangkan air, tangannya tak sengaja menyentuh boiler mesin. Panas yang menusuk membuatnya meringis, mundur beberapa langkah.

"Ya Tuhan, Zelda! Hati-hati!" Kevin, rekan kerjanya, langsung mematikan mesin. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya khawatir.

Zelda mengangguk singkat sambil meringis kecil. “Cuma … agak panas,” katanya, berusaha tersenyum meski wajahnya menegang.

Kevin menarik kursi di pojok staf. “Duduk. Aku ambil salep dulu.”

Tak lama ia kembali dengan kotak P3K dan mengoleskan krim dingin di kulit merah itu.

“Terima kasih, Kevin.”

Kevin menatapnya, nada suaranya lembut tapi tegas. “Kau bukannya ceroboh, aku lihat kau terdistraksi oleh pikiranmu sendiri sejak tadi. Apa ada masalah?”

Zelda terdiam sejenak. “Aku baik-baik sa—”

Lonceng pintu berdenting.

Ia refleks menoleh ke arah suara itu, lalu membeku.

Noah muncul dan berdiri disana—turtleneck hitam, sambil menenteng Long coat di tangannya. Sorot matanya menyapu ruangan dengan dingin sebelum akhirnya menemukan Zelda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Dosen Tampan   Evakuasi ke Lantai 25

    Tiga pria itu sontak menoleh bersamaan.Zelda masih tak berkutik dipenuhi ketakutan yang sudah terlanjur memenuhi dirinya. Namun di bawah alam sadar, ia seperti mengenal suara berat itu. Bayangan seseorang muncul di bawah lampu jalan yang temaram—tinggi, tegap, dan berwibawa.Zelda tertegun. Sosok itu berjalan mendekat tanpa sedikitpun keraguan.“Aku bilang, lepaskan!” ulangnya.Salah satu pria tertawa sinis sembari bangkit dan melepaskan tubuh Zelda, disusul oleh lainnya.“Siapa lagi bedebah ini?!” Tanya salah satu pria itu, lalu menunjuk Zelda, “kau kenal dengan jalang ini??”Zelda menatap bayangan pria itu yang awalnya terlihat masih samar menjadi terlihat sangat jelas, ketika pria itu terus melangkah maju. Kedua mata Zelda membulat terperangah lemah.“Prof …?” suara Zelda nyaris pecah.Tanpa menoleh pada gadis itu, Noah menatap para pria yang masih berdiri dengan ekspresi bingung dan takut.“Pilih,” ucapnya datar, “kabur sekarang … atau aku pastikan kalian tak bisa berdiri lagi.”

  • Obsesi Dosen Tampan   Datangnya Sang Penyelamat.

    Kevin menoleh ke arah pintu. “Pelanggan baru, aku handle—”“Tidak usah,” potong Noah dengan nada tenang, langkahnya mantap mendekat. “Aku hanya ingin berbicara dengan salah satu staf yang bersama kamu itu.”Kevin menatap Zelda sekilas. “Kau kenal dia?”Zelda menggeleng cepat. “T-tidak!” Sembari ia buru-buru bangkit dan kembali di balik counter.Alis Noah naik sebelah sambil tersenyum licik. Ia berdiri di depan counter sekarang. “Long Black, 2 shots espresso. Tidak pakai gula. Takeaway”Suara itu membuat Zelda kehilangan napas. Ia berusaha tampak profesional, meraih gelas plastik tanpa menatap wajahnya.“Baik, Profesor.”“Profesor?” Kevin menatap mereka bergantian, keningnya berkerut.Noah hanya menatap Zelda lebih lama, seperti mengingatkan siapa yang memegang kendali. Saat minuman sudah siap, Noah menerimanya dengan dingin dan membayar pesanannya.“Sampai jumpa setelah kau selesai bekerja,” katanya pelan. “Kita belum sempat bicara panjang.”Lonceng pintu kembali berbunyi ketika ia ke

  • Obsesi Dosen Tampan   Tanda Kepemilikan.

    "Kenapa kamu tidak menghubungiku?"Zelda tergagap. Jantungnya bertalu-talu dengan keras, sehingga ia tak sadar memalingkan wajah. Noah tak memberinya kesempatan. Ia menangkup wajah Zelda, memaksa gadis itu menatapnya. Cengkramannya terasa dominan."Jangan buang muka dariku, Zelda. Aku membencinya." Geram pria itu tertahan."A-aku ketiduran, Profesor," Zelda berbohong, suaranya gemetar. "Aku pulang … s-sangat larut dari kerja shift malam.."Noah menyeringai licik. "Lelah?"Tanpa aba-aba, Noah menarik tubuh Zelda dengan kasar ke dekapannya. Zelda menjerit kecil, tubuhnya terperangkap rapat.“Profesor —!” Panggil Zelda tercekik. Noah menundukkan kepalanya. Hidung mancungnya menyusuri setiap kontur wajah Zelda hingga ke leher jenjangnya. Ia mulai memberi kecupan liar yang berakhir pada hisapan keras. “Ngh ….” Desahan pelan lolos dari bibirnya, sementara tangannya meronta mendorong bahu Noah. “Prof —!”“Shh …,” desis Noah sambil tangan kanannya kembali menutup bibirnya. “Kamu teriak, s

  • Obsesi Dosen Tampan   Hubungi Aku Malam Ini!

    Zelda menatap lama selembar kartu nama yang baru saja diberikan Noah. Pandangannya kosong, seolah pikirannya masih tertinggal pada rasa takut yang baru saja ia alami. “Aku yakin, setelah ini, kita pasti banyak menghabiskan waktu, apalagi kau jadi mahasiswaku di sini.” Hah!? Zelda hanya menggelengkan kepala. Jadi, dugaannya selama ini benar, Noah memiliki motif tertentu. “Hubungi aku nanti malam. Aku ingin berkenalan lebih baik. Lagipula, kita akan sering bekerja bersama, bukan?” Zelda terdiam beberapa detik. “Uh, aku rasa—” “Jangan terlalu dipikirkan,” ucap Noah dengan nada sedikit memerintah, menyelipkan kartu nama itu ke telapak tangan Zelda sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. “Aku adalah laki-laki sejati. Aku pasti tanggung jawab terhadap perbuatanku dua bulan lalu, Zelda.” Zelda tertohok. Kata-kata itu menyambar hati kecilnya. “Be-bertanggung jawab? A-apa maksudnya, Prof?” Zelda menggigil ketakutan ketika wajah Noah semakin dekat dengannya. “Prof, to-tolong jang

  • Obsesi Dosen Tampan   Dosen Baru di Kelas.

    Tangan Zelda membeku di atas buku catatan. Dia masih memandang wajah Noah, lekat-lekat, untuk memastikan kembali bahwa laki-laki bernama Noah Grimm itu sama dengan Noah Grimm yang sudah mengambil mahkotanya dua bulan lalu. Namun, lamunan itu seketika pudar ketika teman akrabnya, Sarah, menyikutnya pelan. “Ya Tuhan … Apakah dia titisan Dewa Ares yang sering aku dengar di mitologi Yunani itu? Tampan sekali!” Zelda mengerjap cepat dan tak mengindahkan ucapan Sarah yang sangat terlihat mengagumi pria di balik podium itu. Tatapan Noah menyapu kelas dan berhenti tepat di matanya. Itu cukup untuk menghancurkan seluruh tembok pertahanan yang Zelda susah payah bangun. Ia tersenyum tipis. Senyum yang Zelda kenal. Senyum yang dulu datang bersamaan dengan aroma musk bercampur citrus, dan asap rokok di kamar hotel bintang tiga malam itu. Zelda menunduk cepat, pura-pura menulis. Dalam kepalanya, hanya ada satu kalimat, “Dia ingat. Ya Tuhan, dia ingat!” Kali ini, ada sedikit kilatan licik dan r

  • Obsesi Dosen Tampan   Malam yang Memabukkan.

    "Kamu cantik sekali, Zelda," bisik Noah, kali ini benar-benar mendekat, suaranya nyaris hilang ditelan musik. Jari-jarinya dengan lembut menyentuh helai rambut Zelda yang jatuh ke bahu.Zelda tidak bisa bicara, hanya menelan ludah. Kepalanya berputar karena efek alkohol. Entah bagaimana ceritanya,Zelda tiba-tiba pusing dan gairahnya meningkat. Seolah, dia sedang dijebak oleh seseorang.Malam ini sebenarnya perayaan ulang tahun ke-19 Zelda, malam di mana dia memutuskan untuk berhenti menjadi gadis beasiswa yang selalu sempurna, baik akademis ataupun sikap.Ini adalah kali pertama dia mengunjungi bar, tanpa tahu apa efek samping alkohol dan bagaimana dia bersikap ketika mabuk nanti."Aku tahu tempat yang lebih tenang dari ini," Noah melanjutkan, tatapan matanya mengunci mata Zelda.Tanpa kata-kata, Zelda berdiri memandang Noah.Efek alkohol membuat kesadaran Zelda mulai pudar hingga pada akhirnya, dia berjalan mengikuti Noah meninggalkan bar.Di dalam taksi, mereka tidak bicara lagi hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status