LOGINKaiden berdiri di samping Vino seraya memandang punggung Rita yang semakin menjauh.Ia menyipitkan matanya saat dari kejauhan ia melihat mobil Nolan yang datang untuk menjemput Rita."Apakah kamu melihat Alina di dalam mobil Nolan?" tanya Kaiden seraya menghidupkan rokok.Sekarang ini pikirannya terus di penuhi Alina, ntah kenapa ia ingin selalu berada di dekat wanita itu dan takut kalau sampai kehilangan jejaknya lagi. Vino menyipitkan matanya, mengikuti arah pandang Kaiden. "Nggak lihat, palingan Alina sedang tidur. Di masa kehamilan awal, wanita akan mudah lelah dan sering tertidur. Semua itu terjadi karena perubahan hormon, di tambah katamu Alina tipe orang yang memang suka tidur. Ya mungkin, saat bersama Nolan pun, Alina sering ketiduran." Jelas Vino.Penjelasan Vino langsung membuat ekspresi Kaiden membaik, tapi ingatannya tiba-tiba memutarkan bayangan dari kaca rumah Alina.Bayangan itu jelas memperlihatkan Nolan yang sedang mencumbu Alina, bahkan dengan kurang ajarnya, Alina
Setelah lima belas menit yang terasa seperti detik-detik penuh ketegangan, pintu kamar terbuka perlahan. Rita keluar dengan wajah yang berseri, rambutnya tersanggul rapi menambah kesan anggun yang terpancar dari setiap lekuk wajahnya. Di belakangnya, Risma yang pingsan dan di dudukkan di kursi roda, kulitnya yang pucat kontras dengan gaun panjang berwarna lembut yang membalut tubuhnya. Meski masih dalam keadaan pingsan, pesona tomboy yang selama ini melekat pada Risma seolah tersulap menjadi keindahan yang tenang dan memikat.Vino berdiri tak jauh dari sana, matanya tak lepas menatap sosok yang selama ini ia kenal sebagai gadis yang keras kepala dan sederhana. Kini, melihat Risma dengan riasan halus dan aura anggun yang berbeda, hatinya bergetar. Wajah tanpa riasan yang biasa ia lihat berubah menjadi lukisan hidup yang tak pernah ia bayangkan. Perasaan kagum dan cinta yang selama ini tersembunyi dalam dada, perlahan-lahan mengalir deras tanpa bisa ia tahan.Ia melangkah mendekat
Telepon Nolan kembali berdering, awalnya ia enggan untuk menerima panggilan telepon itu, karena ia mengira kalau panggilan telepon itu dari Ghea. "Ibu ... " Gumamnya, ekspresinya bingung, lalu ia melirik ke arah jam di dinding. "Jam dua belas malam lebih, untuk apa ibu telepon malam-malam begini." Tapi buru-buru ia angkat, saat baru berjalan beberapa langkah. Nolan mendengar Alina menyebut nama Kaiden, tapi ia memilih untuk tidak berpikiran lebih jauh. Mengingat ibunya sedang telepon, mungkin ada sesuatu hal yang penting. Jadi ia mengabaikan ocehan Alina yang sedang tidur. "Apa?!" Teriak Nolan dengan nada terkejut. Lalu ia melirik ke arah ranjang dimana Alina masih tertidur lelap. "Ibu, nggak usah bercanda! Ini sudah malam, KUA nggak mungkin buka. Walaupun Vino bukanlah orang yang nggak bisa kita singgung, tapi Risma masih berumur 20 tahun, masa depannya masih panjang." Setelah mengatakan hal itu, ibunya malah marah besar, terpaksa Nolan menjauhkan ponsel dari telin
Setelah selesai makan malam. Nolan menggendong Alina dengan hati-hati, langkahnya pelan menuju kamar yang remang. Matanya terus menatap wajah istrinya yang tampak lesu, tak seperti biasanya. "Apakah masakanku nggak enak?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.Alina yang berada dalam gendongan itu menggeleng cepat, berusaha tersenyum meski bibirnya terasa pahit. "Enak kok!" jawabnya lirih, suara yang berusaha terdengar meyakinkan.Nolan mencondongkan tubuhnya, menatap Alina lebih dalam. "Kenapa nggak dihabiskan makanannya?"Alina menahan napas, menelan rasa mual yang mulai menggerogoti perutnya. "Maaf, aku sedang nggak nafsu makan," ujarnya pelan, berharap suaminya tak menekan lebih jauh.Setahun berlalu tanpa sentuhan Nolan padanya. Rahasia kecil yang ia simpan dalam diam, kehamilan anak Kaiden yang belum bisa ia ungkapkan. Hatinya bergetar, takut jika kejujurannya akan merusak segalanya.Sesampainya di kamar, Nolan meletakkan tubuh Alina dengan penuh kelembutan. Ia membelai p
Dengan langkah penuh semangat, Vino melangkah keluar dari club yang masih berdengung dengan dentuman musik. Kaiden awalnya tidak ingin ikut campur urusan sahabatnya, terlebih lagi, moodnya sekarang ini sedang buruk. Tapi teringat kalau Alina adalah ipar dari Risma, Kaiden memiliki sebuah ide untuk merusak momen romantis antara Nolan dan Alina sekarang. Mengingat kalau pengobatan Nolan sekarang ini sudah selesai, dan kapan saja pria itu bisa meminta kewajiban pada Alina untuk melayaninya. Membayangkan kalau Alina dan Nolan berhubungan badan, darah Kaiden sudah mendidih. Ingin rasanya ia menghancurkan dunia ini dan isinya. Kaiden terus mengikuti Vino sampai ke rumah pria itu. Matanya sedikit menyipit saat melihat Vino memberi arahan pada para pelayannya untuk membawa seserahan. Tangan kanan Vino juga menggenggam beberapa kotak seserahan yang rapi, dihias dengan pita merah dan bunga melati yang harum semerbak. Matanya berbinar, seolah malam ini adalah kesempatan terakhir yang ha
"Alina!!" Panggil Kaiden dari telepon dengan suara marah. Nolan menyahut, "apakah Alina melakukan kesalahan di kantor?" Tanya Nolan, walaupun sedikit menaruh curiga, tapi ia berusaha tetap menunjukkan sikap tenang. Tanpa di duga, telepon malah di matikan sepihak oleh Kaiden. Nolan menggenggam ponsel Alina dengan jari yang bergetar halus, matanya terpaku pada layar yang gelap dan terkunci. Hatinya bergejolak, sulit dijelaskan antara rasa curiga, takut, dan kecewa yang bercampur menjadi satu. Ia sudah mencoba membuka kunci ponsel itu berulang kali, namun setiap percobaan berakhir dengan kegagalan yang menambah beban di dadanya. Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka dan Alina melangkah keluar, wajahnya yang basah sedikit memerah, alisnya mengerut tajam ketika matanya menangkap suaminya memegang ponselnya. Dalam sekejap, Nolan membaca di balik tatapan itu—ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. "Kaiden barusan telepon, dia marah," suara Nolan membuat bulu kuduk Alina lang







