Renata mendadak melotot horor saat video yang Dayana kirimkan telah hilang, "Gadis licik!" pekiknya. Namun kemarahannya seketika hilang dan senyum seringai terbit.
Karena apa? Karena Renata telah mengirim video itu terlebih dahulu kepada sahabatnya yang bernama Angela Tan dan dia juga sudah mengirim pesan. [Tolong bantu aku! Jangan hapus video ini.] Angela tidak berkomentar, dia hanya mengirim emoji oke. Renata bisa tidur dengan tenang walaupun hatinya sangat hancur. "Ini adalah malam terakhir aku menangisimu Abi!" gumamnya dengan mata penuh tekad. Paginya. Abimana bangun dengan kepala pening, tadi malam dia bermimpi bercinta dengan Dayana. Abimana menggeliat, matanya yang terasa berat menyisir ruangan kamar. Pria itu terlonjak, "Di mana ini!" pekiknya. Dayana terbangun saat mendengar Abimana berteriak, "Kakak ... " panggilnya dengan suara serak khas orang bangun tidur. Wajah Abimana menegang, dia membuka selimut dan tubuhnya polos. "Apa yang sudah kita lakukan Aya?" tanyanya dengan suara tercekat. "Maafkan Kakak," ujarnya lagi. Abimana merasa bersalah karena dia telah merenggut kesucian gadis yang sangat dia cintai. Hingga jawaban Dayana membuatnya tercengang. "Ga papa, Kak! Kakak ga usah merasa bersalah," ujar Dayana dengan santai. Gadis itu mencium pipi Abimana dan turun dari ranjang dengan wajah ceria. Dia tanpa malu berjalan tanpa busana menuju kamar mandi. "Kakak mau ikut?" tanyanya saat di ambang pintu kamar mandi. Abimana yang masih syok menggelengkan kepala. Pria itu cukup heran karena Dayana tampak biasa saja dan tidak merasa kesakitan. Setelah gadis itu masuk ke kamar mandi Abimana menyibak selimut. Sesuai kecurigaannya, di atas seprei bersih tanpa noda apapun. Abimana mengepalkan tangan dengan wajah mengeras, dia memungut dan memakai pakaiannya. Saat Dayana selesai mandi, Abimana menanyakan satu hal yang membuat wajah Dayana memucat, "Siapa orang yang pertama kali menyentuhmu?" Dayana menelan ludahnya, dia cukup kaget. Apalagi Abimana duduk di sisi ranjang dengan rahang mengatup dan sorot mata penuh kekecewaan. "Kenapa Kakak bertanya seperti itu?" tanya Dayana dengan gugup. Dia berjalan mendekat ke arah pria itu namun langkahnya terhenti saat suara Abimana kembali mengalun dengan dingin. "Siapa pria yang mendahuluiku? Katakan!" pekik Abimana tidak terima. Dia sangat marah dan sakit hati. Mungkin jika dia sudah pernah menyentuh wanita lain pasti reaksinya tidak akan seperti itu. Dayana memanyunkan bibirnya, sifat egoisnya mulai terlihat, "Kenapa Kakak marah? Aku juga tidak marah walaupun Kakak melakukannya dengan Renata." "Apa?" Abimana tercengang dengan jawaban gadis itu. "Kamu lupa dengan janji kita dulu? Aku tidak akan menyentuh wanita mana pun selain dirimu! Begitu juga denganmu!" Dahi Dayana berkerut walaupun dia takut karena Abimana tampak murka. Tapi Dayana menepis perasaan takut itu karena dia terlalu percaya diri bahwa Abimana hanya sedang marah. Jadi dia berkata dengan santai dan seolah menantangnya, "Apa buktinya Kakak tidak pernah menyentuh Renata? Lagian aku melakukan itu dengan pria lain karena Kakak pasti akan menyentuh Renata. Kalian bersama selama tiga tahun, tidak mungkin Kakak tidak menyentuhnya." "Dayana!" pekik Abimana, dia langsung berdiri. Sorot matanya semakin menggelap. Dayana terperanjat, jantungnya seketika berdebar kencang. Ini pertama kalinya Abimana membentaknya, dia cukup takut dan khawatir. Gadis itu berjalan mendekati Abimana yang berdiri di sisi ranjang dengan wajah menggelap. Gadis itu menyentuh lengan Abimana dan mulai berkata dengan lembut, "Cukup, Kak. Jangan bahas masalah ini lagi, oke! Siapa pria yang menyentuhku pertama kali itu tidak penting. Yang terpenting aku mencintaimu dulu dan sekarang!" Abimana bukan anak kecil yang akan luluh hanya dengan sebuah ucapan manis. Alasan dia sangat membenci Renata karena wanita itu sudah tidak suci. Dia menganggap Renata wanita murahan yang bisa tidur dengan sembarang pria, begitu pula anggapannya terhadap Dayana sekarang. Dia sangat amat kecewa dengan sikap Dayana yang tidak menunjukan rasa bersalah ataupun penyesalan. "Selamat tinggal, Aya!" Abimana menampik tangan Dayana dengan kasar. Pria itu pergi meninggalkan Dayana yang membeku di tempat. Dayana mulai ketakutan, dia berlari dan memeluk punggung Abimana, dia mulai merengek dengan manja, "Kakak! Apa maksudmu? Maafkan aku Kak! Aku mohon!" "Kamu ternyata sama seperti Renata. Murahan!" ujar Abimana dengan dingin. Dia melepaskan pelukan gadis itu dengan kasar. Mata Dayana membeliak dan berteriak histeris, "Apa maksudmu Kak! Aku berbeda dengan Renata! Kami berbeda!!" pekiknya. Gadis itu menghentakkan kakinya dan mencengkram baju Abimana seperti anak kecil. Abimana meraih tangan gadis itu dan menyentaknya cukup kuat hingga Dayana terhuyung kebelakang. Dia jijik dengan sikap kekanak-kanakan Dayana. Dia benar-benar tidak menyangka bisa jatuh cinta dengan gadis seperti itu. Childish!Karena terlalu bahagia, Renata langsung setuju, "Janji!"Renata kembali mencium bibirnya sekilas namun Abimana menahan tengkuknya. Mereka berciuman dengan mesra di bawah sinar matahari.Renata pun jatuh ke dalam jebakan Abimana. Tiga permintaan itu seperti belenggu yang akan membuatnya tidak bisa melepaskan diri.Mungkin karena selama tiga tahun selalu diabaikan, Renata menjadi terlalu bahagia. Hanya di sogok dengan taman bunga favoritnya, dia langsung luluh. Padahal, seperti kata pepatah, "Janganlah berjanji saat bahagia."Aktifitas mereka terhenti saat ponsel Abimana berdering. Renata pun mendorong pundak pria itu lalu berbisik, "Ponselmu."Abimana tampak tidak puas, lalu merogoh ponselnya di saku. Pria itu berdecak saat tertera nama ibunya di layar. Renata menghapus bekas lipstik di bibir Abimana lalu berkata, "Angkat! Jangan jadi anak durhaka." Renata hendak turun, namun Abimana menahan pinggangnya. Wanita itu pun menyandarkan kepalanya di pundak Abimana dengan manja. Abimana m
Abimana hanya berdehem, lalu berjalan dengan aura kemarahan yang menguar dari tubuhnya. Dia berjalan menuju taman belakang, "Tanaman itu?""Sudah datang," jawab Reino.Setelah sampai, Abimana duduk sambil menyilangkan kakinya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menggigitnya lalu merogoh saku. Saat hendak menyalakan pemantik, dia tertegun saat salah satu tukang mengeluh, "Sayang sekali, bunga-bunga ini sangat indah."Sorot mata Abimana meredup, dia mengamati para tukang mencabut satu persatu tanaman bunga Lily. Ada perasaan tidak rela yang mulai menjalar di hatinya.Dia pun teringat masa lalu.Setelah operasi pencakokan ginjal. Abimana remaja duduk di taman rumah sakit. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan tahi lalat di sebelah ujung bibirnya tersenyum manis padanya. Dia menyodorkan setangkai bunga Lily putih. "Sudah sembuh?"Gadis itu sudah duduk di sebelahnya. Dia memakai gaun berwarna putih, rambut panjangnya tergerai dan mata gadis itu sangat jernih. Mata Abimana berbinar lalu ber
Para netizen mulai melakukan cocoklogi. Semua komentar membanjiri kolom komentar akun Dayana. Gadis itu tidak menyangkal dan tidak membenarkan juga. Membuat para nesizen menjadi semakin penasaran. Dayana sekarang sedang berada di studio musiknya. Gadis itu terkekeh dan ekspresinya terlihat culas. Jari lentiknya bergulir di atas layar, membaca satu persatu komentar yang membuatnya senang. "Anakku ini harus segera punya Ayah!" ujarnya sambil mengelus perutnya yang masih rata. Dayana sangat pandai bersandiwara. Setiap ada wartawan yang mengejarnya, dia akan selalu berkomentar dengan lembut dan rendah hati, "Doakan saja yang terbaik." Jawaban ambigu itu membuat semua orang semakin gencar menebak-nebak. Apalagi saat Dona, Ibu Abimana mengunggah foto dirinya sedang minum teh bersama Dayana di halaman rumahnya. Netizen semakin penasaran, iri sekaligus kagum kepadanya. Bukan hanya terkenal karena bakat dan visualnya. Sekarang Dayana masuk dalam jajaran musisi papan atas yang banyak mendap
Renata menggigit kepala Abimana dengan ganas, dia tidak terima gaun favoritnya di rusak. Itu hadian dari Devan. Abimana menarik kepalanya, wajahnya berubah masam, "Dasar vampir, kamu ingin kepalaku bocor?"Renata tersenyum sinis sambil menghapus darah di bibirnya. Gerakannya membuat Abimana menelan ludah. Dia pun menyambar bibir Renata dan melumatnya dengan lembut.Renata melotot, namun perlahan kelopak matanya turun dan sorot matanya melembut. Kemarahan Renata kembali menguap, dia bahkan sudah lupa bahwa dari tadi dia berteriak meminta cerai.Dua orang itu memejamkan mata. Dengan naluriah tangan Renata terangkat dan membuka kancing piamanya secara perlahan. Tangannya mengelus dada Abimana dengan erotis. Sentuhan itu membuat tubuh Abimana semakin memanas, lumatannya menjadi kasar dan menuntut.Pria itu mengangkat tubuh Renata dan membawanya ke ranjang tanpa melepaskan ciumannya. Di bawah kungkungan dan kendali Abimana, Renata merintih. Abimana mencium pipinya, matanya yang berkabut m
Nafas Renata terasa sesak, sekeras apapun dia menahannya air matanya tetap jatuh berderai. Namun Renata adalah wanita yang keras kepala. Dia mengangkat dagunya dan kembali menantang dan berkata dengan emosional, "Kenapa Abi? Sakit ya? Marah ya? Selama hampir tiga tahun kamu selalu meminta cerai padaku, mempermalukanku, menghinaku. Kamu kira aku tidak sakit hati dan marah. Sekarang aku hanya baru beberapa kali minta cerai dan kamu tidak terima. Aku benar-benar semakin membencimu."Abimana terkekeh, tapi ekspresi wajahnya semakin menyeramkan dan membuat Renata bergidig ngeri. Cengkramannya semakin kuat dan hampir meremukkan pinggang wanita itu. Lalu suaranya mengalun dingin, "Hanya karena ponsel, kamu sampai marah-marah. Kamu memang suka bikin ulah. Kamu lupa dengan janjimu tadi pagi?"Abimana pikir Renata anak kecil yang menangis karena mainannya hilang.Renata meringis sambil mencengkram pergelangan tangannya dan mencoba melepaskan diri. Namun semakin dia bergerak semakin kuat tangan
Abimana mengangkat sebelah alisnya, dia tersenyum, "Jadi kamu menghindar dariku karena marah ponselmu hilang."Renata menghela nafas, kepalanya menoleh, tatapannya begitu dingin dan acuh, "Cepat kembalikan ponselku! Ini sudah hampir tiga hari, ada hal penting yang harus aku lakukan."Abimana menaruh cangkir teh dengan cukup keras. Dia ingin menahan Renata, setidaknya sampai satu minggu. Abimana berdehem, lalu bertanya, "Apa?"Renata mengalihkan pandangan, "Itu urusanku!"Abimana bersandar dengan malas, tatapannya begitu sayu, "Kemari!" ujarnya sambil menepuk sofa di sebelahnya.Renata berdecak kesal, "Abi!!"Abimana mengulang ucapannya dengan lembut, "Kamu ingin ponselmu kan? Kemari dulu."Renata pun menghela nafas panjang, lalu bangun dan menghampirinya dengan enggan. Wanita itu menjatuhkan bokongnya cukup jauh darinya.Abimana tersenyum lembut lalu menarik pinggang wanita itu dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Jauh sekali si!" ujarnya dengan nada menggoda.Renata mencebik, mereka