Hari yang biasanya dipenuhi antusiasme menjelang akhir pekan, tetapi di lantai eksekutif Aldebaran Corp, yang terasa hanyalah ketegangan yang merayap di udara.
Ia tidak menatap Nara ia tidak berbicara dengannya secara langsung kecuali melalui interkom. Nara mengamati Alex dari mejanya: sikapnya lebih kaku, gerakannya lebih terukur, seolah ia sedang berjuang keras untuk menahan dorongan yang ia lepaskan tadi malam.
Nara sendiri merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Setiap kali Vira atau rekan kerja lain masuk ke area mereka, ia merasa panik. Ia takut ada sisa aroma, ada kerutan di blusnya, atau bahkan sisa jejak pada dasi Alex yang ia perbaiki.
Pukul 11.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya untuk pembahasan mendalam mengenai laporan Eterna. Mereka duduk di meja yang sama, tempat di mana mereka melanggar aturan dua malam lalu.
"Laporan ini," kata Alex, menunjuk ke sebuah paragraf mengenai cash flow. "Perlu penekanan ekstra di sini. Aku tidak ingin dewan direksi salah mengartikannya."
Nara mencondongkan tubuh sedikit untuk melihat paragraf yang ditunjuk. "Penekanan seperti apa, Pak? Apakah Anda ingin saya menambahkan analisis risiko di halaman terpisah?"
Alex mengambil pena dan menggarisbawahi tiga kata di paragraf itu. "Tidak perlu halaman terpisah. Cukup perbaiki frasa ini. Ganti 'proyeksi optimis' menjadi 'proyeksi ambisius'. Dan tambahkan frasa 'setelah penyesuaian intensif'."
Nara mencatat. Frasa itu kedengarannya tidak istimewa, tetapi ada sesuatu dalam nada suara Alex, dalam tatapan matanya yang mengunci Nara, yang membuat Nara sadar bahwa ini bukan tentang laporan.
"Baik, Pak. Penyesuaian intensif akan segera saya masukkan," balas Nara, menekankan dua kata itu.
Alex mengangguk. Dan kemudian, ia berkata sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. "Aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam. Aku benci saat aku tidak bisa mengendalikan lingkungan di sekitarku."
Nara mengerti. "Lingkungan" itu adalah pantry, dan "mengendalikan" itu adalah gairah yang ia lepaskan.
"Mungkin Anda perlu istirahat akhir pekan ini, Pak," balas Nara, menjaga suaranya tetap formal.
"Aku akan istirahat," balas Alex, suaranya mengandung janji gelap. "Dan aku akan memastikan bahwa segala sesuatu di sekitarku sudah disiapkan sebelum aku kembali ke sini hari Senin."
Nara segera tahu apa artinya. Segala sesuatu di sekitarnya adalah Nara. Dan disiapkan berarti sesi rahasia mereka pada hari Sabtu di apartemen Alex sudah dikunci.
Nara kembali ke mejanya, mengubah frasa itu di laporan. Ia juga mengirim email ke Alex:
Kepada: Alex Kael (CEO)
Dari: Nara Anjani (Executive Assistant)
Perihal: Tindak Lanjut Laporan Eterna
Pak Alex, saya telah menambahkan penyesuaian intensif yang Anda minta. Saya juga sudah mengonfirmasi bahwa semua berkas yang dibutuhkan untuk proyeksi besok sudah tersedia dan terorganisir.
Sekali lagi, balasan dari Alex datang dengan cepat, hanya satu kata, tetapi maknanya jelas: "Lega."
Hubungan terlarang mereka kini telah berevolusi menjadi bahasa rahasia. Mereka menggunakan diksi korporat, email formal, dan tatapan mata yang cepat untuk menyalurkan keinginan, mengonfirmasi pertemuan, dan mengakui obsesi. Ini adalah permainan yang berbahaya, menguji batas-batas komunikasi, tetapi Nara menyukai rasa mendebarkan dari kerahasiaan ini.
Ia menyadari bahwa gairah mereka tidak lagi hanya tentang sentuhan itu adalah keterikatan mental yang hanya mereka berdua yang bisa memahaminya.
Pukul 17.00, Alex Kael meninggalkan kantor, tidak menoleh. Nara tahu bahwa Alex sedang menahan diri. Ia harus menunggu, menjadi profesional, dan bersiap untuk kontrak rahasia mereka yang akan kembali melanggar aturan dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.
Nara meninggalkan Aldebaran Corp tepat pukul 18.00. Ia sengaja menunggu hingga shift Vira berakhir dan area kantor benar-benar sepi. Di luar, kota sudah ramai oleh kendaraan yang pulang kantor, tetapi Nara merasa terisolasi, hidup dalam dimensi rahasianya sendiri.
Di apartemennya yang minimalis, Nara mencoba kembali ke rutinitas normal, tetapi pikiran dan tubuhnya menolak. Ia seharusnya merasa lelah, namun adrenalin dari permainan kerahasiaan itu membuatnya gelisah.
Ia mengambil dokumen Eterna dan mencoba membacanya sekali lagi, tetapi garis-garis angka itu tampak kabur. Yang terbayang di benaknya hanyalah tangan Alex yang menekan di sisinya, di tengah ruang pantry yang dingin. Nara menyentuh area di pinggulnya, tempat Alex menekannya erat ke meja. Sentuhan itu masih terasa, sebuah hantu gairah yang menolak untuk pergi.
Nara berjalan ke lemarinya. Ia harus memilih pakaian untuk besok, dan kali ini, pilihan itu terasa jauh lebih sulit. Ini bukan lagi pertemuan pertama yang canggung, melainkan pelanggaran berulang dari kontrak yang sudah mereka sepakati. Alex telah mengindikasikan bahwa ia menginginkan kopi panas untuk dua orang sebuah undangan untuk kenyamanan yang lebih dalam, dan risiko yang lebih besar.
Nara memilih kemeja sutra longgar berwarna krem dan celana panjang palazzo yang mengalir. Pilihan yang tampak santai, tetapi kemeja sutra itu memiliki kemampuan untuk sedikit menerawang jika tertimpa cahaya tertentu. Itu adalah pakaian yang menjanjikan keintiman, tetapi masih mempertahankan kesan profesional yang cukup untuk menjadi kedok.
Ia berdiri di depan cermin, mengamati dirinya. Di mata Nara, tidak lagi ada keraguan. Ada gairah dan determinasi. Alex mungkin mengira ia mengendalikan permainan ini dengan aturan dan kode rahasianya, tetapi Nara juga menemukan kekuatannya di sana. Kekuatan untuk menarik Alex keluar dari dinding baja yang ia bangun.
Nara masuk ke kamar mandi, menghidupkan air panas. Aroma sabun berpadu dengan uap air, menciptakan lingkungan yang menenangkan, namun Nara tidak merasa tenang. Ia menyentuh lehernya, tempat Alex mencium dan menghisap tadi malam. Ia membayangkan jari-jari Alex lagi, meraba tepi dadanya. Sensasi itu membuat ia memejamkan mata, membiarkan hasrat yang terlarang itu mengalir.
Aku tidak bisa membiarkan satu sentuhan bodoh menghancurkan karier kita berdua. Kata-kata Alex itu kembali terngiang.
Nara tahu Alex benar. Tetapi setiap kali Alex menghentikan dirinya, itu justru membuat obsesi Nara semakin besar. Ia ingin tahu, sejauh mana pria yang sangat mengendalikan ini bisa didorong sebelum ia benar-benar hancur dan menyerahkan segalanya pada hasrat.
Malam itu, Nara menyadari bahwa ia tidak hanya merencanakan pertemuan kerja ia merencanakan hasrat bersama Alex. Ia akan membawa kopi panas untuk Alex, tetapi ia membawa api untuk kontrak rahasia mereka.
Ia mengirim satu pesan teks ke Alex, menggunakan nomor pribadi yang hanya mereka gunakan untuk hal-hal yang benar-benar darurat.
[Nara]: Sampai jumpa besok, Pak. Saya akan membawa berkas yang sudah disiapkan secara intensif. Dan kopi untuk dua orang.
Nara tidak menunggu balasan. Ia mematikan ponselnya dan membiarkan dirinya tenggelam dalam antisipasi yang panas. Ia sudah siap untuk melanggar aturan lagi.
Hari yang biasanya dipenuhi antusiasme menjelang akhir pekan, tetapi di lantai eksekutif Aldebaran Corp, yang terasa hanyalah ketegangan yang merayap di udara.Ia tidak menatap Nara ia tidak berbicara dengannya secara langsung kecuali melalui interkom. Nara mengamati Alex dari mejanya: sikapnya lebih kaku, gerakannya lebih terukur, seolah ia sedang berjuang keras untuk menahan dorongan yang ia lepaskan tadi malam.Nara sendiri merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Setiap kali Vira atau rekan kerja lain masuk ke area mereka, ia merasa panik. Ia takut ada sisa aroma, ada kerutan di blusnya, atau bahkan sisa jejak pada dasi Alex yang ia perbaiki.Pukul 11.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya untuk pembahasan mendalam mengenai laporan Eterna. Mereka duduk di meja yang sama, tempat di mana mereka melanggar aturan dua malam lalu."Laporan ini," kata Alex, menunjuk ke sebuah paragraf mengenai cash flow. "Perlu penekanan ekstra di sini. Aku tidak ingin dewan direksi salah mengartikan
Chapter Ciuman di pantry itu berbeda dari sebelumnya. Tidak ada kecanggungan seperti yang pertama, dan tidak ada kehati-hatian seperti saat mereka berada di apartemen. Ciuman ini terburu-buru, dipenuhi adrenalin dan bahaya.Alex mendorong Nara perlahan hingga ia tersudut di antara meja marmer dan dinding. Pintu pantry itu memang terkunci otomatis, tetapi suara klik sekecil apapun dari luar bisa menghancurkan segalanya.Gairah membuat mereka bergerak cepat. Alex menjauhkan kepalanya sebentar, napasnya memburu di leher Nara. Tangan besarnya meraba bagian belakang leher Nara, menariknya ke dalam pelukan yang menekan. Nara bisa merasakan detak jantung Alex yang menggila, jauh lebih kencang daripada detak jantungnya sendiri."Aku gila," bisik Alex, suaranya parau, bukan pertanyaan, melainkan pengakuan. "Aku tidak bisa fokus. Setiap rapat, aku hanya memikirkan kapan aku bisa melakukan ini lagi."Nara tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mencengkeram kemeja Alex di bahunya, menariknya k
Ciuman itu menjadi semakin rakus, membakar sisa kesadaran Nara. Gairah Alex terasa liar dan tak terkontrol, sebuah kontras nyata dengan ketenangan di kantor. Ia mendorong Nara dengan lembut, memaksanya bersandar di meja makan, menghimpitnya dengan tubuhnya.Nara membiarkan gairah Alex menguasai, tangannya meraba bahu dan punggung Alex yang kini terasa keras dan tegang. Ia menyadari betapa intim sensasi yang ditimbulkan oleh penampilan Alex yang santai ini hanya kaus tipis yang membiarkan Nara merasakan panas tubuhnya secara langsung.Tangan Alex yang memeluk pinggang Nara kini bergerak liar dan menuntut. Satu tangannya bergeser ke atas, menyelip di bawah gaun navy Nara. Jari-jari Alex yang hangat menyentuh punggung telanjang Nara, memberikan sentuhan yang terlalu intim untuk pertemuan kerja.Saat ciuman mereka semakin dalam, tangan Alex yang satunya menjelajahi sisi tubuh Nara, bergerak dari pinggang, melintasi tulang rusuk, hingga mencapai area terlarang. Ia tidak menyentuh secara la
Nara mencengkeram kemeja linen Alex, punggungnya berbenturan dengan dinding Pantry Lounge Lantai 4 yang dingin. Ciuman mereka rakus, mendesak, dan penuh risiko. Aroma kopi basi dan ambisi bercampur dengan gairah terlarang yang mereka ledakkan di tempat tersembunyi itu."Aku membutuhkan ini lebih dari yang aku butuhkan untuk akuisisi Eterna," bisik Alex,Suaranya parau, sebelum kembali menciumnya dengan kekuatan seorang pria yang kecanduan kontrol. Nara tahu: ini adalah kontrak rahasia mereka, dan dia sudah terjerat jauh.Waktu bergerak lambat dari hari Rabu hingga Sabtu pagi. Nara menghabiskan malam-malamnya dalam kondisi setengah sadar, diisi oleh tumpukan dokumen Eterna dan bayangan tangan Alex yang merayap di bawah blusnya. Ia merasa bersalah, tetapi gairah yang ditimbulkan oleh rasa bersalah itu terasa jauh lebih kuat.Ia adalah wanita dewasa, kompeten, dan sangat tahu risiko yang ia ambil. Hubungan terlarang dengan Alex, bos sekaligus sumber kekuasaan, bisa menghancurkan reputasi
Pagi berikutnya, Nara tiba lebih awal. Ia merasa seperti kriminal yang baru saja meninggalkan lokasi kejahatan. Seluruh tubuhnya tegang, menunggu isyarat pertama dari Alex Kael.Ia menyiapkan Americano di meja Alex. Dingin. Itu adalah perintah yang tidak logis, melanggar kebiasaan Alex, tetapi ia mematuhinya. Perintah itu adalah pengakuan dan kode rahasia mereka.Ketika Alex masuk pukul 07.50, ia tampak lebih kaku. Ada garis gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur. Ia bahkan tidak membalas sapaan Nara, hanya mengangguk dingin dan berjalan lurus ke ruang kerjanya. Pintu kaca buram tertutup, kembali menjadi pembatas.Nara menarik napas lega. Kontrol kembali.Namun, beberapa menit kemudian, bel interkom berbunyi."Masuk," suara Alex terdengar datar.Nara masuk, membawa tablet jadwal. Matanya secara naluriah mencari cangkir kopi dingin itu. Cangkirnya kosong. Alex sudah menghabiskannya.Alex duduk di kursinya, membaca laporan. Ia tidak mendongak."Saya ingin kamu membatalkan rapat deng
Saat Alex kembali mencium bibirnya, tangannya mulai bergerak dari punggung bawah Nara. Gerakannya sengaja melambat, seperti penyiksaan yang manis. Jari-jarinya meluncur di sepanjang tulang rusuk Nara, meraba setiap lekukan yang tersembunyi di balik blus sutra.Blus Nara terasa terlalu tipis sekarang. Alex memperdalam sentuhannya, jarinya menjalar ke sisi dada Nara, memberi tekanan lembut yang mengirimkan gelombang kejut. Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas sesaat.Sentuhan itu membuat Nara sadar penuh akan pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka di ruang direksi, lantai eksekutif. Karyawan lain hanya berjarak satu lift. Setiap sentuhan adalah risiko hancurnya karier."Alex, kita..." Suara Nara tercekat, napasnya putus-putus. Ia memanggil Alex dengan nama, bukan gelar sebuah pelanggaran yang lebih besar.Alex menghentikan sentuhannya di sisi dada Nara, tetapi tidak melepaskan. Tangan besarnya menangkup lembut di sisi rusuk Nara. Ia menatap mata Nara yang kini dipenuhi campuran gair