Share

Pengakuan di Pantry

Penulis: Lembayung
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-06 17:57:37

Chapter Ciuman di pantry itu berbeda dari sebelumnya. Tidak ada kecanggungan seperti yang pertama, dan tidak ada kehati-hatian seperti saat mereka berada di apartemen. Ciuman ini terburu-buru, dipenuhi adrenalin dan bahaya.

Alex mendorong Nara perlahan hingga ia tersudut di antara meja marmer dan dinding. Pintu pantry itu memang terkunci otomatis, tetapi suara klik sekecil apapun dari luar bisa menghancurkan segalanya.

Gairah membuat mereka bergerak cepat. Alex menjauhkan kepalanya sebentar, napasnya memburu di leher Nara. Tangan besarnya meraba bagian belakang leher Nara, menariknya ke dalam pelukan yang menekan. Nara bisa merasakan detak jantung Alex yang menggila, jauh lebih kencang daripada detak jantungnya sendiri.

"Aku gila," bisik Alex, suaranya parau, bukan pertanyaan, melainkan pengakuan. "Aku tidak bisa fokus. Setiap rapat, aku hanya memikirkan kapan aku bisa melakukan ini lagi."

Nara tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mencengkeram kemeja Alex di bahunya, menariknya kembali untuk ciuman yang lebih dalam. Ia membiarkan hasratnya membalas pengakuan itu.

Kemeja Alex yang awalnya kaku dari rapat kini terasa hangat dan lembap. Tangan Nara berani bergerak ke atas, menarik-narik dasi mahal Alex hingga simpulnya sedikit melonggar.

Tangan Alex yang sebelumnya memeluk pinggang Nara kini bergerak cepat, naik ke punggung Nara, meluncur ke atas hingga mencapai ritsleting gaun Nara. Ia tidak membuka ritsleting itu, tetapi jari-jarinya menekan keras di sepanjang garis tulang belakang Nara, seolah ingin menyerap kehangatan tubuh Nara secara keseluruhan.

Kemudian, tangan itu beralih. Dalam gerakan yang berani dan sangat disengaja, tangan Alex menjangkau ke depan, ke gaun yang dikenakan Nara. Alex tidak ragu; telapak tangannya menangkup sisi dada Nara melalui kain. Sentuhan itu adalah pelanggaran mutlak yang mereka sepakati untuk dihindari di kantor.

Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas lagi. Ia merasakan desiran yang menjalar, bukan hanya karena sentuhan itu, tetapi karena risiko yang mereka ambil di lokasi yang begitu publik.

Alex mencondongkan kepalanya, dahi mereka bersentuhan. Matanya gelap, penuh kemenangan karena berhasil menembus lapisan formalitas Nara.

"Aku tahu ini salah," bisik Alex, suaranya kini terasa seperti ancaman dan janji. "Tapi aku tidak peduli, Nara. Ini adalah gairah jam lembur kita. Ini adalah milik kita, dan tidak ada yang perlu tahu."

Nara hanya bisa bernapas pendek. Sentuhan tangan Alex terasa begitu panas, begitu menuntut, hingga ia merasa seluruh tubuhnya mencair. Ia menutup matanya, menyerah pada sensasi itu.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di lorong luar.

Suara langkah itu adalah bel alarm brutal yang langsung menarik mereka kembali ke realitas yang kejam.

Alex menarik tangannya dengan cepat, seolah terbakar. Wajahnya seketika berubah—kembali ke topeng dingin CEO dalam hitungan detik. Ia mendorong Nara menjauh, memaksanya untuk kembali ke jarak aman.

"Seseorang datang," bisik Alex, nyaris tanpa suara. Ia berjalan ke tempat microwave berada, berpura-pura sedang mengambil makanan beku yang dipanaskan.

Nara, dengan jantung yang masih berdebar kencang dan dada yang masih terasa panas bekas sentuhan Alex, bergegas ke wastafel, berpura-pura mencuci tangan.

Pintu pantry terbuka, dan seorang petugas kebersihan masuk, mendorong gerobak peralatan. Petugas itu mengangguk singkat pada mereka, tidak melihat adanya keanehan, lalu mulai mengisi ulang dispenser air.

Nara mencuci tangannya, memastikan ia terlihat tenang. Namun, ia tahu. Alex telah melanggar aturan dalam kontrak rahasia mereka. Dan ia, Nara, telah mengizinkannya.

Petugas kebersihan itu akhirnya pergi, pintu pantry tertutup di belakangnya dengan suara klik pelan. Keheningan yang tiba-tiba kembali terasa lebih memekakkan daripada saat mereka dihampiri.

Alex dan Nara tetap berada di posisi mereka, hanya terpisah beberapa langkah. Alex masih berdiri di dekat microwave tangannya menekan permukaan baja dingin itu, seolah ia sedang menahan sesuatu di dalam dirinya agar tidak meledak. Nara, di sisi wastafel, mencoba menormalkan wajah dan pakaiannya.

"Dasiku," kata Alex, suaranya kembali ke nada perintah yang tenang, tetapi masih ada getaran di sana.

Nara menoleh. Simpul dasi sutra Alex yang mahal memang sudah melonggar dan sedikit miring, akibat ulah tangannya sendiri. Itu adalah bukti fisik dari pelanggaran yang hampir terekam.

Nara berjalan mendekat. Alex diam-diam membiarkannya. Jarak mereka kini hanya beberapa inci. Tanpa bicara, Nara mulai merapikan dasi Alex. Jemarinya yang dingin menyentuh kemeja Alex yang hangat, menciptakan kontras yang tajam. Ia merasakan panas yang memancar dari leher Alex, tempat ia mencondongkan tubuhnya.

Nara harus memiringkan kepalanya sedikit untuk membuat simpul dasi itu sempurna. Aroma napas Alex yang samar menyentuh dahinya. Nara berusaha keras untuk fokus pada simpul kain, bukan pada otot rahang Alex yang bergetar di dekatnya.

Alex menatap mata Nara sepanjang waktu. Tatapannya tidak lagi penuh gairah, tetapi penuh kepemilikan dan penyesalan dingin.

"Jangan pernah melakukan itu lagi," bisik Alex, suaranya sangat rendah. Itu terdengar seperti perintah. "Jangan pernah lagi ada yang melihatmu di dekatku setelah jam delapan. Kita tidak boleh membuat rutinitas yang terprediksi."

"Anda yang datang mencari saya, Pak," balas Nara, ia menyelesaikan simpul itu dan melangkah mundur.

Alex mengangguk. "Dan aku yang akan menghentikannya. Aku butuh kamu di sini, Nara. Aku tidak bisa membiarkan satu sentuhan bodoh menghancurkan karier kita berdua."

Nara tahu, Alex berbicara tentang karier, tetapi ia juga berbicara tentang kontrol. Alex tidak bisa menerima bahwa ia kehilangan kendali dirinya karena seorang asisten di pantry kantor.

"Saya akan pulang sekarang," kata Nara.

"Tunggu," Alex meraih pergelangan tangan Nara. Sentuhan itu adalah pengingat yang menyakitkan. "Apakah ada yang melihatmu naik?"

"Tidak. Saya menggunakan tangga darurat."

"Bagus. Sekarang turunlah. Gunakan tangga darurat lagi ke lantai dasar. Ambil taksi. Jangan ada mobil kantor yang menjemputmu."

Nara mengangguk. Alex melepaskan pergelangan tangannya.

Ketika Nara melangkah pergi, Alex memanggil lagi. "Nara."

Nara berbalik.

Alex berjalan ke meja dan mengambil botol air mineral. "Ambil ini. Dan bersihkan dirimu. Rambutmu berantakan."

Nara meraih botol itu, dinginnya langsung terasa di kulitnya yang panas. Ia berjalan ke wastafel dan membasahi pelipisnya. Di cermin, ia melihat dirinya seorang wanita yang tampak lelah, tetapi matanya bersinar dengan bahaya yang baru ditemukan.

Nara meninggalkan pantry, menuruni tangga darurat ke lantai satu. Saat ia mencapai lobi yang gelap dan kosong, ia merasakan sentuhan Alex dan bau maskulinnya masih melekat pada kulitnya.

Nara tahu bahwa ia harus bersiap. Jika Alex yang perfeksionis ini sudah kehilangan kontrol di pantry, konsekuensi dari pertemuan mereka berikutnya akan menjadi jauh lebih berbahaya. Ia telah menjadi bagian dari obsesi Alex.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kode Dibalik Kata

    Hari yang biasanya dipenuhi antusiasme menjelang akhir pekan, tetapi di lantai eksekutif Aldebaran Corp, yang terasa hanyalah ketegangan yang merayap di udara.Ia tidak menatap Nara ia tidak berbicara dengannya secara langsung kecuali melalui interkom. Nara mengamati Alex dari mejanya: sikapnya lebih kaku, gerakannya lebih terukur, seolah ia sedang berjuang keras untuk menahan dorongan yang ia lepaskan tadi malam.Nara sendiri merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Setiap kali Vira atau rekan kerja lain masuk ke area mereka, ia merasa panik. Ia takut ada sisa aroma, ada kerutan di blusnya, atau bahkan sisa jejak pada dasi Alex yang ia perbaiki.Pukul 11.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya untuk pembahasan mendalam mengenai laporan Eterna. Mereka duduk di meja yang sama, tempat di mana mereka melanggar aturan dua malam lalu."Laporan ini," kata Alex, menunjuk ke sebuah paragraf mengenai cash flow. "Perlu penekanan ekstra di sini. Aku tidak ingin dewan direksi salah mengartikan

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan di Pantry

    Chapter Ciuman di pantry itu berbeda dari sebelumnya. Tidak ada kecanggungan seperti yang pertama, dan tidak ada kehati-hatian seperti saat mereka berada di apartemen. Ciuman ini terburu-buru, dipenuhi adrenalin dan bahaya.Alex mendorong Nara perlahan hingga ia tersudut di antara meja marmer dan dinding. Pintu pantry itu memang terkunci otomatis, tetapi suara klik sekecil apapun dari luar bisa menghancurkan segalanya.Gairah membuat mereka bergerak cepat. Alex menjauhkan kepalanya sebentar, napasnya memburu di leher Nara. Tangan besarnya meraba bagian belakang leher Nara, menariknya ke dalam pelukan yang menekan. Nara bisa merasakan detak jantung Alex yang menggila, jauh lebih kencang daripada detak jantungnya sendiri."Aku gila," bisik Alex, suaranya parau, bukan pertanyaan, melainkan pengakuan. "Aku tidak bisa fokus. Setiap rapat, aku hanya memikirkan kapan aku bisa melakukan ini lagi."Nara tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mencengkeram kemeja Alex di bahunya, menariknya k

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Gairah Jam Lembur

    Ciuman itu menjadi semakin rakus, membakar sisa kesadaran Nara. Gairah Alex terasa liar dan tak terkontrol, sebuah kontras nyata dengan ketenangan di kantor. Ia mendorong Nara dengan lembut, memaksanya bersandar di meja makan, menghimpitnya dengan tubuhnya.Nara membiarkan gairah Alex menguasai, tangannya meraba bahu dan punggung Alex yang kini terasa keras dan tegang. Ia menyadari betapa intim sensasi yang ditimbulkan oleh penampilan Alex yang santai ini hanya kaus tipis yang membiarkan Nara merasakan panas tubuhnya secara langsung.Tangan Alex yang memeluk pinggang Nara kini bergerak liar dan menuntut. Satu tangannya bergeser ke atas, menyelip di bawah gaun navy Nara. Jari-jari Alex yang hangat menyentuh punggung telanjang Nara, memberikan sentuhan yang terlalu intim untuk pertemuan kerja.Saat ciuman mereka semakin dalam, tangan Alex yang satunya menjelajahi sisi tubuh Nara, bergerak dari pinggang, melintasi tulang rusuk, hingga mencapai area terlarang. Ia tidak menyentuh secara la

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Dilema dan Gaun yang Terlarang

    Nara mencengkeram kemeja linen Alex, punggungnya berbenturan dengan dinding Pantry Lounge Lantai 4 yang dingin. Ciuman mereka rakus, mendesak, dan penuh risiko. Aroma kopi basi dan ambisi bercampur dengan gairah terlarang yang mereka ledakkan di tempat tersembunyi itu."Aku membutuhkan ini lebih dari yang aku butuhkan untuk akuisisi Eterna," bisik Alex,Suaranya parau, sebelum kembali menciumnya dengan kekuatan seorang pria yang kecanduan kontrol. Nara tahu: ini adalah kontrak rahasia mereka, dan dia sudah terjerat jauh.Waktu bergerak lambat dari hari Rabu hingga Sabtu pagi. Nara menghabiskan malam-malamnya dalam kondisi setengah sadar, diisi oleh tumpukan dokumen Eterna dan bayangan tangan Alex yang merayap di bawah blusnya. Ia merasa bersalah, tetapi gairah yang ditimbulkan oleh rasa bersalah itu terasa jauh lebih kuat.Ia adalah wanita dewasa, kompeten, dan sangat tahu risiko yang ia ambil. Hubungan terlarang dengan Alex, bos sekaligus sumber kekuasaan, bisa menghancurkan reputasi

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan dan Rahasia

    Pagi berikutnya, Nara tiba lebih awal. Ia merasa seperti kriminal yang baru saja meninggalkan lokasi kejahatan. Seluruh tubuhnya tegang, menunggu isyarat pertama dari Alex Kael.Ia menyiapkan Americano di meja Alex. Dingin. Itu adalah perintah yang tidak logis, melanggar kebiasaan Alex, tetapi ia mematuhinya. Perintah itu adalah pengakuan dan kode rahasia mereka.Ketika Alex masuk pukul 07.50, ia tampak lebih kaku. Ada garis gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur. Ia bahkan tidak membalas sapaan Nara, hanya mengangguk dingin dan berjalan lurus ke ruang kerjanya. Pintu kaca buram tertutup, kembali menjadi pembatas.Nara menarik napas lega. Kontrol kembali.Namun, beberapa menit kemudian, bel interkom berbunyi."Masuk," suara Alex terdengar datar.Nara masuk, membawa tablet jadwal. Matanya secara naluriah mencari cangkir kopi dingin itu. Cangkirnya kosong. Alex sudah menghabiskannya.Alex duduk di kursinya, membaca laporan. Ia tidak mendongak."Saya ingin kamu membatalkan rapat deng

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Konsekuensi dan Obsesi

    Saat Alex kembali mencium bibirnya, tangannya mulai bergerak dari punggung bawah Nara. Gerakannya sengaja melambat, seperti penyiksaan yang manis. Jari-jarinya meluncur di sepanjang tulang rusuk Nara, meraba setiap lekukan yang tersembunyi di balik blus sutra.Blus Nara terasa terlalu tipis sekarang. Alex memperdalam sentuhannya, jarinya menjalar ke sisi dada Nara, memberi tekanan lembut yang mengirimkan gelombang kejut. Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas sesaat.Sentuhan itu membuat Nara sadar penuh akan pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka di ruang direksi, lantai eksekutif. Karyawan lain hanya berjarak satu lift. Setiap sentuhan adalah risiko hancurnya karier."Alex, kita..." Suara Nara tercekat, napasnya putus-putus. Ia memanggil Alex dengan nama, bukan gelar sebuah pelanggaran yang lebih besar.Alex menghentikan sentuhannya di sisi dada Nara, tetapi tidak melepaskan. Tangan besarnya menangkup lembut di sisi rusuk Nara. Ia menatap mata Nara yang kini dipenuhi campuran gair

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status