Home / Romansa / Obsesi Setelah Rapat Malam / Mencuri Waktu Di Perjalanan Bisnis

Share

Mencuri Waktu Di Perjalanan Bisnis

Author: Lembayung
last update Last Updated: 2025-10-11 10:25:59

Alex memasuki kantor dengan aura yang tampak lebih tenang dari biasanya. Ketegangan di rahangnya sedikit berkurang.

Pukul 09.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya.

"Nara, aku harus melakukan perjalanan bisnis mendadak. Ada masalah besar dengan investasi kita di luar negeri, di Milan," kata Alex, menunjuk ke peta kecil Italia yang tergantung di dindingnya.

Nara segera membuka tablet-nya. "Baik, Pak. Kapan keberangkatan?"

"Nanti malam. Pukul 22.00 dari Changi. Pesawat pribadi. Dan kamu ikut."

Nara mendongak, terkejut. "Saya? Bukankah seharusnya Tuan Bima dari tim keuangan yang ikut?"

"Tidak," jawab Alex tegas, tatapannya mengunci Nara. "Masalah ini melibatkan negosiasi kontrak rumit dan aku butuh seseorang yang benar-benar bisa kupercayai untuk mengurus semua detailnya. Dan itu kamu."

Nara merasakan lonjakan adrenalin. Perjalanan bisnis internasional adalah level risiko tertinggi. Berhari-hari sendirian dengan Alex di negara asing. Kontrak rahasia mereka akan diuji hingga batas maksimal.

"Baik, Pak. Saya akan menyiapkan visa dan mengatur akomodasi," kata Nara, menjaga suaranya tetap profesional.

"Akomodasi," sela Alex, dengan senyum tipis yang hanya ia tunjukkan saat mereka berdua. "Sudah kuatur. Kita akan menginap di Presidential Suite di Hotel Excelsior. Ruangan terpisah, tentu saja. Tapi... satu lantai."

Nara mengangguk, menyadari bahwa setiap detail kecil yang diucapkan Alex adalah kode. Satu lantai. Dekat. Risiko tinggi.

"Saya akan segera memesan penerbangan dan menyiapkan berkas presentasi, Pak," kata Nara.

"Bagus," Alex bersandar di kursinya. "Dan satu hal lagi, Nara. Kita akan kembali hari Kamis malam. Aku sudah mengatur jadwal untuk memastikan kita bisa mencuri waktu selama di sana."

"Mencuri waktu untuk pekerjaan, Pak?" tanya Nara, ia tidak bisa menahan nada provokatifnya.

Alex tertawa kecil, suara tawa yang jarang dan rendah, yang membuat Nara merasakan sentakan aneh. "Tentu saja, Nara. Pekerjaan. Aku punya banyak berkas yang butuh penyesuaian intensif darimu di luar jam kantor. Italia adalah tempat yang sempurna untuk menghilangkan gangguan."

Nara berbalik, tangannya mencengkeram tabletnya erat-erat. Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah permainan yang berbahaya, dan Alex baru saja menaikkan taruhannya ke level internasional.

Sepanjang hari itu, persiapan untuk Milan dipenuhi dengan sinyal rahasia yang tersembunyi dalam email resmi.

Alex: "Pastikan kamu membawa pakaian yang sesuai untuk pertemuan malam hari, Nara. Kita harus tampil meyakinkan di mata investor Italia." (Kode: Bawa sesuatu yang lebih dari sekadar gaun kantor).

Nara: "Saya akan pastikan semua detail sudah diatur, Pak. Dan saya akan membawa dokumen pendukung yang tebal jika terjadi masalah yang tak terduga." (Kode: Saya siap menghadapi godaan).

Pukul 21.00, Alex dan Nara berada di lounge pribadi di bandara. Mereka duduk terpisah, menjaga jarak di depan pilot dan pengawal Alex. Namun, di bawah meja, kaki Alex bergerak dan menyentuh pergelangan kaki Nara. Sentuhan itu singkat, profesional, tetapi mengirimkan pesan yang jelas: Kita bersama dalam hal ini.

Saat naik ke pesawat pribadi yang mewah, Nara tahu, tiga hari ke depan, mereka tidak akan hanya menegosiasikan kontrak investasi, tetapi mereka akan menegosiasikan kembali batas-batas dari obsesi terlarang mereka.

Nara duduk di kursi kulitnya yang empuk. Ia mengenakan blazer longgar dan celana yang nyaman, tetapi ia merasa tidak tenang. Alex duduk tepat di seberangnya, di balik meja kecil yang berfungsi sebagai ruang kerja mini. Setelah instruksi singkat kepada pilot, Alex segera fokus pada laptopnya, memasang headset peredam bising.

Meskipun secara fisik mereka terpisah oleh meja, kehadiran Alex terasa sangat mencekik. Ia tidak mengenakan dasi, kemejanya sudah dilipat hingga siku, memperlihatkan lengannya yang tegap dan berotot. Jendela kabin memantulkan cahaya redup dari layar laptopnya, menyorot garis rahangnya yang tajam. Ia tampak berbahaya dan rentan di saat yang bersamaan.

Dua jam pertama berlalu dalam keheningan yang tegang, hanya diisi oleh suara halus mesin pesawat. Nara mencoba membaca dokumen-dokumen Eterna, tetapi setiap beberapa menit, matanya akan terangkat, menangkap Alex.

Sekitar tengah malam, Nara meletakkan dokumennya. Ia merasa dehidrasi. Ia bangkit dan berjalan ke area mini-bar di belakang kabin. Ketika ia menuangkan air ke gelasnya, Alex melepas headset-nya.

"Kenapa tidak minta pada pramugari?" tanya Alex, suaranya pelan dan menguasai ruang sunyi itu.

"Saya tidak ingin mengganggu," jawab Nara, mencoba mempertahankan formalitas.

Alex berdiri, berjalan ke Nara. Jarak mereka kini hanya beberapa inci, terperangkap di sudut kabin yang kecil. Bau cologne maskulin yang hangat itu campuran leather dan cedarwood langsung memenuhi indra Nara.

"Mengganggu?" ulang Alex. Ia mencondongkan tubuh ke depan, suaranya menjadi bisikan yang panas di telinga Nara. "Aku adalah satu-satunya gangguanmu di sini, Nara. Dan kamu tahu itu."

Tanpa peringatan, Alex meraih pinggang Nara, menariknya maju hingga tubuh mereka bersentuhan. Gerakan itu cepat dan kejam, menghilangkan semua jarak yang mereka jaga. Nara terkesiap, tangannya menumpu di dada Alex untuk menyeimbangkan diri.

"Kita di pesawat, Alex," bisik Nara, ia menyebut nama depan Alex, sebuah pelanggaran yang otomatis.

"Aku tahu. Dan di sini, tidak ada tembok kaca buram, tidak ada Vira, tidak ada dewan direksi," balas Alex, suaranya serak. Ia tidak mencium Nara, ia hanya menekan dirinya ke tubuh Nara, membiarkan keintiman dari kedekatan yang tak terhindarkan itu menjadi penyiksaan yang manis.

Tangan Alex bergerak ke atas dan ke bawah pinggul Nara, menariknya semakin rapat. Nara merasakan panas yang menjalar dari perutnya. Kelelahan dari hari yang panjang, ditambah dengan adrenalin bahaya, membuat ia tak berdaya.

"Pramugari bisa"

"Mereka tidur," potong Alex, dengan nada mendominasi yang membuat Nara tidak ingin membantah. "Ini adalah waktu curian kita, Nara. Tiga hari. Jauh dari semua yang mengikat kita."

Alex akhirnya memiringkan kepalanya, dan bibir mereka bertemu dalam ciuman yang memuaskan dan lama tertahan. Ciuman itu dalam dan penuh hasrat, sebuah pernyataan tanpa kata tentang obsesi yang tidak bisa dihentikan. Tangan Alex bergerak dari pinggul, merambat ke atas punggung Nara, menekan punggungnya dengan kuat.

Nara membalas ciuman itu, tangannya merangkul bahu Alex. Untuk sesaat, ia melupakan Milan, Eterna, dan semua risiko. Hanya ada keintiman mendalam di dalam tabung logam yang terbang tinggi di atas Samudra Hindia.

Ketika mereka terpisah untuk mengambil napas, Alex tidak melepaskan. Ia menyandarkan dahinya di dahi Nara, pandangan matanya mencari izin.

"Kamu milikku di sini," bisik Alex.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Bayangan di Pesta Pertunangan

    Setelah dua bulan menenggelamkan diri dalam pekerjaan dan membangun perusahaannya, Nara kembali ke Jakarta. Bukan untuk menetap, melainkan untuk memenuhi hukuman terakhir yang ia tetapkan sendiri: menyaksikan Alex Kael terikat selamanya.Pesta pertunangan resmi Alex dan Eliza diadakan di Grand Ballroom yang mewah, menjadi puncak dari sandiwara yang telah mereka rancang. Nara tidak lagi datang sebagai 'tamu bisnis'. Ia datang sebagai pemilik perusahaannya sendiri, membawa aura kesuksesan yang dingin dan tak terbantahkan.Nara mengenakan gaun velvet berwarna hijau zamrud yang elegan dan jauh lebih mewah daripada gaun hitam di acara sebelumnya. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, memancarkan kepercayaan diri yang brutal. Di lehernya, ia mengenakan kalung sederhana namun berkelas, tanpa perhiasan mencolok, ia membiarkan kesuksesannya menjadi satu-satunya aksesorisnya.Nara melangkah masuk ke ballroom yang ramai. Seketika, ia merasakan perubahan atmosfer yang familier—perhatian terf

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Sebuah Sandiwara

    Eliza, yang haus akan pengakuan dan stabilitas, terbius oleh penampilan Alex yang meyakinkan. Ia merasa Alex akhirnya serius. Sandiwara itu kembali berjalan, tetapi bagi Alex, setiap senyuman yang ia berikan pada Eliza adalah pengkhianatan yang ia bayar dengan rasa sakit Nara.Sementara Alex terperangkap dalam kemewahan palsunya, Nara kembali ke apartemen kecilnya di Zürich. Nara melakukan hal yang sama: memulai sandiwara baru untuk dirinya sendiri. Sandiwara kemandirian.Nara tahu, ia tidak bisa mengalahkan pengaruh Aldebaran dengan uang atau kekuasaan. Ia harus mengalahkan mereka dengan kreativitas dan inovasi. Nara mulai menggunakan laptop barunya untuk membangun jaringan profesionalnya di Eropa. Ia tidak melamar pekerjaan; ia mulai merancang proyek konsultasi independen sebuah ide brilian yang ia kembangkan saat bekerja untuk NovaTech.Proyeknya adalah tentang analisis risiko strategis untuk perusahaan-perusahaan start-up teknologi di Eropa, sebuah area yang jauh dari jangkauan Al

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pelucutan Terakhir

    Alex berdiri di hadapan Nara, tubuhnya menjadi perpaduan sempurna antara ancaman dan gairah. Nara telah memaksanya meninggalkan sandiwara dan tunangannya di pegunungan, hanya untuk menghadapi kebenaran di kota yang dingin ini."Apa yang kamu inginkan, Nara?" desak Alex lagi, suaranya serak. "Kamu memanggilku ke sini dengan ancaman risiko hukum. Itu adalah kebohongan. Kamu memanggilku karena kamu ingin menghukumku.""Saya memanggil Anda ke sini karena saya butuh penutupan," balas Nara, suaranya mantap. Ia tidak berteriak; ia berbicara dengan ketenangan yang menghancurkan. "Anda menghancurkan karir saya, Alex. Anda membuat saya aset yang tidak dapat dipekerjakan di mana pun di dunia. Saya datang untuk menuntut kompensasi terakhir.""Kompensasi finansial?" tanya Alex, ia mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya. "Ambil. Ambil semua yang kamu mau. Tapi pergi!""Bukan uang," potong Nara, menatap kartu itu dengan jijik. "Uang Anda menjijikkan. Saya menuntut kebenaran. Saya menuntut Anda

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kebebasan yang Dingin

    Nara tiba di Zürich, Swiss. Ia memilih kota itu karena keterasingannya dari jaringan bisnis Alex dan keterkenalannya akan kerahasiaan tempat yang sempurna untuk menyembunyikan kebenaran yang berat.Udara Zürich terasa dingin dan bersih, sebuah kontras nyata dengan kekacauan yang baru saja ia tinggalkan di Jakarta. Nara menyewa sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, jauh dari kemewahan suite yang Alex hibahkan. Ia ingin menghapus semua jejak kendali Alex dari hidupnya.Minggu pertama Nara dipenuhi dengan kesibukan yang terpaksa. Ia belajar bahasa lokal, mencari informasi tentang pasar kerja internasional, dan yang paling penting, memproses perpisahan yang brutal yang ia alami. Flash drive yang berisi semua bukti pengakuan obsesi Alex setiap kode, setiap chat, dan speech lamaran tersimpan aman di sebuah kotak tersembunyi. Itu adalah senjata pamungkasnya, yang ia harap tidak perlu digunakan.Nara tahu, Alex pasti sudah menyadari kepergiannya dan penolakan untuk dihubungi. Keheningan d

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Awal Kehancuran

    Pagi harinya, suasana di suite pertunangan terasa dingin dan beku. Alex keluar dari ruang kerjanya. Wajahnya pucat, tetapi topeng CEO telah dipasang kembali—lebih keras dan lebih tak bernyawa dari sebelumnya.Eliza sudah menunggunya di ruang tamu. Ia mengenakan gaun tidur sutra, tetapi tatapan matanya tajam dan penuh perhitungan."Apa yang terjadi tadi malam?" tanya Eliza, nadanya menuntut. "Kau tidak menyentuhku. Kau mengurung diri di ruang kerja. Dan kau menyebut wanita lain saat kau sedang mabuk champagne."Alex berjalan ke minibar dan menuangkan air dingin. "Aku lelah, Eliza. Tekanan dari Ayahku dan Dewan Direksi sangat besar. Wanita yang kau maksud hanyalah asisten yang aku pecat. Aku memikirkannya karena dia adalah aset yang hilang, dan itu merugikan Aldebaran.""Bohong," balas Eliza. "Kau tidak hanya memikirkan aset. Kau marah. Kau terobsesi pada wanita itu. Dan aku melihatnya, Alex. Aku melihat bagaimana kau memegang pinggulnya saat di ballroom itu bukan sentuhan formal. I

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Neraka Sang Pengantin

    Nara pergi, tetapi kehadirannya tertinggal di ballroom itu, menari di antara gemerlap kristal dan senyuman palsu. Alex berdiri membeku di sudut ruangan. Lengan yang baru saja ia gunakan untuk menarik Nara terasa dingin dan hampa.Tuan Kael Senior segera mendekat, matanya menyala marah. "Apa yang baru saja kau lakukan, Alex? Kau membiarkan asistenmu menghinaku dan merusak suasana! Dan kenapa dia begitu berani menolak tawaranku?""Ayah, Nona Nara Anjani adalah aset penting NovaTech," jawab Alex, suaranya tenang, tetapi terasa datar. "Aku tidak bisa memaksa staf perusahaan mitra kita. Ini adalah protokol bisnis yang baru.""Protokol omong kosong!" geram Tuan Kael Senior. "Wanita itu adalah masalah, Alex. Aku tidak percaya kau tidak menyadari betapa berbahayanya dia. Dia memancarkan rasa tidak hormat!""Dia adalah Kepala Strategi Operasional, Ayah. Dia hanya profesional," Alex menimpali, ia memaksakan dirinya untuk mempertahankan sandiwara itu. Ia tahu, setiap kata yang ia ucapkan adalah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status