Beranda / Romansa / Obsesi Setelah Rapat Malam / Konsekuensi dan Obsesi

Share

Konsekuensi dan Obsesi

Penulis: Lembayung
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-05 15:33:57

Saat Alex kembali mencium bibirnya, tangannya mulai bergerak dari punggung bawah Nara. Gerakannya sengaja melambat, seperti penyiksaan yang manis. Jari-jarinya meluncur di sepanjang tulang rusuk Nara, meraba setiap lekukan yang tersembunyi di balik blus sutra.

Blus Nara terasa terlalu tipis sekarang. Alex memperdalam sentuhannya, jarinya menjalar ke sisi dada Nara, memberi tekanan lembut yang mengirimkan gelombang kejut. Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas sesaat.

Sentuhan itu membuat Nara sadar penuh akan pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka di ruang direksi, lantai eksekutif. Karyawan lain hanya berjarak satu lift. Setiap sentuhan adalah risiko hancurnya karier.

"Alex, kita..." Suara Nara tercekat, napasnya putus-putus. Ia memanggil Alex dengan nama, bukan gelar  sebuah pelanggaran yang lebih besar.

Alex menghentikan sentuhannya di sisi dada Nara, tetapi tidak melepaskan. Tangan besarnya menangkup lembut di sisi rusuk Nara. Ia menatap mata Nara yang kini dipenuhi campuran gairah dan ketakutan.

"Jangan berhenti," bisik Alex, matanya gelap dan memohon. "Jangan tarik saya kembali sekarang."

"Rapat," balas Nara, berusaha memaksakan pikirannya kembali ke kenyataan. "Rapat investor..."

Alex menggeram frustrasi. Ia mencium Nara dengan cepat dan dalam untuk terakhir kalinya, mencuri napas Nara. Kemudian, ia melepaskan, tetapi tangannya masih menahan pinggang Nara selama beberapa detik, seolah tidak rela membiarkan pengendalinya pergi.

Nara terhuyung mundur, punggungnya berbenturan dengan dinding kaca. Ia menarik napas dalam-dalam, menormalkan detak jantungnya.

Alex membalikkan badan, berjalan ke mejanya. Ia berdiri membelakangi Nara, menekan telapak tangan ke permukaan meja dingin, berusaha mengatur napas. Ketegangan fisik di punggungnya jelas terlihat. Ia berusaha menarik kembali lapisan baja CEO-nya.

"Lima belas menit," kata Alex, suaranya kini kembali tajam dan dingin. Adegan sensual barusan terasa seperti ilusi yang mereka ciptakan bersama. "Siapkan dokumennya. Jangan sampai ada yang mencurigai apa pun."

Nara hanya bisa mengangguk, tanpa suara. Ia membetulkan blusnya yang kusut dan merapikan rambutnya. Ia meraih botol air Alex, berusaha menghindari tatapan mata.

Di antara mereka kini ada jarak fisik, tetapi ikatan obsesi yang baru terjalin terasa jauh lebih kuat. Rahasia ini adalah milik mereka, dan itu adalah rahasia yang memabukkan.

Lima belas menit kemudian, Alex Kael tampil sempurna. Kemeja kusutnya dilupakan. Ia mengenakan kembali jasnya, dasi dengan simpul sempurna. Wajahnya kembali menjadi topeng CEO yang dingin, tanpa jejak gairah.

Nara, di sisi lain, masih gemetar internal. Bibirnya terasa bengkak dan sakit, pengingat fisik yang nyata akan pelanggaran itu. Ia tahu, meskipun Alex dapat menarik kendalinya dengan cepat, ia tidak bisa.

Saat rapat investor dimulai, Nara duduk di kursi samping. Posisi yang tadinya menunjukkan kepercayaan, kini terasa seperti medan perang pribadi.

Nara menghindari tatapan Alex. Ia fokus pada setiap kata dan angka, membaca body language investor, berjuang keras untuk terlihat profesional.

Namun, ia merasakan tatapan Alex. Bukan tatapan atasan yang mengevaluasi, melainkan tatapan seorang pemilik yang memandang objek obsesinya. Tatapan itu terasa panas, menjalar, membuat bulu kuduknya meremang.

Nara tahu, jika ia mendongak, mereka akan kontak mata. Dan kontak mata itu akan memicu kilasan ingatan terlarang: dinginnya kaca, aroma keringat, dan rasa bibir Alex yang menuntut.

"Nara," suara Alex memecah konsentrasinya, tajam dan dingin.

Nara terkesiap dan mendongak cepat. "Ya, Pak?"

"Grafik di halaman tujuh belas," perintah Alex. "Tolong jelaskan sekali lagi proyeksi margin keuntungan kuartal mendatang."

Nara segera menguasai diri. Ia menjelaskan angka-angka tersebut dengan lancar. Di akhir penjelasannya, ia melihat anggukan kecil dari Alex.

"Terima kasih, Nara," kata Alex, mengakhiri presentasi Nara. Suara profesional itu terasa seperti cambuk, mengingatkannya pada batasan yang baru dilanggar.

Setelah rapat selesai dan para investor pergi, kantor kembali sunyi. Alex berdiri di ambang pintu ruang kerjanya, menunggu.

Nara membereskan meja rapat. Setiap langkahnya terasa kaku dan canggung.

"Masuk, Nara," perintah Alex pelan.

Nara menutup pintu kaca buram di belakangnya. Di ruangan itu, ia kembali mencium sisa aroma pelanggaran mereka.

Alex menanggalkan dasinya. Ia berjalan ke Nara, tetapi berhenti di jarak aman jarak profesional dua tahun mereka.

"Apa yang terjadi tadi tidak akan pernah terulang," kata Alex. Nadanya tegas, tetapi matanya mengkhianati dirinya. Matanya memohon dan menantang.

"Saya setuju, Pak," balas Nara, suaranya berusaha stabil.

"Jika ada yang tahu, karirmu hancur. Reputasiku hancur. Akuisisi Eterna bisa gagal," Alex melanjutkan, menekankan konsekuensi brutal. "Kita tidak boleh mengambil risiko itu."

"Saya mengerti risikonya," ujar Nara, menatap mata gelap Alex. Ia tidak berbicara tentang karir; ia berbicara tentang risiko emosional yang jauh lebih besar.

Alex maju satu langkah. Jarak mereka kini kurang dari satu meter. "Kita profesional. Kita akan bekerja bersama seperti biasa. Tapi... jika ada rapat malam, jika kita sendirian..." Alex berhenti.

"Maka kita akan bertindak sesuai dengan kontrak rahasia yang baru," lanjut Nara, menyelesaikan kalimat Alex.

Alex tersenyum kecil, senyuman yang jarang dan cepat, senyuman yang berbahaya. Senyuman seorang pria yang tahu bahwa ia baru saja menciptakan aturan baru yang akan ia langgar berulang kali.

"Ya. Kontrak rahasia," Alex mengulangi, langkahnya maju lagi, memaksanya berdiri tepat di depan Nara. "Kamu sudah tahu aturan mainku, Nara. Dan kamu tahu, aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan."

Alex tidak menyentuh Nara, tetapi kehadirannya saja sudah cukup mencekik.

"Pulanglah. Dan lupakan ini sampai rapat berikutnya," perintah Alex.

Nara mengangguk, lalu berbalik. Saat ia membuka pintu, ia mendengar suara Alex dari belakang:

"Nara. Pastikan besok kamu menyiapkan kopi Americano-ku. Dingin."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kode Dibalik Kata

    Hari yang biasanya dipenuhi antusiasme menjelang akhir pekan, tetapi di lantai eksekutif Aldebaran Corp, yang terasa hanyalah ketegangan yang merayap di udara.Ia tidak menatap Nara ia tidak berbicara dengannya secara langsung kecuali melalui interkom. Nara mengamati Alex dari mejanya: sikapnya lebih kaku, gerakannya lebih terukur, seolah ia sedang berjuang keras untuk menahan dorongan yang ia lepaskan tadi malam.Nara sendiri merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Setiap kali Vira atau rekan kerja lain masuk ke area mereka, ia merasa panik. Ia takut ada sisa aroma, ada kerutan di blusnya, atau bahkan sisa jejak pada dasi Alex yang ia perbaiki.Pukul 11.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya untuk pembahasan mendalam mengenai laporan Eterna. Mereka duduk di meja yang sama, tempat di mana mereka melanggar aturan dua malam lalu."Laporan ini," kata Alex, menunjuk ke sebuah paragraf mengenai cash flow. "Perlu penekanan ekstra di sini. Aku tidak ingin dewan direksi salah mengartikan

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan di Pantry

    Chapter Ciuman di pantry itu berbeda dari sebelumnya. Tidak ada kecanggungan seperti yang pertama, dan tidak ada kehati-hatian seperti saat mereka berada di apartemen. Ciuman ini terburu-buru, dipenuhi adrenalin dan bahaya.Alex mendorong Nara perlahan hingga ia tersudut di antara meja marmer dan dinding. Pintu pantry itu memang terkunci otomatis, tetapi suara klik sekecil apapun dari luar bisa menghancurkan segalanya.Gairah membuat mereka bergerak cepat. Alex menjauhkan kepalanya sebentar, napasnya memburu di leher Nara. Tangan besarnya meraba bagian belakang leher Nara, menariknya ke dalam pelukan yang menekan. Nara bisa merasakan detak jantung Alex yang menggila, jauh lebih kencang daripada detak jantungnya sendiri."Aku gila," bisik Alex, suaranya parau, bukan pertanyaan, melainkan pengakuan. "Aku tidak bisa fokus. Setiap rapat, aku hanya memikirkan kapan aku bisa melakukan ini lagi."Nara tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mencengkeram kemeja Alex di bahunya, menariknya k

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Gairah Jam Lembur

    Ciuman itu menjadi semakin rakus, membakar sisa kesadaran Nara. Gairah Alex terasa liar dan tak terkontrol, sebuah kontras nyata dengan ketenangan di kantor. Ia mendorong Nara dengan lembut, memaksanya bersandar di meja makan, menghimpitnya dengan tubuhnya.Nara membiarkan gairah Alex menguasai, tangannya meraba bahu dan punggung Alex yang kini terasa keras dan tegang. Ia menyadari betapa intim sensasi yang ditimbulkan oleh penampilan Alex yang santai ini hanya kaus tipis yang membiarkan Nara merasakan panas tubuhnya secara langsung.Tangan Alex yang memeluk pinggang Nara kini bergerak liar dan menuntut. Satu tangannya bergeser ke atas, menyelip di bawah gaun navy Nara. Jari-jari Alex yang hangat menyentuh punggung telanjang Nara, memberikan sentuhan yang terlalu intim untuk pertemuan kerja.Saat ciuman mereka semakin dalam, tangan Alex yang satunya menjelajahi sisi tubuh Nara, bergerak dari pinggang, melintasi tulang rusuk, hingga mencapai area terlarang. Ia tidak menyentuh secara la

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Dilema dan Gaun yang Terlarang

    Nara mencengkeram kemeja linen Alex, punggungnya berbenturan dengan dinding Pantry Lounge Lantai 4 yang dingin. Ciuman mereka rakus, mendesak, dan penuh risiko. Aroma kopi basi dan ambisi bercampur dengan gairah terlarang yang mereka ledakkan di tempat tersembunyi itu."Aku membutuhkan ini lebih dari yang aku butuhkan untuk akuisisi Eterna," bisik Alex,Suaranya parau, sebelum kembali menciumnya dengan kekuatan seorang pria yang kecanduan kontrol. Nara tahu: ini adalah kontrak rahasia mereka, dan dia sudah terjerat jauh.Waktu bergerak lambat dari hari Rabu hingga Sabtu pagi. Nara menghabiskan malam-malamnya dalam kondisi setengah sadar, diisi oleh tumpukan dokumen Eterna dan bayangan tangan Alex yang merayap di bawah blusnya. Ia merasa bersalah, tetapi gairah yang ditimbulkan oleh rasa bersalah itu terasa jauh lebih kuat.Ia adalah wanita dewasa, kompeten, dan sangat tahu risiko yang ia ambil. Hubungan terlarang dengan Alex, bos sekaligus sumber kekuasaan, bisa menghancurkan reputasi

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan dan Rahasia

    Pagi berikutnya, Nara tiba lebih awal. Ia merasa seperti kriminal yang baru saja meninggalkan lokasi kejahatan. Seluruh tubuhnya tegang, menunggu isyarat pertama dari Alex Kael.Ia menyiapkan Americano di meja Alex. Dingin. Itu adalah perintah yang tidak logis, melanggar kebiasaan Alex, tetapi ia mematuhinya. Perintah itu adalah pengakuan dan kode rahasia mereka.Ketika Alex masuk pukul 07.50, ia tampak lebih kaku. Ada garis gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur. Ia bahkan tidak membalas sapaan Nara, hanya mengangguk dingin dan berjalan lurus ke ruang kerjanya. Pintu kaca buram tertutup, kembali menjadi pembatas.Nara menarik napas lega. Kontrol kembali.Namun, beberapa menit kemudian, bel interkom berbunyi."Masuk," suara Alex terdengar datar.Nara masuk, membawa tablet jadwal. Matanya secara naluriah mencari cangkir kopi dingin itu. Cangkirnya kosong. Alex sudah menghabiskannya.Alex duduk di kursinya, membaca laporan. Ia tidak mendongak."Saya ingin kamu membatalkan rapat deng

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Konsekuensi dan Obsesi

    Saat Alex kembali mencium bibirnya, tangannya mulai bergerak dari punggung bawah Nara. Gerakannya sengaja melambat, seperti penyiksaan yang manis. Jari-jarinya meluncur di sepanjang tulang rusuk Nara, meraba setiap lekukan yang tersembunyi di balik blus sutra.Blus Nara terasa terlalu tipis sekarang. Alex memperdalam sentuhannya, jarinya menjalar ke sisi dada Nara, memberi tekanan lembut yang mengirimkan gelombang kejut. Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas sesaat.Sentuhan itu membuat Nara sadar penuh akan pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka di ruang direksi, lantai eksekutif. Karyawan lain hanya berjarak satu lift. Setiap sentuhan adalah risiko hancurnya karier."Alex, kita..." Suara Nara tercekat, napasnya putus-putus. Ia memanggil Alex dengan nama, bukan gelar sebuah pelanggaran yang lebih besar.Alex menghentikan sentuhannya di sisi dada Nara, tetapi tidak melepaskan. Tangan besarnya menangkup lembut di sisi rusuk Nara. Ia menatap mata Nara yang kini dipenuhi campuran gair

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status